Kado Kartini dan Partisipasi Perempuan
Meski hari Kartini masih dua minggu lagi, namun ada kado yang sangat penting di hari Kartini tahun ini untuk tidak kita lewatkan. Kado itu adalah ditetapkannya kuota 30 persen untuk keterlibatan perempuan dalam proses politik yang secara legal masuk dalam UU Partai Politik. Pengesahan UU ini telah ditetapkan awal Desember tahun lalu. Semestinya saat ini partai politik sudah mulai bekerja dalam mencari perempuan-perempuan potensial yang layak dilibatkan dalam proses politik untuk memenuhi kuota 30 persen ini.
Beberapa kemajuan mendasar UU Partai Politik baru ini, pertama, pendirian partai politik (parpol) yang tertuang dalam Pasal 1 ayat 2. Isinya menyatakan, pendirian dan pembentukan partai politik menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan.
Kedua, kepengurusan partai politik. Pasal 1 Ayat 5 menyatakan, kepengurusan parpol di tingkat pusat disusun dengan menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan; Pasal 20 menyebut kepengurusan parpol di tingkat provinsi dan kabupaten/kota disusun dengan memerhatikan keterwakilan perempuan 30 persen yang diatur dalam AD dan ART partai.
Ketiga, kaderisasi. Pasal 31 menyatakan, parpol melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai ruang lingkup tanggung jawab dengan memerhatikan keadilan dan kesetaraan jender.
Ketiga aspek tersebut merupakan terobosan besar dalam sejarah produk perundang-undangan di Indonesia. Parpol berdasarkan UU Partai Politik Tahun 2007 ini dituntut penuh komitmennya untuk ikut mendorong tercapainya keadilan dan kesetaraan jender di Indonesia melalui pelibatan perempuan dalam politik yang tertuang pada aspek pendirian, kepengurusan, hingga pendidikan politik yang merupakan hulu proses perjuangan politik perempuan.
Adanya peraturan yang berupa affirmative action ini merupakan tantangan dan peluang bagi perempuan. Karena harus diakui Indonesia masih merupakan negara yang tergolong sangat minim dalam partisipasi perempuan di wilayah politik. Karenanya masih diperlukan kebijakan seperti ini.
Buku Data Pembuka Mata terbitan LIPI dan Unicef Mei 2001 menyebutkan bahwa ketimbang Laos, Indonesia masih kalah jauh dalam memberikan peluang bagi perempuan untuk berada duduk di eksekutif. Padahal Pemilu 1997 dan Pemilu 1999 jumlah pemilih perempuan lebih besar ketimbang pemilih lelaki. Tapi nyatanya potensi besar perempuan di Indonesia masih terabaikan kalau tidak mau disebut agak 'dipinggirkan'.
Berdasar data yang dikeluarkan CETRO tentang Data dan Fakta: Keterwakilan Perempuan Indonesia di Partai Politik dan Lembaga Legislatif, 1999-2001, jumlah perempuan di Parlemen juga tidak banyak meningkat, baik pada masa Orde Baru (periode 1997-2002) maupun pasca Orde Baru (1999-2004). Bahkan ketika pemilu di era Reformasi, penurunan keterwakilan perempuan sangatlah kecil. Perempuan Indonesia yang menjadi anggota DPR tak sampai 15 persen, begitu juga di lembaga MPR, jumlahnya masih minim, di bawah 20 persen.Bila dihitung secara matematis, dari setiap delapan anggota DPR hanya satu perempuan, begitu juga di lembaga MPR.
Bila dibanding negara ASEAN lainnya, Indonesia sedikit lebih baik ketimbang Myanmar yang mempunyai sekitar 1-2 persen perempuan di pemerintahan, tapi jauh tertinggal dari Laos, Brunei, Thailand, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura, apalagi Filipina.
Indonesia sampai 2004 hanya memiliki perempuan di Parlemen sekitar 9 persen, sedang di pemerintahan tak lebih dari dua persen, jauh tertinggal dibanding Filipina dengan 25 persen perempuan di pemerintahan dan 12 persen di parlemen.
Hambatan Partisipasi Perempuan
Hambatan yang paling besar untuk memenuhi kuota 30 persen adalah dari partai politik itu sendiri. Mereka beralasan hal itu dikarenakan kurang tersedianya perempuan yang “bagus” dan layak untuk bisa masuk ke parpol, apalagi untuk legislatif. Padahal saya melihat ini lebih dikarenakan parpolnya kurang punya keinginan kuat untuk mencari, meyakinkan, dan juga menawarkan programnya kepada perempuan-perempuan yang layak untuk terlibat di parpolnya. Seperti diketahui, baru-baru ini Pusat Kajian Gender UI meluncurkan hasil kajiannya yang menemukan dan mengumpulkan ratusan perempuan potensial dari 5 daerah yang sangat layak untuk dilibatkan dalam parpol sebagai jawaban atas persoalan ini .
Di sisi lain, dari kalangan perempuan pun ada kekecewaan terhadap parpol karena parpol dalam setiap aktivitas politiknya relatif minim melibatkan perempuan dalam persoalan-persoalan yang krusial khususnya yang berdampak pada isu publik. Persepsi tentang politik yang didominasi hanya untuk dunia laki-laki ini juga menjadi faktor yang dominan. Hal ini dipertegas lagi dengan hasil survey LSI yang memperlihatkan bahwa 65 persen partai politik tidak mewakili aspirasi perempuan untuk berbagai persoalan. Karena itu perempuan-perempuan ini kemudian lebih memilih bekerja dan beraktivitas untuk pemberdayaan masyarakat di luar parpol atau di luar kekuasaan.
Hambatan lainnya yaitu masih adanya keraguan di kalangan parpol dan masyarakat dalam menerima perempuan secara penuh. Akhirnya mereka selalu mempertanyakan soal kualitas untuk memperlihatkan keraguan itu atau sikap penolakan itu. Padahal, hal itu tidak terjadi sebaliknya, diberlakukan pada laki-laki. Tidak pernah ada pertanyaan akan kualitas laki-laki yang sebenarnya sudah terbukti gagal membangun sistem politik demokratis yang menyejahterakan rakyat.
Adanya aturan kuota 30 persen ini sebenarnya lebih memotivasi dan mengajak perempuan untuk mau bekerja di parpol sehingga ada keseimbangan dalam perumusan kebijakan publik khususnya yang terkait dengan perempuan. Karena itu pertanyaan mengenai kualitas tidaklah tepat dan relevan diajukan dalam kondisi di mana keterlibatan aktif perempuan dalam politik saja masih sangat rendah. Saat ini, perempuan bisa berpolitik saja sangat berat, apalagi selalu dibenturkan pertanyaan seputar kualitas. Pertanyaan tentang kualitas politik perempuan adalah pertanyaan yang keliru memahami upaya peningkatan partisipasi perempuan dalam politik.
Fakta membuktikan, meski dengan jumlah partisipasi yang minim, kehadiran perempuan di parpol yang kemudian masuk legislatif telah memberikan beberapa hasil menggembirakan untuk kepentingan perempuan, antara lain lahirnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Kewarganegaraan, dan Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kajian di berbagai negara juga memperlihatkan, keterwakilan perempuan dalam jumlah 30persen dapat menghasilkan keputusan yang lebih memerhatikan kepentingan dan pengalaman perempuan yang selama ini kurang terwakili. Persoalannya sekarang adalah bagaimana meyakinkan parpol agar benar-benar memberikan tempat kepada perempuan. Karena ini akan berdampak sangat positif untuk parpol, kesejahteraan masyarakat dan perkembangan demokrasi di Negara kita tercinta.
Dimuat di koran Seputar Indonesia, minggu tanggal 6 April 2008
Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my blog, it is about the TV Digital, I hope you enjoy. The address is http://tv-digital-brasil.blogspot.com. A hug.
ReplyDeleteIngatlah Firman Allah swt :
ReplyDeleteيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maaidah ayat 51)
dan runungkanlah hadits rasulullah saw :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
(البخاري)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Semua ummatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan (tidak mau).” Para sahabat bertanya: ”Siapa orang yang tidak mau itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Siapa yang taat kepadaku ia masuk surga, dan siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia sungguh tidak mau.” (HR Bukhary 22/248)
Ya Allah tunjukkanlah yang benar itu benar dan yang salah itu salah dan hancurkanlah kebatilan itu. dan kami takkan putus harapan dari pertolonganMU.
Wahai kaum yang telah meliberalkan ayat2 Allah atas kehendak nafsu kalian.......... Ingatlah hidup ini sementara....... Azab Allah sangat pedih, mengapa anda berani mengotak-atik al qur'an, apakah yahudi yang membantai umat islam itu mampu menolong kalian, atau bush yang telah menghancurkan negeri iraq itu mampu menyelamatkan kalian? jangankan menolong kalian menolong dirinya saja tidak sanggup. sungguh yang ironi adalah hidup kalian, yang tak mau tahu dengan hakikat hidup dan tanggungjawab sebagai hamba Allah. maha benar Allah atas segala azab pedih yang akan ditimpakan pada manusia yang tamak akan harta dan syahwat dunia