Indonesia
Ini catatan pinggir mas goen di Majalah Tempo minggu ini. Tulisan ini bisa jadi renungan kita bersama ketika membicarakan soal keindonesiaan kita. selamat membaca.
--------
Di luar sel kantor Kepolisian Daerah Jakarta Raya itu sebuah statemen dimaklumkan pada pertengahan Juni yang panas: “SBY Pengecut!”
Yang membacakannya Abu Bakar Ba’asyir, disebut sebagai “Amir” Majelis Mujahidin Indonesia, yang pernah dihukum karena terlibat aksi terorisme. Yang bikin statemen Rizieq Shihab, Ketua Front Pembela Islam, yang sedang dalam tahanan polisi dan hari itu dikunjungi sang Amir.
Dari kejadian itu jelas: mencerca Presiden dapat dilakukan dengan gampang. Suara itu tak membuat kedua orang itu ditangkap, dijebloskan ke dalam sel pengap, atau dipancung.
Sebab ini bukan Arab Saudi, wahai Saudara Shihab dan Ba’asyir! Ini bukan Turki abad ke-17, bukan pula Jawa zaman Amangkurat! Ini Indonesia tahun 2008.
Di tanah air ini, seperti Saudara alami sendiri, seorang tahanan boleh dikunjungi ramai-ramai, dipotret, didampingi pembela, tak dianggap bersalah sebelum hakim tertinggi memutuskan, dapat kesempatan membuat maklumat, bahkan mengecam Kepala Negara.
Di negeri ini proses keadilan secara formal dilakukan dengan hati-hati--karena para polisi, jaksa, dan hakim diharuskan berendah hati dan beradab. Berendah hati: mereka secara bersama atau masing-masing tak boleh meletakkan diri sebagai yang mahatahu dan mahaadil. Beradab: karena dengan kerendahan hati itu, orang yang tertuduh tetap diakui haknya untuk membela diri; ia bukan hewan untuk korban.
Keadilan adalah hal yang mulia, Saudara Shihab dan Ba’asyir, sebab itu pelik. Ia tak bisa digampangkan. Ia tak bisa diserahkan mutlak kepada hakim, jaksa, polisi--juga tak bisa digantungkan kepada kadi, majelis ulama, Ketua FPI, atau amir yang mana pun. Keadilan yang sebenarnya tak di tangan manusia.
Itulah yang tersirat dalam iman. Kita percaya kepada Tuhan: kita percaya kepada yang tak alang kepalang jauhnya di atas kita. Ia Yang Maha Sempurna yang kita ingin dekati tapi tak dapat kita capai dan samai. Dengan kata lain, iman adalah kerinduan yang mengakui keterbatasan diri. Iman membentuk, dan dibentuk, sebuah etika kedaifan.
Di negeri dengan 220 juta orang ini, dengan perbedaan yang tak tepermanai di 17 ribu pulau ini, tak ada sikap yang lebih tepat ketimbang bertolak dari kesadaran bahwa kita daif. Kemampuan kita untuk membuat 220 juta orang tanpa konflik sangat terbatas. Maka amat penting untuk punya cara terbaik mengelola sengketa.
Harus diakui (dan pengakuan ini penting), tak jarang kita gagal. Saya baca sebuah siaran pers yang beredar pada Jumat kemarin, yang disusun oleh orang-orang Indonesia yang prihatin: ”… ternyata, sejarah Indonesia tidak bebas dari konflik dengan kekerasan. Sejarah kita menyaksikan pemberontakan Darul Islam sejak Indonesia berdiri sampai dengan pertengahan 1960-an. Sejarah kita menanggungkan pembantaian 1965, kekerasan Mei 1998, konflik antargolongan di Poso dan Maluku, tindakan bersenjata di Aceh dan Papua, sampai dengan pembunuhan atas pejuang hak asasi manusia, Munir.”
Ingatkah, Saudara Ba’asyir dan Saudara Shihab, semua itu? Ingatkah Saudara berapa besar korban yang jatuh dan kerusakan yang berlanjut karena kita menyelesaikan sengketa dengan benci, kekerasan, dan sikap memandang diri paling benar? Saudara berdua orang Indonesia, seperti saya. Saya mengimbau agar Saudara juga memahami Indonesia kita: sebuah rahmat yang disebut “bhineka-tunggal-ika”. Saya mengimbau agar Saudara juga merawat rahmat itu.
Merawat sebuah keanekaragaman yang tak tepermanai sama halnya dengan meniscayakan sebuah sistem yang selalu terbuka bagi tiap usaha yang berbeda untuk memperbaiki keadaan. Indonesia yang rumit ini tak mungkin berilusi ada sebuah sistem yang sempurna. Sistem yang merasa diri sempurna--dengan mengklaim diri sebagai buatan Tuhan--akan tertutup bagi koreksi, sementara kita tahu, di Indonesia kita tak hidup di surga yang tak perlu dikoreksi.
Itulah yang menyebabkan demokrasi penting dan Pancasila dirumuskan.
Demokrasi mengakui kedaifan manusia tapi juga hak-hak asasinya--dan itulah yang membuat Saudara tak dipancung karena mengecam Kepala Negara.
Dan Pancasila, Saudara, yang bukan wahyu dari langit, adalah buah sejarah dan geografi tanah air ini--di mana perbedaan diakui, karena kebhinekaan itu takdir kita, tapi di mana kerja bersama diperlukan.
Pada 1 Juni 1945, Bung Karno memakai istilah yang dipetik dari tradisi lokal, “gotong-royong”. Kata itu kini telah terlalu sering dipakai dan disalahgunakan, tapi sebenarnya ada yang menarik yang dikatakan Bung Karno: “gotong-royong” itu “paham yang dinamis,” lebih dinamis ketimbang “kekeluargaan”.
Artinya, “gotong-royong” mengandung kemungkinan berubah-ubah cara dan prosesnya, dan pesertanya tak harus tetap dari mereka yang satu ikatan primordial, ikatan “kekeluargaan”. Sebab, ada tujuan yang universal, yang bisa mengimbau hati dan pikiran siapa saja--“yang kaya dan yang tidak kaya,” kata Bung Karno, “yang Islam dan yang Kristen”, “yang bukan Indonesia tulen dengan yang peranakan yang menjadi bangsa Indonesia.”
“Gotong-royong” itu juga berangkat dari kerendahan hati dan sikap beradab, sebagaimana halnya demokrasi. Itu sebabnya, bahkan dengan membawa nama Tuhan--atau justru karena membawa nama Tuhan--siapa pun, juga Saudara Ba’asyir dan Saudara Shihab, tak boleh mengutamakan yang disebut Bung Karno sebagai “egoisme-agama.”
Bung Karno tak selamanya benar. Tapi tanpa Bung Karno pun kita tahu, tanah air ini akan jadi tempat yang mengerikan jika “egoisme” itu dikobarkan. Pesan 1 Juni 1945 itu patut didengarkan kembali: “Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara leluasa.”
Dengan begitulah Indonesia punya arti bagi sesama, Saudara Shihab dan Ba’asyir. Ataukah bagi Saudara ia tak punya arti apa-apa?
Goenawan Mohamad
web blog ya bagus
ReplyDeleteweb mu bener benar bagus http://partaiaceh1.wordpress.com
ReplyDeleteadalah ironi ketika kelompok fundamentalis begitu antusias-agresif menggunakan media, macam internet ini, untuk menyebarkan ide-idenya. sementara kelompok islam liberal-progresif, entah ke mana. Oleh karenanya, saya sangat mendukung blogmu ini, Mbak!
ReplyDeleteIngatlah Firman Allah swt :
ReplyDeleteيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maaidah ayat 51)
dan runungkanlah hadits rasulullah saw :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
(البخاري)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Semua ummatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan (tidak mau).” Para sahabat bertanya: ”Siapa orang yang tidak mau itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Siapa yang taat kepadaku ia masuk surga, dan siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia sungguh tidak mau.” (HR Bukhary 22/248)
Ya Allah tunjukkanlah yang benar itu benar dan yang salah itu salah dan hancurkanlah kebatilan itu. dan kami takkan putus harapan dari pertolonganMU.
Wahai kaum yang telah meliberalkan ayat2 Allah atas kehendak nafsu kalian.......... Ingatlah hidup ini sementara....... Azab Allah sangat pedih, mengapa anda berani mengotak-atik al qur'an, apakah yahudi yang membantai umat islam itu mampu menolong kalian, atau bush yang telah menghancurkan negeri iraq itu mampu menyelamatkan kalian? jangankan menolong kalian menolong dirinya saja tidak sanggup. sungguh yang ironi adalah hidup kalian, yang tak mau tahu dengan hakikat hidup dan tanggungjawab sebagai hamba Allah. maha benar Allah atas segala azab pedih yang akan ditimpakan pada manusia yang tamak akan harta dan syahwat dunia
pa kabar, mbak?
ReplyDeleteMoga baek2 aja...
kaya'nya sedang emosi tingkat tinggi nihh??? wahh jadi takut ngungkit masalah 1 juni.
komentar tentang apaan ya? klo komentar.. yg nulis bukan mbak, tapi klo ga dikomentari dah terlanjur sampe di warnet.. hehehe...
so aku mo comment atas tulisan Pak Gun Aja ya...
1. "Dari kejadian itu jelas: mencerca Presiden dapat dilakukan dengan gampang. Suara itu tak membuat kedua orang itu ditangkap, dijebloskan ke dalam sel pengap, atau dipancung"
- toh gunawan juga sering dekonstruksi islam tetapi ga pernah ditangkep polisi atau diserbu oleh FPI, kan?
2. "Sebab ini bukan Arab Saudi, wahai Saudara Shihab dan Ba’asyir! Ini bukan Turki abad ke-17, bukan pula Jawa zaman Amangkurat! Ini Indonesia tahun 2008."
- di Turki sendiri, semua simbol keagamaan dalam negara disingkirkan, istri abdullah gul pake jilbab aja dipermasalahkan. di zaman amangkurat sendiri semua ulama dibantai oleh amangkurat II kan??? so, gunawan mo ngasih pelajaran apa dari kedua negara itu?
3. "Di tanah air ini, seperti Saudara alami sendiri, seorang tahanan boleh dikunjungi ramai-ramai, dipotret, didampingi pembela, tak dianggap bersalah sebelum hakim tertinggi memutuskan, dapat kesempatan membuat maklumat, bahkan mengecam Kepala Negara."
- lhooo emangnya salah apaan? bukankah itu hal wajar. mengecam kepala negara masa' gak boleh? trus ngapain gak ngritik pendemo BBM aja? trus apa salahnya apabila seorang tahanan dikunjungin ramai-ramai, toh habib juga tak mengundang para pengunjungnya kok. apa hak Gunawan mengkritik pengunjung? ngapain ketika pembantai pesantren di Poso yg nyata2 terbukti bersalah membantai ratusan santri malah diberlakukan, kenapa hanya diam aja, malah membela tersangka?? bercermin dong, mbak?
5. "Keadilan adalah hal yang mulia, Saudara Shihab dan Ba’asyir, sebab itu pelik. Ia tak bisa digampangkan. Ia tak bisa diserahkan mutlak kepada hakim, jaksa, polisi--juga tak bisa digantungkan kepada kadi, majelis ulama, Ketua FPI, atau amir yang mana pun. Keadilan yang sebenarnya tak di tangan manusia"
- nah sebenarnya dengan dalil ini, Gunawan itu mau melegalkan semua bentuk tingkah laku. sehingga fatwa haram dinilai hanya 'mengatasnamakan tuhan' belaka. artinya homo boleh, lesbi boleh, entar juga insest juga boleh. katanya kan, keadilan milik Tuhan, bukan milik manusia so manusia tidak boleh menghakimi dong.(argumentasi basi)
6. "”… ternyata, sejarah Indonesia tidak bebas dari konflik dengan kekerasan. Sejarah kita menyaksikan pemberontakan Darul Islam sejak Indonesia berdiri sampai dengan pertengahan 1960-an. Sejarah kita menanggungkan pembantaian 1965, kekerasan Mei 1998, konflik antargolongan di Poso dan Maluku, tindakan bersenjata di Aceh dan Papua, sampai dengan pembunuhan atas pejuang hak asasi manusia, Munir.”
- juga perlu disebutkan bahwa konflik antara JIL dan para aktivis islam, karena JIL selalu memprovokasi ummat islam agar marah, dengan mendekonstruksi pemikiran islam dg mengatasnamakan kebebasan dan humanisme. (artinya konflik JIL vs Islam, karena islam anti ama JIL dan JIL sebenarnya anti ama islam, dan selalu melakukan tindak kekerasan verbal thd islam dan kaum muslimin). bukankah di situs JIL sendiri, ada diskusi yg menarik bahwa penggunaan "islam" perlu ditinjau ulang, karena dasar dari pemikiran JIL adalah skeptis, alias tak ada unsur islamnya (jgn bo'ong, islamlib.com, adalah bacaan rutinku lhoo)
7. "............ Indonesia yang rumit ini tak mungkin berilusi ada sebuah sistem yang sempurna. Sistem yang merasa diri sempurna--dengan mengklaim diri sebagai buatan Tuhan--akan tertutup bagi koreksi, sementara kita tahu, di Indonesia kita tak hidup di surga yang tak perlu dikoreksi."
- gimana yg dikoreksi adalah pemikiran JIL itu dulu? apakah JIL itu sempurna? kalo gak sempurna ya kudu dikoreksi, jgn nyuruh kaum muslimin ngoreksi islam. apa hak anda (gunawan) menyuruh kaum muslimin untuk mengoreksi ajaran agamanya?
8. "Demokrasi mengakui kedaifan manusia tapi juga hak-hak asasinya--dan itulah yang membuat Saudara tak dipancung karena mengecam Kepala Negara."
- begitu juga saudara gunawan tak pernah dipasung oleh ummat islam walaupun sering mengeluarkan kekerasan verbal terhadap kaum muslimin. walaupun yg dikecam GUnawan adalah syariat islam.
9. "Pesan 1 Juni 1945 itu patut didengarkan kembali: “Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara leluasa.”
- iya emang benar pesannya emang gitu, tapi pesan yg lainnya kan adalah "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam, kan?", itu juga fakta sejarah lhoo. nah.. selain itu kan selain pernyataan "menyembah tuhannya secara leluasa" juga perlu ditafsirkan ulang, apakah menyembah tuhannya dengan menggerogoti dan bersikap ekspansif dan mengganggu eksistensi agama lain dibiarkan dan diberikan legitimasi dg mengatakan "ah. itu cuman gosip" atau gunawan (atau mbak mahmada) bisa konsisten dg pernyaaan mbak sebelumnya?
apapun komentar saya, semoga tulisan ini mampu melahirkan sikap pengertian antara kita (saya sebagai seorang aktivis islam urban) dan mbak (sebagai aktivis JIL). dan salam buat keluarga terutama, sang anak.
wassalamu 'alaikum wr wb
Arifin
(Pecinta Anak)
Advokasi Anti Ahmadiyah selaku Kuasa Hukum Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab, Mendatangi Kantor Majalah TEMPO untuk menyampaikan HAK JAWAB HABIB RIZIEQ terhadap CATATAN PINGGIR GOENAWAN MOHAMAD di majalah TEMPO edisi 16-22 Juni 2008 yang telah secara BIADAB penuh sikap RASIS dan FASIS menghina Habib Rizieq dan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
ReplyDeleteNamun ternyata majalah TEMPO hingga saat ini tidak sudi memuat HAK JAWAB tersebut. Karenanya, wajar jika dari balik sel tahanan Habib Rizieq Syihab menyerukan Umat Islam : “SUDAH WAKTUNYA UMAT ISLAM MEMBOIKOT TEMPO !” Berikut ini HAK JAWAB HABIB RIZIEQ yang TEMPO takut memuatnya disebarkan ke seluruh dunia :
Si goen
Setelah membaca catatan pinggir si goen dalam majalah tempo edisi 16-22 Juni 2008, saya rasakan sel tahanan yang semula sempit dan pengap, berubah menjadi luas dan nyaman.
Tadinya, saya enggan menulis tanggapan ini, tapi karena si goen bertanya dan menantang, maka saya gunakan HAK JAWAB saya. Di sini saya sengaja menulis namanya dengan singkat “si goen”, itu pun cukup dengan huruf kecil. Bagi saya huruf besar hanya untuk orang yang besar, apalagi nama MUHAMMAD hanya untuk orang mulia.
Saya senang dengan catatan pinggir si goen, bahkan saya sempat tertawa saat membacanya. Bagaimana tidak? Bukankah hal yang sangat membahagiakan ketika kita mendapatkan “musuh” galau dan panik, apalagi depresi berat, ketakutan dan hilang kontrol.
Anehnya, si goen yang selama ini tidak pernah memuji pemerintah, tiba-tiba melalui catatan pinggirnya menjilat Polisi, Jaksa, Hakim hingga Presiden. Kenapa? Takut atau cari muka? Mungkin si goen sedang depresi, takut dituntut dan diperiksa sebagai “biang kerok” insiden Monas? Atau si goen sedang ketar-ketir kedoknya terbuka sebagai antek asing? Atau si goen sedang bingung hilangkan jejak dana asing ratusan juta dolar yang diterimanya bersama “gang” akkbb, dari bosnya di amerika, melalui asia foundation ford foundation, usaid, ndi, rockefeller, dll?
Lebih anehnya lagi, si goen ingin “menggurui” saya dan Al-Ustadz Asy-Syeikh Abu Bakar Ba’asyir tentang iman, ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan Pancasila.
Lucu, si goen dan “gerombolannya” yang selama ini mati-matian membela pornografi, pornoaksi, sex bebas, homo sex, lesbi, nabi palsu, aliran sesat. Bahkan menghina Allah dan Rasul-Nya, memfitnah Iskam dan Al-Qur’an. Dia ingin menggurui kami? Itukah “iman” dan “ketuhanan” yang ingin diajarkan si goen kepada saya dan Syeikh Ba’asyir?!
Sejak kapan si goen mengenal kemanusiaan dan keadilan? Saat ”geng” si goen ”dikemplang bambu” oleh Komando Laskar Islam (KLI) pimpinan Sang Pahlawan Munarman, teriakan si goen dan ”gerombolannya” keras sekali. Namun dimana suara mereka untuk ribuan Umat Islam yang ”dibantai dengan sadis” di Sampit, Sambas, Ambon, dan Poso? Mana pula suaranya untuk Kasus Banyuwangi?
Selain itu, si goen ini getol betul membela pki, bahkan nekat memutar-balikan fakta sejarah dengan mengatakan bahwa pki sebagai ”korban pembantaian”. Lalu bagaimana dengan kebiadaban pki yang telah membakar pesantren, membantai santri, membunuh kyai, menculik jenderal, mengkhianati negara, mengangkangi Pancasila? Kemanusiaan dan keadilan itukah yang ingin ditunjukkan si goen kepada saya dan Ustadz Ba’asyir?!
Soal Pancasila, lagi-lagi si goen sok menggurui. Saya ingin bertanya: Pancasilais kah orang maca berikut ini: yang membela pki sang pengkhianat Pancasila? yang ingin memperkosa kawan gadis ”lsm”nya sendiri? yang membayar orang miskin untuk demo tentang apa yang tidak mereka paham? yang menipu orang kampung dengan janji wisata ke Dunia Fantasi-Ancol, ternyata diajak demo di Monas? Yang membohongi publik dengan publikasi foto Panglima KLI yang sedang mencekik anak buahnya sendiri, lalu dipelintir menjadi berita Panglima KLI mencekik anggota gerombolan akkbb? Yang menerima dana asing untuk memecah belah bangsa? Yang menjadi antek asing? Yang membentuk atau mendukung lsm-lsm komprador yang menjadi antek asing? Yang menjual harkat dan martabat bangsa dengan dolar?
Pantaskah orang macam itu bicara Pancasila? Orang model itukah yang ingin menggurui saya dan Amir MMI?! Memalukan sekali. Orang yang tidak bermoral bicara tentang moral. Orang yang rasis dan fasis berbicara tentang kekeluargaan dan persamaan.
Saya ingatkan anda goen: Indonesia memang bukan Arab dan Turki, tapi jangan lupa Indonesia bukan amerika! Indonesia memang bukan negara Agama, tapi Indonesia juga bukan negara syetan yang kau bisa seenaknya menistakan agama dan budaya.
Indonesia adalah Indonesia, negeriku tercinta, yang takkan kubiarkan orang macammu untuk merusak dan menghancurkannya. Aku anak Indonesia dan kau gundik amerika.
Ingat, orang yang hidupnya hanya berpikir tentang apa yang masuk ke perutnya, maka harga dirinya sama dengan apa yang keluar dari perutnya.
Jakarta, 21 Juni 2008
Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab
Ketua Umum Front Pembela Islam
Advokasi Anti Ahmadiyah selaku Kuasa Hukum Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab, Mendatangi Kantor Majalah TEMPO untuk menyampaikan HAK JAWAB HABIB RIZIEQ terhadap CATATAN PINGGIR GOENAWAN MOHAMAD di majalah TEMPO edisi 16-22 Juni 2008 yang telah secara BIADAB penuh sikap RASIS dan FASIS menghina Habib Rizieq dan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
ReplyDeleteNamun ternyata majalah TEMPO hingga saat ini tidak sudi memuat HAK JAWAB tersebut. Karenanya, wajar jika dari balik sel tahanan Habib Rizieq Syihab menyerukan Umat Islam : “SUDAH WAKTUNYA UMAT ISLAM MEMBOIKOT TEMPO !” Berikut ini HAK JAWAB HABIB RIZIEQ yang TEMPO takut memuatnya disebarkan ke seluruh dunia :
Si goen
Setelah membaca catatan pinggir si goen dalam majalah tempo edisi 16-22 Juni 2008, saya rasakan sel tahanan yang semula sempit dan pengap, berubah menjadi luas dan nyaman.
Tadinya, saya enggan menulis tanggapan ini, tapi karena si goen bertanya dan menantang, maka saya gunakan HAK JAWAB saya. Di sini saya sengaja menulis namanya dengan singkat “si goen”, itu pun cukup dengan huruf kecil. Bagi saya huruf besar hanya untuk orang yang besar, apalagi nama MUHAMMAD hanya untuk orang mulia.
Saya senang dengan catatan pinggir si goen, bahkan saya sempat tertawa saat membacanya. Bagaimana tidak? Bukankah hal yang sangat membahagiakan ketika kita mendapatkan “musuh” galau dan panik, apalagi depresi berat, ketakutan dan hilang kontrol.
Anehnya, si goen yang selama ini tidak pernah memuji pemerintah, tiba-tiba melalui catatan pinggirnya menjilat Polisi, Jaksa, Hakim hingga Presiden. Kenapa? Takut atau cari muka? Mungkin si goen sedang depresi, takut dituntut dan diperiksa sebagai “biang kerok” insiden Monas? Atau si goen sedang ketar-ketir kedoknya terbuka sebagai antek asing? Atau si goen sedang bingung hilangkan jejak dana asing ratusan juta dolar yang diterimanya bersama “gang” akkbb, dari bosnya di amerika, melalui asia foundation ford foundation, usaid, ndi, rockefeller, dll?
Lebih anehnya lagi, si goen ingin “menggurui” saya dan Al-Ustadz Asy-Syeikh Abu Bakar Ba’asyir tentang iman, ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan Pancasila.
Lucu, si goen dan “gerombolannya” yang selama ini mati-matian membela pornografi, pornoaksi, sex bebas, homo sex, lesbi, nabi palsu, aliran sesat. Bahkan menghina Allah dan Rasul-Nya, memfitnah Iskam dan Al-Qur’an. Dia ingin menggurui kami? Itukah “iman” dan “ketuhanan” yang ingin diajarkan si goen kepada saya dan Syeikh Ba’asyir?!
Sejak kapan si goen mengenal kemanusiaan dan keadilan? Saat ”geng” si goen ”dikemplang bambu” oleh Komando Laskar Islam (KLI) pimpinan Sang Pahlawan Munarman, teriakan si goen dan ”gerombolannya” keras sekali. Namun dimana suara mereka untuk ribuan Umat Islam yang ”dibantai dengan sadis” di Sampit, Sambas, Ambon, dan Poso? Mana pula suaranya untuk Kasus Banyuwangi?
Selain itu, si goen ini getol betul membela pki, bahkan nekat memutar-balikan fakta sejarah dengan mengatakan bahwa pki sebagai ”korban pembantaian”. Lalu bagaimana dengan kebiadaban pki yang telah membakar pesantren, membantai santri, membunuh kyai, menculik jenderal, mengkhianati negara, mengangkangi Pancasila? Kemanusiaan dan keadilan itukah yang ingin ditunjukkan si goen kepada saya dan Ustadz Ba’asyir?!
Soal Pancasila, lagi-lagi si goen sok menggurui. Saya ingin bertanya: Pancasilais kah orang maca berikut ini: yang membela pki sang pengkhianat Pancasila? yang ingin memperkosa kawan gadis ”lsm”nya sendiri? yang membayar orang miskin untuk demo tentang apa yang tidak mereka paham? yang menipu orang kampung dengan janji wisata ke Dunia Fantasi-Ancol, ternyata diajak demo di Monas? Yang membohongi publik dengan publikasi foto Panglima KLI yang sedang mencekik anak buahnya sendiri, lalu dipelintir menjadi berita Panglima KLI mencekik anggota gerombolan akkbb? Yang menerima dana asing untuk memecah belah bangsa? Yang menjadi antek asing? Yang membentuk atau mendukung lsm-lsm komprador yang menjadi antek asing? Yang menjual harkat dan martabat bangsa dengan dolar?
Pantaskah orang macam itu bicara Pancasila? Orang model itukah yang ingin menggurui saya dan Amir MMI?! Memalukan sekali. Orang yang tidak bermoral bicara tentang moral. Orang yang rasis dan fasis berbicara tentang kekeluargaan dan persamaan.
Saya ingatkan anda goen: Indonesia memang bukan Arab dan Turki, tapi jangan lupa Indonesia bukan amerika! Indonesia memang bukan negara Agama, tapi Indonesia juga bukan negara syetan yang kau bisa seenaknya menistakan agama dan budaya.
Indonesia adalah Indonesia, negeriku tercinta, yang takkan kubiarkan orang macammu untuk merusak dan menghancurkannya. Aku anak Indonesia dan kau gundik amerika.
Ingat, orang yang hidupnya hanya berpikir tentang apa yang masuk ke perutnya, maka harga dirinya sama dengan apa yang keluar dari perutnya.
Jakarta, 21 Juni 2008
Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab
Ketua Umum Front Pembela Islam
luar biasa kita belajar betapa hebatnya JIL menyulap tai kucing jadi coklat melalui permainan kata2 dan logika yang sepintas hebat tapi sebetulnya kampungan....apa sih demokrasi? pemboikotan hamas sang pemenag pemilu dan pemboikotan fis sang pemenag pemilu aljazair oleh negara yang menghancurkan irak dengan slogan "demi demokrasi" kah?
ReplyDelete