Lilypie 3rd Birthday PicLilypie 3rd Birthday Ticker

Wednesday, August 20, 2008

Kesadaran dan Kemerdekaan

Bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan. Apakah kita sudah merdeka secara individu? Siapakah kita? Apa yang harus kita capai dalam hidup ini? Dari mana kita berasal dan kemana kita akan berakhir? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mungkin kadang-kadang muncul dalam pikiran kita. Bila kita manusia pragmatis, kita tak akan bertanya-tanya seperti ini. Ya udah jalani aja hidup ini, ngapain berat-berat mikir. Kalau jawabannya pake perspektif agama, pertanyaan-pertanyaan di atas sudah terang benderang ada dalam Kitab Suci, tinggal kita mengimaninya. Tapi apakah penjelasan itu cukup?

Terkadang kita resah dengan diri kita sendiri. Apalagi kalau lagi suntuk. Maka untuk mencari jawabannya, saya memilih untuk membuka kembali pernyataan-pernyatan filosof untuk membantu menemukan jawaban dari keresahan kita. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah pernyataan eksistensi kita semua, tentang diri kita. Saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan memakai uraian Jean Paul Sartre, seorang filosof eksistensi yang sangat terkenal. Menurut Sartre, di dunia ini ada dua macam bentuk eksistensi. Yang pertama disebutnya dengan istilah etre-en-soi dan yang kedua dinamakan etre-pour-soi.

Etre-en-soi adalah suatu cara bereksistensi secara tertutup, utuh menutup dirinya seperti kita lihat pada benda-benda mati. Dia seperti tertutup rapat, tidak ada celah untuk melihat keluar. Karena dia menyatu dengan dirinya secara massif, dia seakan-akan selesai dengan dirinya. Dia tidak memiliki kesadaran sedikitpun.

Sebaliknya dengan eksistensi yang kedua, etre-pour-soi. Dia terbuka, tidak massif, melainkan retak. Karena itu dia dapat melihat keluar dan ini artinya dia memiliki kesadaran, kesadaran bukan saja tentang dunia luar tapi juga kesadaran tentang dirinya sendiri. Bentuk eksistensi semacam ini adalah bentuk eksistensi manusia.

Namun kesadaran akan diri sebenarnya adalah pengingkaran akan diri sendiri juga. Dia meretakkan keadaannya yang sekarang, yang tadinya bersifat massif, rapat tertutup, karena dengan menyadari dirinya, dia mempertentangkan adanya kemungkinan yang lain. Dia lalu memproyeksikan dirinya kepada kemungkinan yang lain itu. Pada saat dia menyadari dirinya, maka dia tidak lagi menjadi dirinya, dia menjadi retak dua atau lebih karena dia menjadi dirinya dan juga kemungkinan atau kemungkinan-kemungkinannya.

Di sini kita melihat bahwa manusia adalah sebuah kemungkinan yang terbuka, dalam arti lain, manusia memiliki kemerdekaan (kebebasan). Dia punya pilihan kemungkinan mana yang akan dia ambil, dialah yang mempertimbangkan kemungkinan mana yang lebih baik dan seterusnya. Ini berarti, kalau pilihannya baik, maka dia akan merasa betapa manisnya kemerdekaan yang dia miliki. Sebaliknya, bila salah maka dia harus mempertanggungjawabkannya sendirian.

Adanya kemungkinan kedua ini membuat manusia ragu-ragu untuk memiliki kemerdekaan. Takut dengan hal yang buruk adalah wajar. Karena itulah banyak orang yang menyerahkan dirinya dengan pilihan orang lain yang memilihkan untuk kita. Karena kalau pilihan itu salah, kita tak terganggu oleh perasaan bahwa itu adalah tanggung jawab kita dan karena kita mengikuti pilihan orang lain, maka kita bukanlah satu-satunya orang yang melakukan kesalahan itu. Tidakkah lebih baik kalau kita mengikuti orang lain saja, dalam menentukan pilihan-pilihan yang datang setiap saat di dalam hidup ini. Adanya kenyataan ini membuat Kierkegaard berkata: “setiap saat manusia ada dalam keadaan memilih, atau tetap mempertahankan kemerdekaannya atau menjadi budak”. Dalam kenyataannya, kebanyakan manusia memilih untuk menjadi budak. Takut menanggung sendiri dengan konsekuensi dari pilihannya itu.

Dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan dari kita takut untuk hidup sebagai dirinya, Dia hidup mengikuti cara-cara hidup yang sudah ditentukan oleh masyarakat sekelilingnya:kantor, keluarga, teman dan lainnya. Masyarakat sudah mengatur apa yang boleh dia lakukan dan apa yang tidak boleh dia lakukan. Kata Heidegger: “Kita gembira dan menjadi bahagia seperti juga mereka; kita membaca dan menilai apapun seperti cara mereka membaca dan menilainya; kita menjadi terkejut tentang hal-hal yang mereka anggap mengejutkan. Mereka, yang dalam kenyataannya kita tidak tahu siapa, adalah salah satu bentuk dari cara bereksistensi.”

Ini adalah cara bereksistensi dari kebanyakan orang yang oleh Heidegger disebut dengan istilah Das Man. Hidupnya hanya mengikuti “seperti yang dilakukan semua orang” dan kalau kita tanyakan kepada tiap orang yang ada, ternyata tiap orang ini mengikuti si “semua orang” ini. sehingga “semua orang” ini sama dengan “tidak seorang pun”, dia hanyalah alasan untuk membenarkan cara bereksistensi kita, yang menolak kemerdekaan.

Keadaan seperti itu disebut oleh Heidegger sebagai keadaan manusia dalam keadaan kejatuhan atau Varfallenheit. Manusia ada di bawah taraf eksistensinya yang hakiki, yang memungkinkan dia bangkit sebagai individu. Dalam keadaan seperti ini, dia menjadi takut dan tidak menjadi bangga untuk bangkit menjadi seorang individu.

Tapi keadaan seperti ini tidak bisa dipertahankan terus menerus karena pada dasarnya dengan adanya kesadaran pada manusia, dia adalah seorang individu. Ada keadaan-keadaan yang memaksa dia untuk keluar dari persembunyiannya di dalam kehidupan bersama masyarakat.

Saya tidak tahu, mungkin saya termasuk dalam kategori manusia kebanyakan, yang takut dengan pilihan-pilihan sendiri dan konsekuensinya, yang belum merdeka, yang belum bisa memaksimalkan kesadaran diri sebagai individu. Meski saya terus menerus berusaha untuk menjadi individu yang merdeka.

Aduh, kok serius banget ya? :)

1 comment:

  1. Ekstrimis Hindu Aniaya Warga Muslim India, Dunia Internasional Membisu

    Jumat, 22 Agu 08 10:07 WIB

    Kirim teman
    Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan warga Hindu di wilayah Jammu, India terhadap warga Muslim dalam beberapa pekan terakhir ini menyebabkan banyak keluarga Muslim mengungsi. Rumah dan toko milik Muslim Jammu menjadi sasaran pembakaran dan perampasan warga Hindu.

    Menurut seorang pejabat daerah setempat, lebih dari 300 keluarga dari Jammu dan wilayah-wilayah sekitarnya mencari perlindungan ke tempat yang lebih aman. Selain di Jammu, aksi-aksi kekerasan terhadap warga Muslim juga terjadi di wilayah Akhnoor, Samba dan Kishtwar. Di Kishtwar, menurut laporan pemerintah daerah setempat, 72 rumah dan sejumlah toko milik Muslim dibakar oleh warga Hindu.

    Muhammad Raiq Doolwal, adalah seorang Muslim yang rumahnya menjadi korban keberingasan warga Hindu pada 12 Agustus kemarin. "Pertama mereka melempari rumah kami dengan batu, kemudian menyerbu ke dalam rumah dan merampas baran-barang yang ada di toko saya. Lalu mereka membakar rumah kami, " kata Rafiq.

    Aksi-aksi kekerasan yang menimpa warga Muslim India, dipicu oleh keputusan pemerintah India pada bulan Juni lalu untuk mendonasikan sebidang tanah di wilayah Kashmir India, yang didominasi warga Muslim untuk keperluan tempat penginapan bagi para peziarah Hindu. Warga Muslim setempat tidak terima dengan keputusan tersebut, dan akhirnya dibatalkan. Pembatalan itu menyebabkan warga Hindu marah.

    Ketegangan memuncak ketika sekelompok warga Hindu di Jammu melempari dengan batu warga Muslim yang sedang melakukan pemakaman para korban penembakan polisi India. Para korban itu ditembak saat melakukan aksi unjuk rasa menuntut kemerdekaan Kashmir dan memprotes kebijakan pemerintahan India yang diskriminatif terhadap warga Muslim Kahsmir. Aksi-aksi pelemparan batu itu, kemudian meluas dengan aksi serangan warga Hindu terhadap rumah-rumah dan toko milik warga Muslim.

    Wilayah Kashmir saat ini menjadi dua bagian, yang berada di bawah wilayah Pakistan dan berada di wilayah India. Kashmir sejak lama memperjuangkan kemerdekaannya sendiri. Pakistan dan PBB mendukung hak untuk menentukan nasib sendiri bagi Kashmir, tapi India menolaknya.

    Polisi India Berpihak pada Warga Hindu

    Warga Muslim mengeluhkan sikap polisi India yang lebih berpihak pada warga Hindu dalam mengatasi aksi-aksi kekerasan di Jammu dan Kashmir.

    Seorang pemuda Muslim bernama Gazanfar Iqbal Qazi, menjadi salah satu korban penembakan polisi India.Ia mempertanyakan siapa yang melempar granat dan melakukan penembakan membabi buta ketika warga Muslim sedang melakukan pemakaman, yang menyebabkan dua warga Muslim tewas dan 50 orang lainnya, termasuk lima warga Hindu.

    Sebuah rekaman video yang diambil seorang wartawan lokal, kata Gazi, menunjukkan bahwa Pasukan Khusus India membantu warga Hindu dan membantu mereka melempari warga Muslim dengan batu. Gazi menuding polisi dan pemerintah daerah setempat yang memicu serangan terhadap harta benda milik warga Muslim.

    All India Muslim Majlis-Mushawarat (AIMMM)-persatuan organisasi-organisasi Muslim India-mengecam tindakan pasukan keamanan India dan menuntut investigasi atas kasus penyerangan terhadap warga Muslim di Jammu dan Kashmir.

    Aksi-aksi kekerasan dari warga Hindu juga dialami Muslim di kota Akhnoor. Kelompok-kelompok ekstrimis Hindu mengibarkan bendera tiga warga di sebuah masjid di kawasan Jorain, membakar sekitar 20 rumah milik warga Muslim di Samba dan enam rumah di Barbarian.

    "Mereka juga berusaha merampok lima toko milik warga Muslim yang menjadi warga minoritas di kota-kota itu, " kata Ashiq Hussian Khan, Presiden Federasi Syiah di India.

    Warga muslim lainnya, Bashir Ahmad Chowdhary mengatakan, orang-orang ekstrimis Hindu juga melakukan kekerasan terhadap keluarganya. "Saya dan keluarga saya diseret ke luar rumah dan dipukuli. Saya berusaha menyelamatkan anak-anak saya yang masih balita, " kata Bashir.

    Muhammad Din, pemuka masyarakat di wilayah itu mengungkapkan, lebih dari 200 rumah dibakar di Samba, Jorain Aknoor dan kamp Rajpora oleh sekitar seribu orang ekstrimis Hindu. Para ekstrimis itu juga tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan pada anak-anak dan kaum perempuan. (ln/iol)

    ReplyDelete