tag:blogger.com,1999:blog-31675900354804929702024-03-19T00:42:59.628-07:00nong darol mahmadaberproses mencipta Surga Dunianong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.comBlogger66125tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-11216737277824889512018-08-29T23:02:00.003-07:002018-08-29T23:02:58.005-07:00Poligami Tak Semudah Memuntahkan Sperma ke Lubang Baru<br />
Setiap memasuki dunia pernikahan maka selalu ucapannya adalah semoga
menjadi keluarga sakinah mawaddah dan rahmah. Tujuan pernikahan memang
untuk meraih hidup yang sakinah (tenang) dalam balutan mawaddah (Cinta)
dan rahmah (kasih sayang), bukan hanya sekedar menyalurkan kebutuhan
biologis saja.<br />
<br />
Namun baru baru ini di media sosial ramai curhat
kekecewaan Dian Rose, istri penyanyi Opick. Ia kecewa suaminya menikah
lagi secara diam-diam dengan perempuan yang cukup dekat dengan
keluarganya. Dian dan Opick telah menikah selama 17 tahun dan telah
dikaruniai 6 putra/i.<br />
<div class="picBox medium
">
<a class="overlayLink init" href="https://www.dw.com/id/poligami-tak-semudah-memuntahkan-sperma-ke-lubang-baru/a-40249889#" rel="nofollow" style="cursor: pointer;"> </a> <br />
</div>
Tentu
saja saya sangat memahami dan memaklumi kekecewaan dan kemarahan Dian
sebagai seorang istri yang telah dikhianati suaminya ini. Meski sang
suami berargumen bahwa poligami dibolehkan oleh agama tapi saya
sepenuhnya setuju dengan pernyataan Dian bahwa "Poligami <em>ngga</em> semudah memuntahkan spermamu pada lubang yang baru". Saya mengamini sepenuhnya pernyataan ini.<br />
<br />
<br />
<strong>Syaratnya berat</strong><br />
<br />
Dalam
doktrin Islam baik itu Alquran maupun Hadis, poligami memang disebutkan
secara terang benderang. Tapi saya malah memahaminya perilaku ini
dilarang karena syaratnya sangat berat yaitu harus bisa bersikap adil.
Bahkan karena sulitnya berlaku adil maka Alquran menyarankan agar
beristri satu saja.<br />
<br />
Juga dalam kenyataannya, kebanyakan suami
yang melakukan poligami dimulainya dengan melakukan kebohongan sehingga
mengakibatkan kekerasan kepada anggota keluarga baik istri maupun
anak-anaknya. Ini juga yang terjadi pada poligami yang dilakukan oleh
Opick bila kita baca curahan hatinya yang viral itu.<br />
<br />
KH. Husein Muhamad dalam bukunya berjudul "Ijtihad Kyai Husein"
menyebut ada tiga pandangan terhadap poligami. Pertama, poligami adalah
Sunnah alias mengikuti perilaku nabi Muhamad. Keadilan yang eksplisit
disebut dalam Alquran cenderung diabaikannya atau hanya sebatas argumen
verbal belaka.<br />
<br />
Kedua, pandangan yang memperbolehkan poligami
dengan syarat-syarat yang ketat. Ketiga, pandangan yang melarang
poligami secara mutlak. Perbedaan pandangan ini berkaitan dalam
menafsirkan Surat An-Nisa ayat 3: "Dan jika kamu takut tidak bisa
berbuat adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (ketika kamu
menikahinya), maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu
senang: dua, tiga atau empat, jika kamu tidak bisa berbuat adil, maka
cukup seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."<br />
Pak Quraish Syihab
adalah seorang ulama yang bisa dianggap mewakili pandangan kedua.
Menurutnya, ayat ini tidak juga menganjurkan apalagi mewajibkan
poligami. Ayat tersebut hanya bicara tentang bolehnya poligami, dan itu
pun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang
sangat amat membutuhkan, dan dengan syarat yang tidak ringan.<br />
<br />
<strong>Merujuk pada pernikahan Nabi Muhamad secara utuh</strong><br />
<strong> </strong><br />
Kata
Pak Quraish, bila kita belajar dan merujuk pada pernikahan Nabi Muhamad
secara utuh, beliau menikah monogami (satu istri) dengan Khadijah
selama 25 tahun. Kehidupan poligami Nabi hanya 8 tahun. Jika demikian,
mengapa bukan masa yang lebih banyak yang diteladani?<br />
Bahkan
dengan terang-terangan Nabi tidak mengizinkan puterinya, Fatimah, dimadu
oleh suaminya, Ali bin Thalib. Ali pun taat dan hidup monogami sampai
Fatimah wafat. Alasan Nabi melarang Ali mempoligami puterinya karena itu
menyakiti hati puterinya, bila hati puterinya sakit maka beliau juga
sakit.<br />
<br />
Argumen di atas merupakan salah satu argumen dari pandangan ketiga
yang menolak perilaku poligami. Dengan memberikan dalil-dalil yang
berasal dari penafsiran atas ayat-ayatnya Alquran dan Hadis menyatakan
bahwa Islam memilih sistem monogami. Tidak ada ayat Alquran yang
mengapresiasi perilaku poligami, apalagi mengaitkan poligami dengan
ukuran ketakwaan seseorang. Dalam ayat di atas jelas dan tegas menolak
poligami "Yang demikian itu (monogami) lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya."<br />
<br />
Jadi pernyataan Dian Rose yang mengatakan bahwa poligami
ngga semudah memuntahkan sperma pada lubang yang baru itu adalah benar
adanya. Dan semestinya keluarga harus dirawat dan dibangun agar terwujud
suasana mawaddah, penuh cinta dan kasih sayang tanpa ada kekerasan
karena godaan lubang baru.<br />
<br />
<br />
Tulisan ini dimuat di <a href="https://www.dw.com/id/poligami-tak-semudah-memuntahkan-sperma-ke-lubang-baru/a-40249889">https://www.dw.com/id/poligami-tak-semudah-memuntahkan-sperma-ke-lubang-baru/a-40249889 </a>nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-18350847785722201452016-08-18T20:19:00.002-07:002016-08-18T20:19:54.953-07:00JILBAB, KEWAJIBAN ATAU BUKAN?<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Pakaian
penutup kepala perempuan di Indonesia semula lebih umum dikenal dengan
kerudung, tetapi permulaan tahun 1980-an lebih populer dengan jilbab. Jilbab
berasal dari akar kata <i>jalaba</i>,
berarti menghimpun dan membawa. Jilbab pada masa Nabi Muhammad SAW ialah
pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kaki
perempuan dewasa.</span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Jilbab
dalam arti penutup kepala hanya dikenal di Indonesia. Di beberapa negara Islam,
pakaian sejenis jilbab dikenal dengan beberapa istilah, seperti <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">chador</span></i> di Iran, <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">pardeh</span></i> di India
dan Pakistan, <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">milayat</span></i> di Libya, <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">abaya</span></i> di Irak,<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">charshaf</span></i> di
Turki, <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i>di beberapa
negara Arab-Afrika seperti di Mesir, Sudan, dan Yaman. Hanya saja pergeseran
makna <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> dari semula berarti
tabir, berubah makna menjadi pakaian penutup aurat perempuan semenjak abad ke-4
H.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Jilbab Pra-Islam<o:p></o:p></span></b></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Terlepas
dari istilah yang dipakai, sebenarnya konsep hijab bukanlah ‘milik’ Islam.
Misalnya dalam kitab Taurat, kitab suci agama Yahudi, sudah dikenal beberapa
istilah yang semakna dengan <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> seperti<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">tif’eret</span></i>. Demiki-an
pula dalam kitab Injil yang merupakan kitab suci agama Nasrani juga ditemukan
isti-lah semakna. Misalnya istilah <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">zammah, re’alah</span></i>,<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;"> zaif</span></i> dan <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">mitpahat</span></i>.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Bahkan
kata Eipstein yang dikutip Nasa-ruddin Umar dalam tulisannya yang pernah dimuat
di <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">Ulumul Quran,</span></i>konsep <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> dalam arti penutup kepala sudah dikenal
sebelum adanya agama-agama Samawi (Yahudi dan Nasrani). Bahkan kata pak Nasar,
pakaian seperti ini sudah menjadi wacana dalam Code Bilalama (3.000 SM),
kemudian berlanjut di dalam Code Hammurabi (2.000 SM) dan Code Asyiria (1.500
SM). Ketentuan penggunaan jilbab sudah dikenal di beberapa kota tua seperti
Mesopotamia, Babilonia, dan Asyiria. (<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">Kompas, 25/11/02)</span></i></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tradisi
penggunaan kerudung pun sudah dikenal dalam hukum kekeluargaan Asyiria. Hukum
ini mengatur bahwa isteri, anak perempuan dan janda bila bepergian ke tempat
umum harus menggunakan kerudung. Dan kalau merunut lebih jauh mengenai konsep
ini, ketika Adam dan Hawa diturunkan ke bumi, maka persoalan pertama yang
mereka alami adalah begaimana menutup kemaluan mereka (aurat) (QS. Thaha/20:
121).<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Karena
itu tak heran, dalam literatur Yahudi ditemukan bahwa penggunaan <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> berawal dari dosa asal.
Yaitu dosa Hawa yang menggoda suaminya, Adam. Dosa itu adalah membujuk Adam
untuk memakan buah terlarang. Akibatnya, Hawa beserta kaumnya mendapat kutukan.
Tidak hanya kutukan untuk memakai hijab tetapi juga mendapat siklus menstruasi
dengan segala macam aturannya.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Jilbab dalam Tradisi Islam<o:p></o:p></span></b></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Nah,
berbeda dengan konsep <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb </span></i>dalam tradisi Yahudi dan Nasrani, dalam
Islam, <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> tidak ada
keterkaitan sama sekali dengan kutukan atau menstruasi. Dalam konsep
Islam, <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> dan
menstruasi pada perem-puan mempunyai konteksnya sendiri-sendiri.
Aksentuasi <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> lebih
dekat pada etika dan estetika dari pada ke persoalan substansi ajaran.
Pelembagaan<i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> dalam Islam di-dasarkan
pada dua ayat dalam Alqur’an yaitu QS. Al-Ahzab/ 33: 59 dan QS. An-Nur/24: 31.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Kedua
ayat ini saling menegaskan tentang aturan berpakaian untuk perempuan Islam.
Pada surat An-Nur, kata <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">khumur </span></i>meru-pakan
bentuk pulral dari <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">khimar </span></i>yang
artinya kerudung. Sedangkan kata <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">juyub </span></i>merupakan
bentuk plural dari dari kata <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">jaib </span></i>yang
artinya adalah <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ash-shadru</span></i> (dada). Jadi<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">kalimat hendakl-ah mereka menutupkan kain kerudung ke dada-nya</span></i> ini
merupakan reaksi dari tradisi pakaian perempuan Arab Jahiliyah.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Seperti
yang digambarkan oleh Al-Allamah Ibnu Katsir di dalam tafsirnya: “Perempuan
pada zaman jahiliyah biasa melewati laki-laki dengan keadaan telanjang dada
tanpa ada selimut sedikitpun. Bahkan kadang-kadang mereka memperlihatkan
lehernya untuk memperlihatkan semua perhiasannya”.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sementara
itu Imam Zarkasyi memberikan komentarnya mengenai keberadaan perempuan pada
masa jahiliyah: “Mereka mengenakan pakaian yang membuka leher bagian dadanya,
sehingga tampak jelas selu-ruh leher dan urat-uratnya serta anggota sekitarnya.
Mereka juga menjulurkan keru-dungnya mereka ke arah belakang, sehingga bagian
muka tetap terbuka. Oleh karena itu, maka segera diperintahkan untuk
mengulur-kan kerudung di bagian depan agar bisa menutup dada mereka”.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Pakaian
yang memperlihatkan dadanya ini pernah dilakukan Hindun binti Uthbah ketika
memberikan semangat perang kaum kafir Mekah melawan kaum muslim pada perang
Uhud. Dan ini biasa dilakukan perempuan jahiliyah dalam keterlibatannya
berperang untuk memberikan semangat juang.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Selain
karena faktor kondisional seperti yang digambarkan di atas, kedua ayat ini juga
turunnya lebih bersifat politis, diskriminatif dan elitis. Surat Al-Ahzab yang
didalamnya terdapat ayat hijab turun setelah perang Khandaq (5 Hijriyah).
Sedangkan surat An-Nur turun setelah al-Ahzab dan kondisinya saat itu sedang
rawan. Bersifat politis sebab ayat-ayat di atas turun untuk menjawab serangan
yang dilancarkan kaum munafik, dalam hal ini Abdullah bin Ubay dan
konco-konconya, terhadap umat Islam. </span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Memakai Perempuan untuk Memfitnah?</span></b></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Serangan kaum munafik ini “memakai”
perempuan Islam dengan cara memfitnah isteri-isteri Nabi, khususnya Siti
Aisyah. Peristiwa terha-dap Siti Aisyah ini disebut peristiwa peristiwa<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">al-ifk. </span></i>Pada saat itu, peristiwa ini sangat
menghebohkan sehingga untuk mengakhiri-nya harus ditegaskan dengan
diturun-kannya lima ayat yaitu QS. An-Nur/23: 11-16.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Ayat-ayat
ini juga turun di saat kondisi sosial pada saat itu tidak aman seperti yang
diceritakan di atas. Gangguan terhadap perempuan-perempuan Islam sangat gencar.
Semua ini dalam rangka menghancurkan agama Islam. Maka ayat itu ingin
melindungi perempuan Islam dari pelecehan itu.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Menurut
Abu Syuqqah, perintah untuk mengulurkan jilbab pada ayat di atas, mengandung
kesempurnaan pembedaan dan kesempurnaan keadaan ketika keluar. Dan Allah Swt
telah menyebutkan alasan perintah berjilbab dan pengulurannya.
Firman-Nya, <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. </span></i>Dalam hal ini, untuk
membedakan perempuan merdeka dan</span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">
perempuan budak.</span><br />
<br />
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Ambiguitas Islam?</span></b></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Inilah
yang dipahami bersifat elitis dan diskriminatif. Karena dengan ayat ini, ingin
membedakan status perempuan Islam yang merdeka dan budak. Di sini dapat dilihat
am-biguitas Islam dalam melihat posisi budak. Satu sisi ingin menghancurkan
perbudakan, di sisi lain, masih mempertahankannya dalam strata masyarakat Islam
misalnya dalam perbedaan berpakaian di atas.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Namun
menurut saya, untuk menghindari penafsiran ambigu tersebut, maka titik tekan
penafsiran itu adalah etika moral ayat itu. Yaitu tidak hanya sebagai aturan
dalam berpakaian saja. Sehingga tidak ada perbedaan antara perempuan merdeka
dengan budak, tetapi lebih pada suruhan untuk sopan dan bersahaja (<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">modesty</span></i>) yang bisa dilakukan siapa saja.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Dalam
dunia Islam, banyak buku tentang tentang <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> ditulis, yang dalam pengertian luasnya
menyebutkan pakaian perempuan Islam yang baik, pemisahan perempuan dan
pembatasan kontak perempuan dengan laki-laki yang bukan keluarganya. Ayat-ayat
di atas yang berkenaan dengan isu ini tidak memberikan perintah yang tersurat
bagi perempuan Islam. Ini hanya membicarakan kesopanan perempuan pada umumnya
dan menetapkan peraturan bagi isteri-isteri Nabi.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Seperti
pernah dikemukakan Fatima Mernissi dalam buku<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;"> Wanita dalam Islam</span></i>,
dalam masa-masa awal kehidupan Islam, ruang yang diciptakan Nabi sepertinya
tidak ada dikotomi antara ruang privat Nabi dan isteri-isterinya dengan kaum
muslimin lainnya. QS. Al-Ahzab/33:53 menegaskan akan ruang privat Nabi dan
isteri-isterinya yang berarti diduga sebelumnya tidak ada dikotomi publik dan
privat.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Pelembagaan
jilbab dan pemisahan perempuan mengkristal ketika dunia Islam bersentuhan
dengan peradaban Hellenisme dan Persia di kedua kota penting tersebut. Pada
periode ini, jilbab yang tadinya merupa-kan pakaian pilihan (o<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ccasional costume</span></i>) mendapatkan kepastian hukum (<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">institutionalized</span></i>), pakaian wajib bagi perempuan Islam.
Kedua kota tersebut juga punya andil besar dalam kodifikasi kitab-kitab
standard seperti hadis, tafsir, fikih, tarekh, termasuk pem-bakuan standar
penulisan (<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">rasm</span></i>) dan bacaan (<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">qira’at</span></i>) Alqur’an.
Disadari atau tidak, unsur Hellinisme-Persia ikut berpengaruh di dalam
kodifikasi dan standardisasi tersebut. Sebagai contoh, riwayat Israiliyat ikut
mempertebal jilid kitab <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">Tafsir al-Thabary </span></i>yang
kemudian menjadi rujukan ulama pada kitab-kitab tafsir sesudahnya.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Menurut
Ruth Rodded dalam bukunya <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">Kembang Peradaban</span></i>,
sampai sekarang masih terjadi perbedaan pendapat mengenai makna dan penerapan
praktis ayat-ayat <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i>. Perbedaan pendapat ini juga berkisar pada
definisi-definisi yang tepat mengenai kata-kata tertentu (termasuk
istilah <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i>), konteksnya
dan apakah peraturan yang ditetapkan untuk isteri-isteri Nabi harus menjadi
norma bagi semua perempuan Islam. Namun seperti yang dikatakan Harun Nasution,
“Pendapat yang mengatakan <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb </span></i>itu wajib, bisa dikatakan ya. Dan yang
mengatakan tidak wajib pun bisa dijawab ya. Tapi batasan-batasan aturan yang
jelas mengenai <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb </span></i>ini tidak
ada dalam Alqur’an dan hadits-hadits mutawatir.” (<i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">Islam Rasional, h.332</span></i>)<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Jilbab adalah Budaya <o:p></o:p></span></b></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Nah,
pandangan yang mengatakan bahwa jibab itu tak wajib salah satunya bisa kita
temukan dalam pada karya Muhammad Sa’id
Al-Asymawi yang berjudul <i>Haqiqatul
Hijab wa Hujjiyyatul Hadits</i>. Dalam buku tersebut, Al-Asymawi berkata bahwa
hadis-hadis yang menjadi rujukan tentang pewajiban jilbab atau <i><u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">h</span></u><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">ijâb</span></i> itu adalah Hadis <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">Ahad</span></i> yang tak bisa dijadikan landasan hukum tetap.
Bila jilbab itu wajib dipakai perempuan, dampaknya akan besar. Seperti
kutipannya: “Ungkapan bahwa rambut perempuan adalah aurat karena merupakan
mahkota mereka. Setelah itu, nantinya akan diikuti dengan pernyataan bahwa
mukanya, yang merupakan singgasana, juga aurat. Suara yang merupakan kekuasaannya,
juga aurat; tubuh yang merupakan kerajaannya, juga aurat. Akhirnya, perempuan
serba-aurat.” Implikasinya, perempuan
tak bisa melakukan aktivitas apa-apa sebagai manusia yang diciptakan Allah
karena serba aurat.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Selama
ini, kita terbiasa membaca buku atau pernyataan tentang kewajiban jilbab
disertai ayat Alqur’an dan Hadis serta ancaman bila perempuan Islam tak
memakainya. Buku ini, secara blak-blakan, mengurai bahwa jilbab itu bukan
kewajiban. Bahkan tradisi berjilbab di kalangan sahabat dan <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">tabi’in</span></i>, menurut Al-Asymawi, lebih merupakan keharusan
budaya daripada keharusan agama.</span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Saya
menulis artikel ini bukan berarti saya
fobia atau <i><span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0cm; padding: 0cm;">over estimate </span></i>terhadap jilbab.
Sepanjang pemakaian jilbab itu dikarenakan atas kesadaran sebagai sebuah
pilihan dan sebagai ekspresi pencarian jati diri seorang perempuan muslimah,
tidak ada unsur paksaan dan tekanan, saya sangat menghormati dan menghargainya.</span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tulisan ini dimuat di <a href="http://www.dw.com/id/jilbab-kewajiban-atau-bukan/a-19388111">http://www.dw.com/id/jilbab-kewajiban-atau-bukan/a-19388111</a></span></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></o:p></div>
nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-89331490115823818852016-08-18T20:14:00.001-07:002016-08-18T20:14:33.683-07:00JILBAB WARNA WARNI<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Salah
satu isu sentral dalam tema perempuan Islam selain soal khitan perempuan,
poligami dan lainnya adalah tentang jilbab. Beberapa waktu lalu Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau biasa disapa Ahok, di depan ribuan kepala sekolah TK, SD, SMP, SMA, SMK,
dan pejabat struktural eselon III serta IV di lingkungan Dinas Pendidikan DKI
Jakarta mengatakan soal larangan aturan pemakaian jilbab di sekolah. Menurut Ahok, soal penggunaan jilbab
merupakan hak pribadi seseorang. Sekolah tidak boleh mewajibkan siswinya untuk
menggunakan jilbab. Dengan tegas Ahok mengatakan, "Anda mengimani kalau
kerudung itu sebagai sesuatu yang bisa menyelamatkan Anda, ya silakan, tetapi
Anda tidak bisa memaksa semua anak pakai kerudung."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Di
tengah kecenderungan semua pihak dalam
hal ini pemimpin daerah yang berlomba-lomba membuat aturan pemakaian busana
muslimah dengan alasan untuk melindungi perempuan, Ahok malah bersikap
sebaliknya. Ahok memang bukan tokoh Islam dan mungkin sebagian orang
beranggapan atau bahkan geram karena dianggap tak layak dijadikan rujukan untuk
mendasarkan pemahaman kita tentang jilbab. Namun pemikiran Ahok tentang jilbab ini
mengingatkan saya pada pembaharu Islam seperti Muhamad Abduh , Gus Dur, Nurcholish Madjid, Quraish
Shihab, Harun Nasution, dan pemikir Islam lainnya dalam melihat jilbab
yang memang secara doktrin multitafsir. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
Jilbab, secarik kain
untuk menutupi kepala dan rambut perempuan, tak bisa kita melihatnya secara
hitam putih. Di Indonesia pun jilbab mengalami evolusi dalam pemakaiannya. Dulu
hanya sehelai kain yang menutup kepala atau dikenal sebagai kerudung, karena
itu untuk solat perempuan di Indonesia memakai mukena. </div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<b>Tren Komunitas Hijabers</b></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
Namun terjadinya
Revolusi Iran di akhir 1970-an berpengaruh dalam mengubah model pemakaian
jilbab menjadi lebih tertutup. Sekarang bahkan dengan aneka warna dan gaya yang
dipopulerkan oleh komunitas hijabers yang membuat berjilbab sangat modis dan <i>fashionable.</i> </div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
Dalam konteks itu, saya
teringat dengan tulisan Mohamad Guntur Romli tentang Pelangi Tipologi Jilbab (2007) untuk menjelaskan secara
keseluruhan trend jilbab di masyarakat kita. Menurutnya, ada empat tipologi
yang bisa dipakai saat melihat fenomena jilbab ini. Tipologi ini berhubungan
dengan motif, bentuk jilbab, dan gaya hidup yang mengenakannya. </div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<em>Pertama</em>,
jilbab atas alasan teologis, yaitu kewajiban agama. Mereka yang mengenakan
jilbab ini akan memahaminya sebagai kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan.
Bentuk jilbab pun sesuai dengan standar-standar syariat, tak hanya menutup
rambut dan kepala, tapi juga--menurut sebagian dari mereka--hingga sampai ke
dada. Ini yang sekarang dikenal sebagai jilbab syar’i, jilbab yang lebar, yang
menutupi seluruh tubuh. Perempuan yang mengenakan jilbab seperti ini juga akan
berhati-hati bergaul di ruang publik. </div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<em>Kedua</em>, alasan
psikologis. Perempuan yang berjilbab atas motif ini sudah tidak memandang lagi
jilbab sebagai kewajiban agama, tapi sebagai budaya dan kebiasaan yang bila
ditinggalkan akan membuat suasana hati tidak tenang. Kita bisa menemukan
muslimah yang progresif dan liberal masih mengenakan jilbab karena motif
kenyamanan psikologis tersebut. Bentuk jilbab yang dikenakan pun berbeda dengan
model pertama, dan disesuaikan dengan konteks dan fungsinya. Demikian juga dengan
gaya hidup yang memakainya, jauh lebih terbuka, dan pergaulan mereka sangat
luas. </div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<em>Ketiga</em>,
jilbab modis. Jilbab sebagai produk fashion. Saya memandang jilbab model ini
sebagai jawaban terhadap tantangan dunia model yang sangat akrab dengan
perempuan. Namun, di sisi lain, ada nilai-nilai agama yang berusaha
dipertahankan dan sebagai merek dagang. Munculnya outlet-outlet dan acara-acara
peragaan busana muslimah mampu menghadirkan model jilbab dan busana muslimah
yang telah melampaui persoalan agama. Jilbab warna warni dan sangat menarik
bisa bersanding bahkan bersaing dengan jenis busana lainnya</div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
Jilbab model ketiga
ini sangat menarik saat ini untuk dikaji lebih lanjut. Arus modernisasi dan
fashion tak bisa dibendung oleh apa pun. Ia bisa menciptakan fenomena baru. Dan
asumsi-asumsi yang dipakai untuk memandangnya pun tak bisa seperti yang
ditunjukkan oleh para ulama itu. Jenis jilbab inilah yang fenomenal, digandrungi
kawula muda dan kalangan kelas menengah. Apalagi dengan banyaknya selebritas
yang memakai jilbab dan tampil di media massa khususnya televisi. Dan bulan
Ramadan merupakan moment yang sangat sempurna untuk menampilkan jilbab modis
ini dengan pelbagai model & gaya disertai panduan cara memakainya. Jilbab
dan busana model ketiga ini tak bisa lagi dilihat dengan perspektif teologis, karena dalam aturan syariat yang
jumud, pakaian perempuan tidak boleh yang memancing perhatian publik. </div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<em>Keempat</em>,
jilbab politis. Fenomena ini muncul dari berbagai kelompok Islam yang
menggunakan simbol-simbol agama sebagai dagangan politik. Contoh di Indonesia,
bila ada itikad menerbitkan peraturan tentang moral ataupun syariah, mewajibkan
perempuan berjilbab menjadi agenda utama. Dalam konteks ini, jilbab tidak lagi
menjadi persoalan keimanan, kesalehan, dan kesadaran pribadi, namun dipaksakan
pemakaiannya ketika perempuan di ruang publik. Inilah yang terjadi di Aceh, Padang,
dan beberapa daerah di Indonesia yang ingin menerapkan syariat Islam. Bahkan di
sekolah-sekolah negeri di Jakarta pun, ada hari tertentu yang mewajibkan siswi
memakai jilbab. Inilah yang dikritik Ahok. </div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<b>Keyakinan Tak Perlu Aturan</b></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
Ada juga jilbab
dipakai sebagai bentuk perlawanan misalnya yang terjadi pada Revolusi Iran
dimana perempuan memakai jilbab sebagai bentuk perlawanan terhadap penguasa
yang tiran saat itu. Juga terjadi di era
Orde Baru dalam rangka melawan pelarangan pemakaian jilbab di sekolah negeri.
Saya tidak setuju dengan dua cara ekstrim ini: mewajibkan atau melarang
pemakaian jilbab. Bila benar jilbab
berhubungan dengan masalah keyakinan dan kesadaran, ia tak perlu peraturan,
baik yang mewajibkan maupun yang melarang. Dengan pemahaman seperti ini, jilbab
akan dipakai dan dipahami secara sehat karena merupakan bentuk ekspresi
keyakinan dan kebebasan. Jilbab dipakai sebagai model yang bisa memperkaya
khazanah busana, apakah ia dipandang sebagai pakaian agama atau sekedar budaya
belaka. </div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
Saya pribadi sangat
menghargai dan menghormati apabila ada perempuan Islam yang ingin mengenakan
jilbab sebagai bentuk keyakinan pribadi, tanpa harus memakai standar pribadi tersebut
terhadap orang lain. Misalnya pandangan bahwa yang memakai jilbab lebih soleh
dan terhormat dari yang tidak memakai. Jilbab sebagai keyakinan pribadi tak
perlu dimusuhi. Bila hal ini terjadi, akan menjadi senjata bagi model keempat
untuk mempolitisasi peristiwa tersebut.</div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
Namun, buat saya,
jilbab tetaplah merupakan pakaian individu, yang tidak bisa dijadikan sebagai
pakaian publik dan ukuran kesolehan seseorang. Saya sendiri biasa memakainya
dalam situasi dan kondisi tertentu. Jilbab sebagai produk budaya seperti halnya
pakaian lainnya akan senantiasa berubah mengikuti perkembangan zaman. </div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="style1" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<o:p>Tulisan ini dimuat di <a href="http://www.dw.com/id/jilbab-warna-warni/a-19402439">http://www.dw.com/id/jilbab-warna-warni/a-19402439 </a></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-48523423552063142362016-08-10T22:41:00.001-07:002016-08-10T22:41:54.601-07:00Sunat Perempuan, Untuk Apa?<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="line-height: 150%;">“Saat
</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> itu usia</span><span style="line-height: 150%;">ku mungkin sekitar </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">6 tahun</span><span style="line-height: 150%;">. </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> Umi, panggilan</span><span style="line-height: 150%;">ku untuk</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">
ibu</span><span style="line-height: 150%;">ku</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">,
memanggil masuk ke kamar. Hari itu bukanlah hari istimewa, biasa aja, tidak ada
keramaian apa-apa di rumah. </span><span style="line-height: 150%;">Aku </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">masuk ke kamar Umi, dan di sana udah ada Ibu Emping, dukun
paraji</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> (perempuan senior yang suka membantu
melahirkan atau biasa dikenal sebagai dukun beranak) di kampung kami. </span><span style="line-height: 150%;"> Aku </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">tidak curiga dan takut ketika diminta untuk mencopot </span><span style="line-height: 150%;">rokku</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> dan membuka celana, karena
yang meminta itu adalah Umiku. Setelah
itu, Umi mengangkat badanku dan memangkuku dan membuka kedua pahaku. Di situ
aku mulai merasa ketakutan, sempat protes tidak mau dan sempat meronta mau
kabur dari pangkuan Umi. Dengan sabar, Umiku menjelaskan sambil mengusap-usap
rambutku, kalau aku mau disunat sebagai petanda aku bukan anak kecil lagi.
Ketakutanku bertambah, aku sempat meronta tapi kedua pahaku udah telanjur
dipegang kuat oleh Ibu Emping dan badanku dipeluk erat oleh Umi. Kemudian ibu Emping mengeluarkan benda berwarna kuning
yang ternyata kunyit dan mengoleskannya di ujung klitorisku. Sempat kegelian,
dan eh ternyata prosesi sunatnya sudah selesai.
Umi memberiku uang sebagai
hadiah, aku girang dan langsung berlari ke warung untuk jajan dan bermain
kembali bersama teman-temanku.</span><span style="line-height: 150%;">”</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 150%;">Begitu</span><span style="line-height: 150%;">lah</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> proses sunat yang terjadi
kepadaku.</span><span style="line-height: 150%;"> Peristiwa</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">
itu masih kuat dalam ingatanku</span><span style="line-height: 150%;">. </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">. Ya, saya adalah termasuk salah satu perempuan yang disunat.</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> </span><span style="line-height: 150%;">Saya juga tidak mengerti untuk apa
saya di sunat? Sunat perempuan secara
doktrin dalam Alquran tidak ada sama sekali, bahkan secara medis pun sangat
membahayakan. Untungnya, sunat yang terjadi pada saya hanyalah simbolis, tidak
ada pemotongan atau mutilasi. Tapi praktek seperti yang terakhir ini, di beberapa daerah di
Indonesia itu terjadi dan semakin meningkat.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="line-height: 150%;">Hal
ini terbukti dengan hasil penelitian yang dilakukan</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> U</span><span style="line-height: 150%;">NICEF</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">, Badan Perserikatan Bangsa-bangsa </span><span style="line-height: 150%;">(PBB) </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">yang khusus menangani anak,</span><span style="line-height: 150%;"> tentang sunat perempuan (<i>female genital mutilation</i>) </span><span style="line-height: 150%;"> </span><span style="line-height: 150%;">yang dirilis bulan Februari lalu. </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> Ada temuan data yang menarik dari penelitian tentang </span><span style="line-height: 150%;">sunat
perempuan </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">yang
mengatakan bahwa Indonesia menjadi penyumbang ketiga tertinggi </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">angka praktik sunat perempuan dunia</span><span style="line-height: 150%;"> setelah </span><span lang="IN" style="background: white; line-height: 150%;">Gambia,
Mauritania</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">.
Tahun 2016 mencatat 200 juta perempuan dan anak perempuan mengalaminya, naik 60
juta dari data tahun 2014 yang mencatat hanya 140 juta praktik sunat di dunia.
Di Indonesia, menurut penelitian itu, separuh anak perempuan usia 11 tahun ke
bawah mengalami sunat.</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> </span><span lang="IN" style="background: white; line-height: 150%;">Keluarnya
data </span><span style="background: white; line-height: 150%;">ini</span><span lang="IN" style="background: white; line-height: 150%;"> sebetulnya ada kaitan dengan per</span><span style="background: white; line-height: 150%;">s</span><span lang="IN" style="background: white; line-height: 150%;">pektif PBB, yang menggunakan</span><span style="background: white; line-height: 150%;"> sunat perempuan
</span><span lang="IN" style="background: white; line-height: 150%;">sebagai indikator
apakah suatu negara memberi perlindungan terhadap anak atau tidak</span><span style="background: white; line-height: 150%;">, b</span><span lang="IN" style="background: white; line-height: 150%;">ukan sekadar angka</span><span style="background: white; line-height: 150%;"> belaka. Dalam temuan ini jelas memperlihatkan bahwa
sunat perempuan merupakan tindakan kekerasan (atas nama agama atau budaya)
terhadap anak.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="line-height: 150%;">Sebagai mayoritas berpenduduk muslim terbesar
di dunia, tentu saja hal yang biasa praktek sunat untuk anak perempuan
ditemukan di daerah-daerah di Indonesia. </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">Andree Feillard, peneliti dari Prancis, tahun 1998 bersama
Lies Marcoes, salah satu feminis Muslim senior
Indonesia pernah menulis artikel soal sunat perempuan di Indonesia untuk
Jurnal Archipel (vol 56/1998). Tulisan
berdasar penelitian lapangan. Dalam tulisan tersebut memperlihatkan bahwa
praktik sunat perempuan di Indonesia merupakan
gabungan adat (tradisi) dan proses inisiasi atau penanda keislaman di
sejumlah </span><span style="line-height: 150%;">N</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;">usantara.
Saat penelitian dilakukan, sunat perempuan hanyalah sebagai tradisi komunal.
Sunat dilakukan oleh dukun sunat dalam bentuk simbolik: ujung klitoris bayi
disentuh oleh kunyit atau menggunakan alat (pisau kecil, gunting, atau jarum).
Ini seperti pengalaman sunat perempuan yang saya alami, tak banyak orang yang
tahu. Feillard menyebut ritual itu bersifat “rahasia kecil” antarperempuan.
Namun di sejumlah daerah seperti Sulawesi Selatan, Madura, Cirebon, ritual ini
dirayakan keluarga dengan pesta adat, seperti tradisi keluargaku ketika
melakukan sunat untuk anak laki-laki. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="line-height: 150%;">Menurut
Feillard, praktik sunat perempuan di Indonesia
tidak seburuk </span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> seperti proses sunat perempuan yang
dilakukan di negara Afrika Utara</span><span lang="IN" style="line-height: 150%;"> </span><span lang="IN" style="background: white; color: #1e414e; line-height: 150%;">utamanya Mesir, Sudan, Somalia, dan Etiopia</span><span style="background: white; color: #1e414e; line-height: 150%;"> yang yang memotong atau memutilasi
seluruh vagina perempuan. Hal ini memang sangat membahayakan karena bisa
mengakibatkan pendarahan, infeksi, cacat seumur hidup dan perempuan tidak akan
pernah mengalami kenikmatan seksual karena dihilangkannya klitoris yang
merupakan sumber kenikmatan seksual perempuan. Namun di Indonesia pun tidak
semua praktik sunat perempuan dilakukan secara simbolis seperti pengalamanku
atau hasil riset Andree Feillard yang saya kemukakan tadi. Di beberapa daerah misalnya
di Madura, Lombok, Padang, praktik sunat perempuan dilakukan dengan cara
pemotongan klitoris atau sebagian daging di vagina. Ini pernah saya temui pada
teman saya yang sampai sekarang mengalami trauma berkepanjangan. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 19.15pt; margin-bottom: 18.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #1e414e;">Bagaimana sikap Pemerintah dalam hal ini
Menteri Kesehatan meresponi tradisi sunat perempuan yang berkembang di masyarakat?
Jawabannya, respon pemerintah seperti ombak saja, mengalami pasang surut. Di tahun 2006, Menteri
Kesehatan melarang praktik sunat terhadap perempuan, alasannya secara
medis sangat membahayakan. Tapi karena
adanya protes dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengatakan bahwa
Pemerintah tidak boleh melarang sunat perempuan karena dalam Islam dianjurkan,
maka di bulan November 2010 dikeluarkan
peraturan </span><span style="color: #4c4c4c;">tentang Sunat
Perempuan yang memberi otoritas pada pekerja medis tertentu, seperti dokter,
bidan dan perawat, untuk melakukan sunat pada pasien perempuan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div style="background: white; line-height: 19.15pt; margin-bottom: 18.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<span style="color: #4c4c4c;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bahkan detail teknis menyunat pun disebut dalam
peraturan tersebut, “Lakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan
klitoris dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai berukuran 20G-22G dari
sisi mukosa ke arah kulit, tanpa melukai klitoris” bunyi pasal 4 ayat 2 huruf
g. Duh, ngeri banget kang?<o:p></o:p></span></span></div>
<div style="background: white; line-height: 19.15pt; margin-bottom: 18.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #4c4c4c;">Peraturan ini sangat mengecewakan, karena itu banyak pihak
yang menentangnya terutama kalangan
aktifis perempuan. Alih-alih kementerian kesehatan menyosialisasikan bahaya
sunat perempuan malah memberikan <i>guidance</i>
cara melakukannya. Karena aturan inilah, di sejumlah rumah sakit, klinik Ibu
& Anak, puskesmas ada paket sunat dan tindik untuk bayi perempuan. Namun di
tahun 2013,</span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"> Kementerian Kesehatan telah mencabut Peraturan Menteri Kesehatan
tahun 2010 yang mengatur tentang praktik sunat perempuan, meski sudah dilarang
tapi pada kenyataannya praktik sunat perempuan masih tetap berlangsung di
masyarakat. </span><span style="color: #4c4c4c;"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="background: white; color: #1e414e; line-height: 150%;">Bagi saya, apapun caranya
praktik sunat perempuan, mau simbolis apalagi pemotongan dan mutilasi, saya
sangat tidak setuju dan menentangnya. Ada banyak alasan saya menolaknya: soal
kekerasan pada anak dan penghinaan pada tubuh perempuan. Selain itu juga tidak
ada pendasarannya di dalam Alquran.
Memang ada anjurannya di </span><span style="line-height: 150%;">Hadist yang isinya menganjurkan melakukan sunat perempuan. Tapi kalau kita
baca Hadis tersebut maksud dan tujuan sunat perempuan bukan untuk diri perempuan tapi untuk memberikan kemuliaan dan kenikmatan
seksual kepada sang suami dan tujuan
sunat perempuan supaya perempuan tidak
liar. Ini sungguh-sungguh keterlaluan,
sangat patriarkhis dan male-egoist.
Perempuan dihilangkan haknya untuk menikmati kepuasan seksual, diatur dan
dikontrol tubuhnya hanya untuk laki-laki (suami) dan ada <i>stereotype </i>kalau tidak disunat akan liar. Jadi, saya setuju dengan aturan
pemerintah sekarang yang melarang praktik jahiliyah itu diteruskan. Karena itu, sunat perempuan,
untuk apa? <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="line-height: 150%;">Tulisan ini dimuat di </span><span style="line-height: 24px;"><a href="http://www.dw.com/id/sunat-perempuan-untuk-apa/a-19270832">http://www.dw.com/id/sunat-perempuan-untuk-apa/a-19270832</a></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="color: #666666; line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--></span></span></div>
<span lang="IN" style="color: #666666; line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span>
<span lang="IN" style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><o:p></o:p></span></span><br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> </span><span style="font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></span></div>
nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-17010688485308145412016-08-10T22:29:00.000-07:002016-08-10T22:29:13.811-07:00Keadilan untuk Korban Kekerasan Seksual<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;">Ketika saya
pertama kali membaca kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi pada YY
beberapa waktu lalu, saya tak bisa tidur, saya menangis dan terus berdoa untuk
YY dan para korban sepertinya. Saya akui, saya memang terlalu emosional,
mungkin karena saya seorang ibu dan punya anak yang dua-duanya perempuan. Terus
terang, kasus ini menjadi teror buat saya. Terbayang terus menerus wajah YY
yang masih belia tak berdaya dan kesakitan karena diserang dan diperkosa 14
laki-laki, 7 di antaranya masih di bawah usia dewasa, tapi kelakuannya sadis
dan tak punya nurani. Tak hanya diperkosa keroyokan, YY pun disiksa sampai
meninggal dan tubuhnya yang sudah tak bernyawa itu dibuang ke jurang. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;">Sedihnya lagi, peristiwa
ini baru diketahui publik setelah sebulan kejadiannya. Setelah peristiwa ini
ramai muncul pelbagai tulisan yang menjelaskan situasi sosial tempat kejadian
perkara. Salah satunya ada yang mengatakan, di tempat peristiwanya di Rejang
Lebong Bengkulu, peristiwa pemerkosaan merupakan hal yang biasa terjadi. Penyebabnya
karena kemiskinan, pendidikan yang rendah, pengangguran, minuman keras dan
lainnya. Bisa dibilang daerah YY adalah daerah “merah”. Minuman keras kemudian
dijadikan kambing hitam karena pelaku pemerkosaan terhadap YY terjadi setelah para pelaku melakukan pesta miras.
Buat saya kondisi seperti itu tak bisa dijadikan <i>causa prima</i> kasus pemerkosaan itu terjadi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;">Bahkan ketua
komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrori Niam, berkata
nyaring menyalahkan minuman keras sebagai penyebab pemerkosaan. Tak hanya Niam, berbondong-bondong
para aktifis legalisasi anti minuman keras menjadikan kasus ini sebagai
momentum untuk mendorong disyahkannya UU pelarangan minuman keras. Ini
jelas-jelas ngawur, mengaburkan persoalan dan tidak adil untuk korban. Ada juga
pernyataan dari salah satu wakil rakyat kita yang menyalahkan korban karena
berjalan sendirian, ini lebih ngawur lagi. Sudah menjadi korban disalahkan
lagi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;">Menurut saya,
persoalan miras bukanlah penyebab utama terjadinya pemerkosaan. Banyak bukti
menunjukkan hal tersebut, salah satu contoh misalnya di Aceh. Daerah yang
menerapkan Syariat Islam ini pastinya melarang minuman keras dan kewajiban pakaian
tertutup untuk perempuan. Namun apa yang terjadi? Justeru kejadian kekerasan
seksual paling tinggi kejadiannya di Aceh dibanding di daerah lainnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 10.15pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span lang="IN" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;">Secara keseluruhan, data yang
dikumpulkan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) menunjukkan, sepanjang tahun 2015, tercatat 16.217 kasus kekerasan
terhadap perempuan termasuk di dalamnya pemerkosaan. Dari tahun 2001-2012, data
Komnas Perempuan menunjukkan, setiap dua jam, tiga perempuan termasuk anak
perempuan di bawah umur menjadi korban kekerasan seksual. Ini benar-benar
mengerikan!<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 10.15pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span lang="IN" style="color: #3e3e3e; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ansi-language: IN;">Data di atas memperlihatkan kekerasan
terhadap perempuan adalah bagian dari keseharian banyak perempuan dalam
masyarakat kita. Kenapa begitu? Karena budaya kita masih kuat dengan cara
pandang maskulin yang menganggap perempuan adalah objek seks. Ini yang disebut
budaya patriarkhi. Budaya patriarki ini telah menguasai dan mengungkungi cara
berpikir dan bertindak, dengan tidak mengakomodasi keset</span><span style="color: #3e3e3e; font-family: "Arial","sans-serif";">a</span><span lang="IN" style="color: #3e3e3e; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ansi-language: IN;">raan
jenis kelamin. Hubungan laki-laki dan perempuan menjadi hubungan subordinasi,
dalam wujud dominasi laki-laki terhadap perempuan di berbagai level. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;">Pertanyaannya,
apakah korban pemerkosaan seperti dalam kasus YY dan jutaan kasus pemerkosaan
lainnya akan mendapat keadilan? Tentu jawabannya akan sulit untuk korban mendapat
keadilan selama budaya patriarkhi masih kuat dalam masyarakat kita. Alih-alih
korban dilindungi malah distigma. Bahkan kita sering mendengar tentang
ketidakberpihakan pejabat publik, aparat dan perangkat hukum kepada korban. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN" style="font-family: Arial, sans-serif;"> <o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 10.15pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span lang="IN" style="color: #3e3e3e; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ansi-language: IN;">Dalam kasus kekerasan seksual terhadap
perempuan, korban kerap malah yang dipersalahkan. Seperti dalam kasus YY
misalnya disalahkan karena berjalan sendirian. Dalam banyak kasus lainnya yang
disalahkan adalah cara berpakaian perempuan, yang terbuka dan dianggap
menggoda. </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ansi-language: IN;">Bahkan yang paling parah lagi adalah kasus pemerkosaan
yang dilakukan oleh 8 laki-laki di Aceh, alih-alih korbannya dilindungi malah
dihukum cambuk. <span style="color: #3e3e3e;">Yang lebih gila lagi, ada
pernyataan dari Bupati di Aceh Barat yang mengatakan perempuan yang tidak
berpakaian sesuai Syariah Islam layak diperkosa. <o:p></o:p></span></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 10.15pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span lang="IN" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;">Ada banyak hal atau pekerjaan
yang mesti diselesaikan bangsa ini terkait keadilan untuk korban. Selain
bagaimana mengubah <i>mind set, paradigm</i>,
cara pandang yang patriarkis yang sudah berakar kuat di masyarakat menjadi
lebih menghargai dan menghormati perempuan, juga dibutuhkan payung hukum yang
benar-benar berpihak pada korban. <o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 10.15pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span lang="IN" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;">Di sinilah pentingnya UU
Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) secepatnya disahkan, bukan </span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;">R</span><span lang="IN" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;">UU pelarangan minuman keras. Dalam UU PKS ini ada upaya,
cara, usaha mengubah </span><span lang="IN" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #4a4a4a; font-family: Arial, sans-serif;">pandangan dan perilaku
penegak hukum, pembuat kebijakan dan masyarakat umum tentang kekerasan seksual
sebagai kejahatan kemanusiaan, bukan sekedar masalah susila. Yang paling
penting lagi, UU ini mengatur proses penyidikan dan peradilan yang berpihak
pada korban. Dalam </span><span lang="IN" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;">UU ini dikatakan secara
tegas bahwa tindakan pemerkosaan dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan.
Karena itu pelaku kejahatan kekerasan seksual pastinya mendapatkan hukuman yang
setimpal akibat perbuatannya itu. Undang-undang ini diharapkan bisa memberikan
keadilan untuk korban meski kehidupan yang sudah direnggut oleh si pemerkosa
tak mungkin bisa kembali</span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;">.</span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 10.15pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 10.15pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #3e3e3e; font-family: Arial, sans-serif;">Tulisan ini dimuat di <a href="http://www.satuharapan.com/read-detail/read/keadilan-untuk-korban-kekerasan-seksual">http://www.satuharapan.com/read-detail/read/keadilan-untuk-korban-kekerasan-seksual</a></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-83409021546466305822016-08-10T19:29:00.001-07:002018-08-29T22:52:56.494-07:00LGBT Mulia DI Sisi AllahNamanya Hartoyo, ia seorang gay. Hari-hari ini ia sibuk diwawancara media baik cetak, online bahkan sering nongol di TV terkait ramainya isu LGBT saat ini. Toyo, begitu kami memanggilnya, latar belakang pendidikannya sebagai sarjana peternakan di sebuah perguruan tinggi di Medan. Ia seorang muslim yang taat. Saya bersaksi, ia rajin solat dan puasa. Bahkan saking solehnya, ia pernah cerita, selepas kuliah ia ditawari kerja di peternakan babi, ia tolak meski gajinya tinggi. Alasannya buat dia babi itu haram. Makanya saya berani mengatakan Toyo ini adalah muslim yang soleh.<br />
<br />
Ya, saya sudah bilang, Toyo seorang gay. Ia tidak takut menunjukkan ke publik tentang identitasnya yang sekarang lagi kontroversi itu. Mungkin ia sudah melewati tahap itu. Seperti kebanyakan teman-teman LGBT lainnya, di awal-awal kehidupannya ia juga gelisah dan sering mempertanyakan kondisinya karena “berbeda” dengan yang lain. Dari awal muncul rasa tertarik, ia tidak pernah merasakan desiran istimewa dengan perempuan, sebaliknya ia merasa nyaman dan deg-degan dengan lelaki. Ini membuatnya gundah dan takut. Sebagai seorang muslim, ia hapal cerita tentang Nabi Luth, ia mengerti kalau kaum gay tidak punya tempat dan dianggap “dosa” di agama yang dipeluknya. Ia tidak mau berdosa, ia takut masuk neraka maka ia berusaha mati-matian menjadi lelaki normal dan sejati, tapi tetap tidak bisa. Akhirnya Toyo menjalani kondisinya sebagai gay dan tetap memilih Islam, agama yang mencap “dosa” pada kediriannya. Saya sering mengoloknya, inilah alasan kuat ia menjalani Islam dengan taat, menutupi rasa berdosanya. Ia hanya tertawa kalau saya berkomentar seperti itu.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Toyo pernah mengalami kekerasan, kekerasan dalam pengertian yang
sebenarnya. Pas lagi “berduaan” dengan pacarnya, ia digrebek masyarakat dan
diserahkan ke kantor polisi. Mereka dipermalukan dan dihina serendah-rendahnya
derajat sebagai manusia oleh
aparat. Ya, sama seperti remaja lainnya, Toyo pun punya pacar. Seperti
yang saya tadi sudah bilang, Toyo seorang gay, pacarnya berjenis kelamin
laki-laki. Karena kejadian itu, pacarnya trauma dan kemudian “menghilang”
sampai sekarang. Berbeda dengan
pacarnya, kejadian yang menyakitkan itu malah
membuat Toyo seperti lahir kembali: Ia menjadi pribadi yang kuat, menuliskan kisah
pahitnya menjadi buku dan disebar luas, dan
akhirnya bersama teman-teman yang
satu visi dengannya membuat lembaga yang membantu dan menemani orang-orang seperti dirinya, berani membuka
diri dan mendampingi korban kekerasan karena dianggap tidak jelas identitasnya
oleh keluarganya atau masyarakat. Di situlah terbentuk lembaga Suara Kita. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Teman-teman LGBT lainnya yang saya kenal juga punya banyak kisah
seperti Toyo. Ada Widodo Budidarma, juga seorang gay pendiri dan aktifis Arus
Pelangi, yang ringan tangan membantu siapa saja yang membutuhkan bantuannya.
Setiap bulan Ramadan, Ia berkeliling bersama teman-temannya membagikan makanan
sahur untuk anak-anak jalanan & miskin di seluruh Jakarta. Saya tahu karena
saya sering diajak untuk ikut. Ada beberapa teman saya, pasangan lesbian yang ber jilbab (juga tak
berjilbab) mengadopsi anak dari keluarga miskin untuk dibiayai pendidikannya.
Juga ada pesantren waria di Jogja yang diasuh ibu Shinta, seorang waria senior,
menjadi pengayom untuk teman-teman waria yang didiskriminasi. Dan masih
bertebaran banyak cerita baik lainnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Saya sering bertanya, apakah teman-teman saya ini akan diazab karena
LGBT sementara mereka ini sangat baik, personal dan sosial, dan taat dengan agamanya? Saya sebagai muslim yang
katanya normal karena saya hetero, merasa tidak sebaik teman-teman ini dalam
beragama. Saya tidak terima bila teman-teman ini dicap berdosa, diazab, harus dihancurkan,
harus disembuhkan, akan masuk neraka bla bla bla sementara kondisinya itu
adalah <i>given</i>. Buat saya, jahat sekali
orang-orang selalu lantang berteriak itu atas nama agama. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Karena itu, saya terluka dan marah ketika Mahfud MD, <span style="background: white; font-size: 11.5pt;">guru besar FH-UII
Yogyakarta yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi di akun twitternya
menulis bahwa</span><span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 11.5pt;"> </span><span style="background: white; font-size: 11.5pt;">"LGBT itu menjijikkan dan
berbahaya."</span> Tak berhenti di situ, dengan posisinya sekarang sebagai
ketua KAHMI, ia bikin pernyataan pers yang menegaskan sikapnya tersebut. Saya bergaul akrab dengan teman-teman LGBT
dan saya bersaksi bahwa teman-teman ini
justeru sebaliknya dari yang dinyatakan oleh Mahfud MD tersebut.
Yang senyata-nyatanya berbahaya itu adalah orang-orang homophobia yang menghasut dan menyebar kebencian tentang
teman-teman LGBT kepada publik dengan mengabaikan fakta sosial dan temuan sains.
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
Bahkan dalam Alquran tegas dikatakan
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang
bertakwa”. Jelas dalam ayat tersebut
menunjukkan bahwa tak ada pembedaan orang-orang yang mulia di sisi Allah,
siapapun itu mau perempuan, laki-laki, LGBT, kulit hitam, kulit putih dll. Yang
paling penting adalah umatnya itu bertakwa padaNya. Buat saya, Toyo dan
teman-teman LGBT lainnya lebih mulia dari pada orang-orang yang selalu menyebar
kebencian dan merasa dirinya paling benar. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
</div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
*tulisan ini dimuat di <a href="http://www.dw.com/id/lgbt-mulia-di-sisi-allah/a-19070695">http://www.dw.com/id/lgbt-mulia-di-sisi-allah/a-19070695</a>nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-10431117020905889322010-03-25T01:37:00.000-07:002010-03-25T01:41:43.574-07:00Mari, Bicara Fatwa HaramBelum lama ini, Forum Santri Putri Se-Jawa Timur mengumumkan hal yang mengagetkan. Pertemuan yang bertempat di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, dan dihadiri 258 santri dari 46 pondok pesantren besar itu menyimpulkan, ada tiga hal yang perlu diharamkan.<br /><br />Pertama, bekerja menjadi tukang ojek dan menjadi penumpang ojek tidak diperbolehkan bagi wanita, karena berpotensi fitnah (hal-hal yang diharamkan). Kecuali, bila saat naik ojek, tidak terjadi <span style="font-style:italic;">ikhtilath</span> (persinggungan badan) dan <span style="font-style:italic;">kholwah</span> (berduaan melewati tempat sepi, yang menurut kebiasaan umum sulit terhindar dari perbuatan yang diharamkan). Selain itu, tidak boleh memperlihatkan aurat selain dalam batas-batas yang diperbolehkan, dan tidak terjadi persentuhan kulit.<br /><br />Kedua, rebonding diharamkan bagi wanita lajang. Bagi wanita bersuami, rebonding dan mengeriting rambut juga haram, kecuali seizin suami. Ketiga, pemotretan pre-wedding diharamkan bagi calon mempelai (berikut fotografer). Karena, ikhtilath dan kholwah juga bisa terjadi pada pasangan pria dan wanita yang belum bersatu secara sah menurut agama. Tak butuh waktu lama, hal ini menuai reaksi masyarakat.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">SUDUTKAN WANITA?</span><br /><br />“Pada dasarnya, umat Islam terikat oleh peraturan berdasarkan Alquran, hadis, dan fikih. Jadi, umat Islam sebaiknya taat pada dasar-dasar agama tersebut. Jika tidak sempat membacanya, taatilah fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh orang-orang yang memahami hal tersebut,” kata Hasanudin, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketiga fatwa tersebut di atas dikeluarkan di pesantren yang memang mempelajari aturan agama. Meski MUI belum meresmikannya, kata Hasanudin, fatwa tersebut boleh ditaati siapa pun.<br /><br />Namun, Nong Darol Mahmada, Program Manager Freedom Institute dan salah satu pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL), menolaknya. “Fatwa tersebut tidak jelas maksudnya dan tidak mengatur hal yang mendasar. Tiga fatwa itu tidak menjawab persoalan kemasyarakatan dan keumatan, dan cenderung hanya untuk ‘mengatur’ dan membatasi kebebasan wanita, dalam hal ini santri putri. Buktinya, selain tentang foto pre-wedding, dua fatwa lain secara spesifik hanya mengarah pada wanita,” kata lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, ini.<br /><br />Nong menggarisbawahi, fatwa di atas merupakan hasil bahtsul masail (rapat) Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3). Jadi, sebenarnya hanya ditujukan untuk para santri putri di pesantren-pesantren yang menjadi anggotanya. ”Keputusan bahtsul masail-nya bukanlah merupakan fatwa yang mengikat, melainkan saran. Tetapi, karena dirilis kepada pers (dan diketahui masyarakat), maka seakan-akan berlaku untuk semua anggota masyarakat,” ucapnya.<br /><br />Hasanudin menanggapi, ketiga kegiatan itu (rebonding, ojek, foto pre-wedding) dibolehkan, namun bisa mengarah pada hal-hal yang dilarang agama. “Karena itu, diatur pelaksanaannya. Sifat fatwa adalah preventif (pencegahan): mengatur sebelum kejadian yang tak diharapkan terjadi,” jelasnya. Soal anggapan bahwa fatwa hanya menyasar wanita, menurutnya karena fatwa dikeluarkan oleh santri putri. Jadi, jelas saja yang diatur adalah keselamatan para wanita.<br /><br />Nong melihat ada yang agak ganjil dalam forum yang mengeluarkan fatwa ini. ”Semua pesertanya wanita (santri putri dan ustazah), tetapi narasumber dan juru bicaranya adalah para santri, ustaz, dan kiai (pria). Dalam konferensi pers terlihat, peserta wanita hanya bersikap pasif, seolah membiarkan kehidupan pribadinya diatur melalui keputusan para pria. Padahal, belum tentu pria tahu persis apa yang menjadi persoalan dan keinginan wanita,” kata Nong, menyayangkan. Kalaupun tahu, kata Nong lagi, para pria tersebut melihatnya dari sudut pandang dan keinginan pria saja.<br /><br />Hasanudin mengungkapkan, rebonding bisa diharamkan karena dianggap perbuatan kebarat-baratan (mengacu pada budaya negara Barat) yang dilakukan oleh wanita tak berjilbab. ”Rebonding bisa disebut perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak baik-baik atau orang fasik, yaitu orang yang sering melakukan pelanggaran agama. Peraturan ini dikeluarkan untuk membentengi diri. Kecuali, bagi para wanita bersuami,” ungkapnya.<br /><br />Dengan lugas Nong kembali menyampaikan ketidaksetujuan. “Kalau memang harus begitu, sebagai manusia, wanita tidak lagi punya kemandirian, tidak boleh memiliki keinginan dan kesenangan sendiri. Di situlah letak ketidakjelasan fatwa tersebut. Semuanya boleh, asal untuk kesenangan pria. Sifat fatwa tersebut jadi sumir,” tegas Nong.<br /><br />Nong melihat, dengan keluarnya fatwa ini, berarti wanita memang masih menjadi pihak yang perlu diatur, dianggap sebagai makhluk lemah, dan menjadi nomor dua setelah pria. ”Kita masih hidup dalam sistem patriarkat yang kuat terlegitimasi dalam agama dan budaya. Para ulama yang biasanya mengeluarkan fatwa masih didominasi pemahaman agama yang konservatif dan misoginis (orang yang membenci wanita). Wanita menjadi objek, bukan subjek, yang semua nilai kehidupannya harus diatur oleh agama dan tata krama. Membuat aturan dan hukum untuk wanita seolah sangat gampang, karena tolok ukur keberhasilan aturan itu secara kasatmata gampang terukur. Misalnya, berjilbab, rambut tidak di-rebonding, tidak keluar rumah, dan lain-lain,” lanjutnya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">PERLU & TIDAK PERLU</span><br /><br />“Dalam kitab <span style="font-style:italic;">Lisan al-Arab </span>yang ditulis Ibn Mandzur, fatwa memiliki beberapa makna. Makna terpentingnya adalah ‘penjelasan atas persoalan yang muskil’ dan ‘jawaban atas pertanyaan yang diajukan’,” tutur Nong. Ulama fikih membangun terminologi fatwa, yang disarikan dari pendapat Ibn Hamadan dalam kitab <span style="font-style:italic;">Al-Furuq</span>. ”Disebutkan, fatwa adalah penjelasan dan pemberitahuan tentang hukum syariat tanpa ikatan kemestian–<span style="font-style:italic;">tabyîn al-hukm al-syar’i wal ikhbar bihi duna ilzâm</span>. Dari terminologi ini, fatwa adalah penjelasan dan pemahaman, maqam-nya bukan maqam syariat, dan perlu batas yang tegas antara fatwa dan hukum syariat,” lanjut Nong.<br /><br />”Fatwa dari seseorang atau lembaga tidak mesti diikuti. Kesimpulannya, sifat fatwa tidak mengikat karena ia ‘hanyalah’ penjelasan, kadarnya jauh di bawah hukum syariat. Hukum fatwa tidak mutlak, sebagaimana hukum syariat,” ungkap Nong lagi.<br /><br />Namun, dalam hal ini Hasanudin berpendapat lain. ”Soal mengikat atau tidak mengikat, umat Islam sebaiknya mematuhi hukum Islam. Sesuatu yang dilarang selalu ada tingkatannya, dan hal-hal yang haram memang harus dihindari,” ujarnya.<br /><br />“Akan tetapi, fatwa tidak bisa menjadi hukum publik. Karena, seperti yang dikisahkan dalam kitab <span style="font-style:italic;">Siyar A’lâm Nubalâ</span>’ (Biografi Para Tokoh yang Mulia), ketika seorang khalifah Bani Abbasiyah meminta Imam Malik menjadikan kitabnya, <span style="font-style:italic;">Al-Muwaththa’</span>, menjadi hukum negara, dan menggantungkannya di Ka’bah, dengan tegas Imam Malik menolak,” papar Nong.<br /><br />Para ulama fikih klasik di zaman dahulu pun, kata Nong, tidak memisahkan antara pentingnya fatwa sekaligus risiko dan dampak dari fatwa. Bagi mereka, ulama sebagai ahli waris para nabi (<span style="font-style:italic;">waratsatul anbiyâ</span>’) memiliki posisi yang penting untuk melayani permintaan dan menjawab pertanyaan umat.<br /><br />”Hadis yang diriwayatkan Al-Darami, misalnya, menyebutkan, ‘Orang yang paling berani berfatwa berarti paling berani masuk neraka’ (bila bersalah). Karena itulah, fatwa hanya berasal dari mereka yang unggul dalam hal bekal ilmu pengetahuan. Beberapa riwayat hadis menyebutkan, mereka yang mengeluarkan fatwa namun ‘tanpa ilmu’ diancam hukuman berlapis: ‘dilaknat malaikat langit dan bumi’, ‘didudukkan di atas api neraka’, dan ‘menanggung dosa dari manusia yang mengikuti fatwanya’,” tutur Nong.<br /><br />Nong menyayangkan fatwa saat ini, yang kebanyakan hanya memunculkan doktrin bahwa ulama adalah ahli waris nabi. Sementara, kewajiban dan kriteria sang ahli waris nabi sendiri terbenam dalam-dalam. Para ulama sekarang, katanya lagi, kurang mempertimbangkan akibat dari fatwa yang mereka keluarkan, dan sebaliknya, lebih mempertimbangkan kepentingan ulama itu sendiri.<br /><br />”Kriteria ulama yang mampu berfatwa ini raib dari percakapan publik. Tak heran bila fatwa malah menimbulkan kekacauan. Maka, sudah saatnya dibenahi. Hal ini harus dimulai oleh pemerintah, karena sepanjang sejarah, majelis fatwa tak terpisah dari pemerintahan,” lanjut Nong.<br /><br />Pengantar kitab <span style="font-style:italic;">Al-Majmû</span>’ karya Imam Al-Nawawi menegaskan, pemerintah wajib menyeleksi para mufti (ahli agama) lewat ‘uji kelayakan’. Sayangnya, hal ini tidak terjadi di negeri ini. Padahal, semestinya, ungkap Nong, uji kelayakan ini perlu diterapkan pada lembaga fatwa mana pun, termasuk Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu, martabat dan integritas organisasi itu pun terjaga.<br /><br />Hasanudin mengatakan, kualitas kelembagaan dan latar belakang pendidikan para anggota lembaga cukup menjadi dasar yang kuat, sehingga sebuah fatwa bisa diikuti umat. Misalnya, lembaga yang mengeluarkan fatwa tersebut terdiri dari orang-orang yang memahami Alquran, hadits, dan fikih secara ilmiah.<br /><br />Tetapi, Nong mengingatkan, fatwa dikeluarkan bila umat memang membutuhkan jawaban atas persoalan-persoalan tertentu. “Kalau suatu hal dianggap bukan persoalan, maka fatwa tidak bisa dikeluarkan. Lagi pula, tidak semua persoalan harus diatur dengan fatwa. Perlu kehati-hatian dalam mengeluarkannya,” kata Nong.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">MENCINTAI KEINDAHAN</span><br /><br />Presenter dan model Shahnaz Haque (38) menyetujui perlunya kehati-hatian dalam menyikapi fatwa. ”Setiap fatwa butuh sosialisasi lebih dahulu. Perlu dijelaskan mengapa fatwa perlu dikeluarkan dan bisa diterapkan dalam kondisi seperti apa,” katanya. Dengan begitu, menurut Shahnaz, fatwa tidak menjadi lelucon atau bahan tertawaan, yang akhirnya merugikan agama Islam. Contohnya, belum lama ini beredar pembicaraan, bahwa banyak ustaz sendiri yang belum mengerti arti rebonding.<br /><br />”Lagi pula, apa salahnya rebonding, kalau ternyata seseorang memang jadi lebih nyaman dengan rambut lurus? Bukankah dengan demikian dia menyenangkan orang di sekitarnya?” ujar Shahnaz.<br /><br />Hal itu disetujui Arzetti (38), peragawati dan model. Menurutnya, agama Islam mengutamakan hubungan pada Tuhan dan sesama. ”Salah satunya, menghormati orang lain dengan tampil rapi. Kalau seseorang merasa rapi dengan rambut lurus, tidak salah, ‘kan?” kata Arzetti. Menurutnya, fatwa penting untuk mengatur kehidupan umat. ”Tetapi, kalau foto pre-wedding diharamkan, itu berlebihan. Sebab, hal itu bisa dilakukan dengan pakaian sopan dan pose yang baik. Apalagi niatnya untuk mengabadikan kenangan,” lanjutnya.<br /><br />Nong menambahkan, pengemudi dan penumpang ojek tak perlu diatur. ”Karena, alasan dilakukan hal itu sudah terang benderang, yaitu mencari penghasilan karena tidak ada alternatif pekerjaan yang lain. Dan, naik ojek sekarang ini telah menjadi alternatif terbaik untuk menembus kemacetan lalu lintas secara cepat,” katanya.<br /><br />Kata Hasanudin, jika kita peduli pada ajaran Islam, setiap fatwa adalah penting, walaupun selalu ada pengecualian. Menjadi pengendara ojek sebagai satu-satunya sumber mata pencaharian buat keluarga, tentu dibolehkan. ”Tetapi, usahakan mencari penumpang wanita. Jika menjadi penumpang ojek, berusahalah mencari yang pengendaranya wanita. Semua fatwa haram itu ada dasarnya. Jika dibaca secara utuh, kita akan mengerti tujuannya,” sambungnya.<br /><br />Mengenai fatwa yang menyatakan bahwa ojek itu haram, Shahnaz menganggap kurang relevan, karena sarana transportasi masih jauh dari memadai. Padahal, tak ada agama yang bermaksud menyulitkan umatnya. Arzetti pun berpendapat, jika ojek dilarang untuk wanita, angkutan umum mana pun bisa jadi difatwa-haramkan juga. Karena, di setiap ruang publik, besar kemungkinan orang bersentuhan dengan orang lain yang bukan muhrimnya.<br /><br />”Islam mencintai keindahan. Islam adalah agama yang ‘mudah’, maka sebaiknya janganlah dibuat sulit,” kata Nong. Hasanudin menanggapi, setiap orang memang berhak untuk menyikapi setiap fatwa haram dengan cara berbeda. Namun, yang perlu diingat, setiap fatwa dikeluarkan untuk menutup pintu-pintu atau sarana yang bisa membuat orang melakukan perbuatan yang dilarang.<br /><br />** Penulis: Asteria Elanda<br /><br />[Dari femina 7 / 2010]nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-84320676613774991812010-01-23T22:40:00.000-08:002010-02-23T23:14:21.389-08:00Tubuh Perempuan, Moralitas, dan Hukum di Indonesia<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0dTDZ9ikHU1G22eq2Bu2EKfUhJpiXpF1sVmUCyqlYFiQdztq3lQQ0WiFjTuPmUhyphenhyphenUHYFqZS01p1fQuoKu2e2wOUran-YRuskO-4WDZ3A0u5_nQwF54X_um6gxS8nARC2Tpx0MZi1ODbo/s1600-h/pertaruhan+poster.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 284px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0dTDZ9ikHU1G22eq2Bu2EKfUhJpiXpF1sVmUCyqlYFiQdztq3lQQ0WiFjTuPmUhyphenhyphenUHYFqZS01p1fQuoKu2e2wOUran-YRuskO-4WDZ3A0u5_nQwF54X_um6gxS8nARC2Tpx0MZi1ODbo/s320/pertaruhan+poster.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5441702569954066034" /></a>Film Pertaruhan adalah film antologi berisi empat cerita tentang perempuan. Film ini sebuah dokumenter karya bersama hasil workshop 'Project Change! 2008' yang merupakan program kerjasama Kalyana Shira Foundation, Dewan Kesenian Jakarta, dan The Body Shop. Sutradara terpilih dari program ini difasilitasi untuk merealisasikan film mereka lewat bendera Kalyana Shira Films dibawah pimpinan Nia Dinata.<br /><br />Para sutradara dalam film ini adalah Ucu Agustin yang menggarap film Ragate Anak, Lucky Kuswandi dalam film Nona Nyonya?, Iwan Setyawan dan M Ichsan menggarap film Untuk Apa?, dan Ami Ema Susanti yang menggarap film Mengusahakan Cinta. <br /><br />Menonton film ini kita bisa melihat bagaimana realitas perempuan di Indonesia dalam pelbagai aspek kehidupan. Dari mulai kalangan bawah seperti dalam film Ragate anak, kalangan agamawan dan budaya dalam film Untuk Apa?, Kalangan buruh migran dan homoseksual dalam film Mengusahakan Cinta, dan kalangan perempuan kelas menangah yang mandiri dalam film Nona Nyonya. Film ini sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam mengangkat persoalan perempuan. Dalam film sebelumnya kita tahu, Nia Dinata yang menjadi produser dalam film ini, juga telah mendedahkan secara apik persoalan perempuan seperti dalam film ’Berbagi Suami’ dan ’Arisan’. <br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf0lY_GVNun0lhzp1_S7viiqnyasEYX9DRu33c6ZmSgVmP1CI7Mrf_-feM9Al3c6sCDpILtVtzSLHD2MD6yuEtH2-IXJOOOuOC362y769LRPCiyv1IBHEFWS64jNO5-_9ah7iJVSuLD7M/s1600-h/foto+nia+dinata.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 116px; height: 88px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf0lY_GVNun0lhzp1_S7viiqnyasEYX9DRu33c6ZmSgVmP1CI7Mrf_-feM9Al3c6sCDpILtVtzSLHD2MD6yuEtH2-IXJOOOuOC362y769LRPCiyv1IBHEFWS64jNO5-_9ah7iJVSuLD7M/s320/foto+nia+dinata.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5441702573224742242" /></a> Namun yang menarik dan kelebihan dari film Pertaruhan ini adalah kejadiannya berdasar pada fakta yang betul-betul riil. Seperti pengalaman saya yang terlibat dalam salah satu film di atas, sutradara tidak menyetir maupun mendramatisir sebuah fakta. Sutradara sekadar merekam kenyataan itu apa adanya. Film ini betul-betul menjadi dokumen dari persoalan-persoalan yang memang terjadi di sekitar kita. Dari film ini, kita bisa melihat dengan jelas bahwa persoalan perempuan selalu dikaitkan dengan persoalan tubuhnya. Tubuh seakan-akan menjadi titik sentral dari segala kewajiban dan aturan yang dikenakan pada perempuan.<br /><br />Semestinya tubuh merupakan ranah hakiki setiap manusia sebagai ajang ekspresi diri atas kreativitasnya. Namun, tidak dengan tubuh perempuan. Tubuh perempuan tidak pernah dipunyai dirinya sendiri. Perempuan kehilangan raganya. Tubuh perempuan selalu menjadi area publik untuk dikontrol, dilabel, dinilai, diobjektivikasi, termasuk dikriminalisasi melalui pelbagai aturan, baik yang berdasarkan agama maupun peraturan yang dikontrol negara seperti UU Pornografi dan perda-perda syariah yang marak sekarang ini. Otonomi perempuan atas tubuhnya dirampas oleh nilai yang tidak pernah mengindahkannya sebagai makhluk setara. Oleh karenanya, dengan rasa terancam dan terkungkung, perempuan pasif untuk mengalami kekerasan sebab ia tidak memiliki kemerdekaan atas tubuh, pikirannya, dan geraknya. Sedari itu, perempuan tidak mampu menciptakan sejarah sebagai manusia sempurna karena nilai selalu melekat pada tubuh perempuan. <br /><br />Sejak lahir, perempuan dibebankan lebih sebagai penjaga moral, namun di lain sisi, publik tidak pernah mempercayai moralitas perempuan. Akibatnya, tubuh perempuan kerap dipantau oleh siapapun sepanjang hidupnya dan tubuh perempuan dijadikan indikator moralitas di masyarakat. <br /><br />Seperti kalau kita melihat film Pertaruhan, misalnya dalam bagian film ”Untuk Apa?” tentang kasus khitan perempuan. Sejak awal diyakini dan dipercayai kalau perempuan tidak dikhitan maka perempuan itu akan liar dan nakal (apa hubungannya coba??). Untuk menghindari supaya perempuan tidak liar dan nakal maka harus dikhitan. Karena itu salah satu bagian tubuh perempuan dan itu merupakan sentral dari bagian tubuh perempuan yaitu vagina harus dipotong meski hanya simbolis maupun ”betulan”, bahkan di beberapa negara Islam, vaginanya dihilangkan. Padahal secara rujukan teologinya khitan tersebut hanyalah dianjurkan (sunnah) tapi secara tradisi dan budaya yang sangat patriarki menjadi kewajiban. Bahkan kalau dilihat secara medis khitan untuk perempuan tidak ada gunanya sama sekali malah sangat berbahaya karena bisa infeksi dan perempuan kehilangan dan tidak akan pernah merasakan kenikmatan berhubungan seks. Berbeda dengan khitan untuk laki-laki, secara medis pun itu disarankan dan secara teologis diwajibkan. <br /><br />Begitu juga dalam bagian film ”Mengusahakan Cinta”, diceritakan bagaimana seorang laki-laki meski laki-laki tersebut sudah pernah beristri dan punya anak, tapi laki-laki itu masih mempersoalkan keperawanan calon istrinya. Padahal calon istrinya kalau pun kehilangan perawannya bukan karena <span style="font-style:italic;">intercoust</span> dengan laki-laki lain tapi karena kesehatannya. Kejadian seperti ini banyak terjadi. karena soal keperawanan penting maka tak heran bila kita melihat operasi ”keperawanan” menjadi bisnis yang marak. Di sini kita melihat bagaimana sebagian laki-laki masih menganggap keperawanan identik dengan moralitas perempuan meski perempuan itu secara moral dan tindakan sangat baik. <br /><br />Masalah perawan sebagai indikator perempuan yang baik juga bisa kita lihat dalam film ”Nona Nyonya?”. Pihak rumah sakit dan sebagian besar dokter kandungan yang semestinya netral, di film ini diperlihatkan, masih menganggap "aneh" bila perempuan single mau dipepsmear (pemeriksaan dalam rahim). Pepsmear gunanya untuk mengetahui kondisi kesehatan rahim. Adanya anggapan aneh ini karena pemahaman publik yang dominan menganggap bahwa pemeriksaan pepsmear hanya diperuntukkan buat perempuan yang sudah bersuami. Sementara perempuan yang single, meski ia sudah melakukan hubungan seks atau karena keputihan atau alasan lainnya, dianggap aib, dosa dan aneh dan seakan-akan tidak punya hak untuk memeriksakan rahimnya. Sehingga akhirnya perempuan enggan memeriksakan alat reproduksinya padahal pemeriksaan tersebut sangat vital untuk kesehatan reproduksinya. Makanya tidak heran bila kita lihat dalam film ini, rumah sakit akan menanggapi secara negatif minimal dengan menanyakan hal-hal macam-macam dan bahkan yang lebih ekstrim lagi ”didakwahi” oleh dokternya.<br /><br />Yang paling tragis dan ironis bila kita melihat kondisi perempuan dalam film ”Ragate Anak”. Dalam film ini kita melihat bagaimana perempuan hanya dihargai sepuluh ribu untuk tubuhnya. Padahal perempuan melakukan pekerjaan tersebut untuk menghidupi keluarga dan bertahan hidup di tengah lapangan kerja yang sangat sulit. Namun kita melihat di lapangan, perempuan tidak hanya sekedar tubuhnya yang tidak dihargai bahkan mereka dieksploitisir dan ”dikerjain”oleh para lelaki yang menjadi kiwir dan calo yang ”mengompas” dan memanfaatkan mereka baik raganya maupun materinya. Para lelaki itu pun berkomplot dengan aparat untuk kelancaran usaha mereka. Semestinya fungsi aparat melindungi warganya tapi kita melihat malah sebaliknya, mengkriminalkan dan tidak memfasilitasi serta melindungi warganya dalam menyediakan lapangan kerja kalau memang pekerjaan PSK dianggap tidak diperbolehkan dan memalukan. Setelah adanya film ini lokasi Bolo ditutup dan ”isinya” dibiarkan terlunta-lunta. Alasannya daerah ini tidak sesuai dengan syariat dan membuat aib warga Temanggung.<br /><br />Menonton film Pertaruhan, kita seperti melihat ”taman mini” persoalan perempuan di Indonesia. Harus diakui bahwa perempuan masih sangat jauh dari kondisi baik dalam mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan dari negara lewat hukum yang mengatur kehidupan bernegara. Perundang-undangan di Indonesia buat saya masih sangat bias laki-laki. Lihat saja perundang-undangan yang ada seperti UU Ketenagakerjaan, UU Sistem Politik, UU Kesehatan, UU Pornografi dan lainnya. Saya kira, teman- teman PSHK lebih ahli dalam mengeksplorasi persoalan ini. Bahkan yang terbaru ada informasi bahwa akan ada RUU Perkawinan yang isinya melegalkan suami beristri empat (poligami). Belum lagi maraknya perda-perda syariat yang isinya mendomestikasi dan menutup peran perempuan lewat kriminalisasi tubuh dengan cara "menutup" perempuan. <br /><br />Fakta yang luput dan semestinya disadari oleh pembuat kebijakan adalah semestinya substansi hukum mempertimbangkan prinsip kesetaraan dan keadilan. Hal ini merupakan suatu kewajiban dan bukannya berlindung di balik objektivitas dan netralitas. Alih-alih untuk melindungi perempuan, aturan-aturan yang ada seperti UU Pornografi, perda-perda syariah bahkan fatwa ulama yang keluar akhir-akhir ini tentang perempuan malah sebaliknya, mengkriminalkan perempuan.<br /><br />Kenyataan ini menjadi tantangan buat kita semua untuk melakukan dan bekerja lebih baik dan keras lagi untuk kesetaraan dan keadilan buat perempuan. Kalangan civil society harus berusaha keras dengan konsolidasi dan kerja sama terus menerus memberi masukan dan <span style="font-style:italic;">pressure</span> kepada pembuat kebijakan seperti DPR dan pemerintah agar bisa merumuskan dan merevisi UU dan kebijakan yang pro perempuan. <span style="font-style:italic;">wallahu'alam bissawab </span> <br /><br />** tulisan ini sebagai pengantar diskusi Film Pertaruhan di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), 12 Februari 2009nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-52974616616355868162009-10-14T10:41:00.000-07:002009-10-14T10:50:52.638-07:00lebaran di rumah MbahLebaran di rumah mbah di banten asik banget: kumpul dengan semua keluarga, bermain di kampung, kebun dan pantai, ziarah ke rumah umi, kejar2 ayam dan bebek..pokoknya seru abizz<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW1f8XNh1-tMcgFXey0lt73ncTyF_GzcR0nDVe2dIGmfetDszYIjaD-azBm0jboDIO32zDu57ZIPs5-FgmQkk_PPC_VjZW_i-60SfeWZzg-4Z1hprc1Jgaxqfp8KDRHz9bGekzBjIkCiU/s1600-h/IMG_5183.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW1f8XNh1-tMcgFXey0lt73ncTyF_GzcR0nDVe2dIGmfetDszYIjaD-azBm0jboDIO32zDu57ZIPs5-FgmQkk_PPC_VjZW_i-60SfeWZzg-4Z1hprc1Jgaxqfp8KDRHz9bGekzBjIkCiU/s320/IMG_5183.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392513985950430194" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8cHk8EIppjZ-IkhIb31L6plpsQLWG7CmSRqi4eE4xBmg8wEMizDxJ024uv7TIzooROo1yWfaRKWNBqz9iC2Q2vwKYpea2OVMKuUWWvTu8vVph-71mRq94aBQImZgacwlNCSiHTsbe97Y/s1600-h/IMG_5193.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8cHk8EIppjZ-IkhIb31L6plpsQLWG7CmSRqi4eE4xBmg8wEMizDxJ024uv7TIzooROo1yWfaRKWNBqz9iC2Q2vwKYpea2OVMKuUWWvTu8vVph-71mRq94aBQImZgacwlNCSiHTsbe97Y/s320/IMG_5193.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392513978438584418" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4vzTUWfQKraCyZoRSRAsBOQssNdhSe5i6Hq6mlbhs_J5Y3RxfTIgt0oWbZGQxjSzM4-903XogCR4Y749CXFa_F3DKX9p_8jCiKPi1Pqk97aXKVfd-csXWqHgHyy-EWgmJq2gZWVJT_3k/s1600-h/IMG_5184.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4vzTUWfQKraCyZoRSRAsBOQssNdhSe5i6Hq6mlbhs_J5Y3RxfTIgt0oWbZGQxjSzM4-903XogCR4Y749CXFa_F3DKX9p_8jCiKPi1Pqk97aXKVfd-csXWqHgHyy-EWgmJq2gZWVJT_3k/s320/IMG_5184.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392513974210695106" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiJEjN_9_u4dfC93bdg3rMeZifE4A027OCeao4ovUygUqyd9chSTSXxiMwuiQLHl0jaTbJfpVLwaxki5ESSbcVZaVZHU-lrPbwTqAu8HjDfGQeDuQ3YabXnI0aKWIfNKK3EdUzwGzrOgQ/s1600-h/IMG_5191.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiJEjN_9_u4dfC93bdg3rMeZifE4A027OCeao4ovUygUqyd9chSTSXxiMwuiQLHl0jaTbJfpVLwaxki5ESSbcVZaVZHU-lrPbwTqAu8HjDfGQeDuQ3YabXnI0aKWIfNKK3EdUzwGzrOgQ/s320/IMG_5191.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392513965479744690" /></a>nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-88250545033115893532009-08-10T10:33:00.000-07:002009-10-14T10:52:47.950-07:00Andrea Birthdayhari minggu tanggal 9 agustus lalu, tepat andrea berusia 5 tahun. seperti biasa dia nagih untuk meniup lilin ultahnya yang ia minta jauh2 hari selain ia bilang akan bobo sendiri kalau udah 5 tahun, berangkat sekolah sendiri, makan sendiri pokoknya semuanya sendiri. buat andrea, life begin at fifth hehehe.<br /><br />andrea memang hobi tiup lilin. sehari sebelumnya lilin ultah salihara aja yg banyak itu ditiupnya :) untuk menemaninya tiup liln dan sedikit merayakan ultahnya saya undang sepupu2nya plus nabila. serunya lagi abis tiup lilin anak2 yg lucu ini pada langusng ingin berenang, byyuuurrr<br /><br />selamat ulang tahun anakku, moga panjang umur, selalu kuat menjalani hidup ini dan kamu selalu mendapat yang terbaik untuk hidupmu, aminnn ya robbal 'alamin..<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBPvRvJpT8vviAWRhVD95fygIWRvU-z2POrz5RHw7iI-G9wO3Rqc37jz-FWfTkp6FMzZy6husp03YzD1zBfsRwkon4xApi9G0AnE1JWqBoHZnSg_-RcprKhyphenhypheng4yes7MoOMpkGLGz-ojXc/s1600-h/edit12.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBPvRvJpT8vviAWRhVD95fygIWRvU-z2POrz5RHw7iI-G9wO3Rqc37jz-FWfTkp6FMzZy6husp03YzD1zBfsRwkon4xApi9G0AnE1JWqBoHZnSg_-RcprKhyphenhypheng4yes7MoOMpkGLGz-ojXc/s320/edit12.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392511211668891410" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYfrGkkQ3Hz-muwnGzqtk_cIrUpkEGdAVlYmeTGUYoZxH_wGd9mJHCyY97uFUSpfVOdW8GNI5uZ00gYJjHvRWf1D4Nmw_02146hqAyxQfxuE0Qk59ZlfY3bSV9jmOIN-aOJ_aeeUMtyIo/s1600-h/edit8.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYfrGkkQ3Hz-muwnGzqtk_cIrUpkEGdAVlYmeTGUYoZxH_wGd9mJHCyY97uFUSpfVOdW8GNI5uZ00gYJjHvRWf1D4Nmw_02146hqAyxQfxuE0Qk59ZlfY3bSV9jmOIN-aOJ_aeeUMtyIo/s320/edit8.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392511202897918082" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8iIT-A5WbTAcAI-H8bdhe5nMHm9_L-F1gwOeKeuFTA-TBLlDmQh0nVXLaQMziajiUy49Wr-kTS83IAoL6MRFLKHorc5qkkRqW5GvJ4RdMxzjR5QbBcGy4wn65qj-p-Bbn7lWbpeL7JMk/s1600-h/edit5.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8iIT-A5WbTAcAI-H8bdhe5nMHm9_L-F1gwOeKeuFTA-TBLlDmQh0nVXLaQMziajiUy49Wr-kTS83IAoL6MRFLKHorc5qkkRqW5GvJ4RdMxzjR5QbBcGy4wn65qj-p-Bbn7lWbpeL7JMk/s320/edit5.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392511193380477874" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIdm1Y6m5DZL6M7CcgFxbJwsR53rq9fc0NJ1lrdGX39wTelK7MuyQ1WIRyFVX0VHFVdq_TxUIE4CTbDBU-94MOFUhWPMyzwT_RvahvjeZ4LEpDWVA39X8_k4WNfbUb0uEfbgJ9daU9Xxs/s1600-h/edit7.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIdm1Y6m5DZL6M7CcgFxbJwsR53rq9fc0NJ1lrdGX39wTelK7MuyQ1WIRyFVX0VHFVdq_TxUIE4CTbDBU-94MOFUhWPMyzwT_RvahvjeZ4LEpDWVA39X8_k4WNfbUb0uEfbgJ9daU9Xxs/s320/edit7.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392511190477949682" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrE8o_MkJNcA-8vD-s3-MQEy-E-ZlUACjaruga_G4AlJhEsrknrotS6fjkpfaj2Q95yE9oVx-j24VcHzTFIuNNtP_kn-PXeuqULafjpzOn0RZqPYPtzonzTL8V6KMoISZ9W_RFLSu09Rk/s1600-h/edit6.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrE8o_MkJNcA-8vD-s3-MQEy-E-ZlUACjaruga_G4AlJhEsrknrotS6fjkpfaj2Q95yE9oVx-j24VcHzTFIuNNtP_kn-PXeuqULafjpzOn0RZqPYPtzonzTL8V6KMoISZ9W_RFLSu09Rk/s320/edit6.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392511183152977506" /></a>nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-79688394095085242312009-04-20T10:54:00.000-07:002009-10-14T11:00:06.266-07:00Muslimah Feminis<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPA7G2gu2VOcZDOmbAsSN45g2xQ0SAt7WIHea4kOVQEgubZi0VEXMuwxmB6m5rjA9yqSIMwojlCD54Ajs4jJheA0RWdUPtMn6wTcXbxilI8RznBpmlsSXj-Lt0aL9iw7JE9uVM9Lk6rUQ/s1600-h/cover+teh+neng.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 207px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPA7G2gu2VOcZDOmbAsSN45g2xQ0SAt7WIHea4kOVQEgubZi0VEXMuwxmB6m5rjA9yqSIMwojlCD54Ajs4jJheA0RWdUPtMn6wTcXbxilI8RznBpmlsSXj-Lt0aL9iw7JE9uVM9Lk6rUQ/s320/cover+teh+neng.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5392516939222359586" /></a><br />Buku ini penting terutama karena ia menawarkan pembacaan baru terhadap hubungan Islam dan feminisme. Melalui penceritaan pengalaman pribadi, Neng Dara Affiah membuktikan bahwa menjadi seorang feminis tulen tidak harus menanggalkan identitas primordial. Feminisme, di sini, tidak lagi sesuatu yang asing dan datang semata-mata dari Barat, melainkan lahir dari kesadaran kultural Islam itu sendiri.<br /><br />Buku ini juga penting, karena ia adalah pelopor penulisan kehidupan keagamaan tradisional yang ternyata tidak tunggal. Di dalamnya, aneka warna kehidupan keberagamaan saling berkelindan membentuk nuansa kehidupan anak manusia. Neng Dara, seorang mantan murid sekolah agama yang juga menjadi sekolah teroris Imam Samudra, membeberkan dengan sangat baik bagaimana dia mencoba mengambil ketegasan sikap di antara banyak pilihan hidup yang kadang menjebak.<br /><br />Dan yang terpenting lagi buku ini ditulis oleh Neng Dara Affiah, kakakku tercinta :) selamat ya teh neng atas bukunya..nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-18386985386987869852009-04-17T02:50:00.000-07:002009-04-17T03:08:59.893-07:00Demi Masa Depan Anak<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRpvUA57QvQ_BKtHoRydnCqkyarDRPXSTyxwrw33lBBvBf-hEax4QxKPopUI7ae1HkOC9tWXOJ09YqBno4qJoglk5fg8NJPQEUNxFquGVJEBaJsLbeBvISoyolLnXKpfKLLMJS40XwGF0/s1600-h/koran_jkt.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 299px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRpvUA57QvQ_BKtHoRydnCqkyarDRPXSTyxwrw33lBBvBf-hEax4QxKPopUI7ae1HkOC9tWXOJ09YqBno4qJoglk5fg8NJPQEUNxFquGVJEBaJsLbeBvISoyolLnXKpfKLLMJS40XwGF0/s400/koran_jkt.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5325600017742202818" /></a><br />“Aku percaya tujuan mereka mulia, tapi mungkin caranya yang kurang tepat.”<br /><br />Menjadi aktivis dan gemar berdiskusi adalah kesenangan bagi Nong. Namun itu semua bukan tanpa tujuan. Tak lain, apa yang dilakukannya untuk buah hatinya. Ingin terbuka dengan puterinya, ke mana-mana dia rajin menggandeng tangan kecil bocah perempuan itu. <br /><br />Dua jam sebelum Nong Darol Mahmada pulang kampung ke desa kelahirannya di Labuan, Banten, kami berbincang-bincang hangat dengannya. Blouse merah yang dikenakannya kontras dengan kulitnya yang putih. Kacamata dengan bingkai merah gradasi hitam tampak sesuai dengan busananya saat itu, celana hitamnya dan sandal bertali dengan tumit tak terlalu tinggi. <br /><br />Tak terlalu ramai. Hanya beberapa meja dengan bangku-bangku yang diduduki sekumpulan orang. Kami duduk di meja bulat. Udara dingin. Sejak pagi cuaca memang tak cerah, meski tak hujan. Lampu-lampu di teras depan Salihara tak terlalu terang. <br /><br />Kendati tak ada pertunjukan seni, masih ada orang yang bercengkerama di dalamnya. Sekadar bertemu sahabat, mengobrol, bahkan diskusi yang biasanya ditemani makanan ringan. Juga Nong, panggilan akrabnya, kerap mengunjungi tempat itu. Dia mengaku hobi berdiskusi dengan orang-orang yang dikenalnya. “Di sini tempatnya asyik yah buat ngobrol,” kata Nong yang sering meluangkan waktunya untuk ngobrol di luar kesibukannya di kantor. <br /><br />Tak mau hanya obrolan yang omong kosong. Baginya, dengan banyak berinteraksi banyak hal yang didapatkan, mulai dari hal ringan hingga berat; mulai dari seni, sastra, film, bahkan hingga soal politik. Soal ekonomi? Dia mengaku tak terlalu mengetahui. “Aku dibesarkan di forum diskusi sejak mahasiswa,” ini alasan Nong menceritakan awal mula kebiasaan yang kini tak bisa lagi dihentikan. <br /><br />Sejak menimba ilmu di IAIN Syarif Hidayatullah, yang sekarang dikenal sebagai Universitas Islam Negeri Jakarta, mantan penggiat Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) itu memang kerap menyambangi forum-forum diskusi dan seminar. Sering bertemu orang dan berbagi pemikiran membuat Nong tak segan-segan mengungkapkan aspirasinya. <br /><br />Salah satunya soal peristiwa 1 Juni 2008, Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang diserang FPI. Nong tak takut dan justru mengumpulkan saksi-saksi dan korban kekerasan untuk menuntut FPI. “Aku percaya tujuan mereka mulia, tapi mungkin caranya yang kurang tepat dan sebaiknya jangan mengutamakan kekerasan,” ungkap Nong yang menyebut FPI hanya melaksanakan perintah nahi munkar—mencegah kemunkaran—saja.<br /><br />Dea kecil, puteri semata wayang Nong, saat itu mondar-mandir dengan jaket pink yang lalu dilepasnya. “Kalau di sini dia sering disebut anak sejuta umat. Dia suka menyapa semua orang,” kata Nong tertawa. Dea memang sering ikut mamanya ke mana-mana. “Pengennya selama mungkin, sehabis pulang sekolah dia kadang ikut saya,” ungkap Nong saat ditanya berapa lama waktunya dihabiskan dengan Dea<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Main Film</span><br /><br />Lalu Nong menguraikan alasannya keukeuh memprotes UU Anti-Pornografi dan Pornoaksi, juga perda yang mengatur soal perempuan. Dea anaknya adalah sebab penting di balik kegiatannya. “Karena anak saya perempuan, dan bukan ingin berlagak heroik,” ucapnya. <br /><br />Sekarang para perempuan masih bisa bernapas lega karena di negara ini masih punya akses bekerja yang sama dengan pria, misalnya. Tatkala ada upaya mengembalikan perempuan ke ranah domestik, Nong beramsal, maka bisa jadi masa mendatang tak lagi ada kebebasan itu. “Gimana nih masa depan anak dan cucuku yang perempuan,” ujarnya. <br /><br />Tiba-tiba kini Nong ikut main film. Ceritanya, Nong tak berpikir akan mendapat peran sentral dalam film dokumenter menngenai perempuan bikinan Nia Dinata, Pertaruhan, Desember tahun lalu. Saat itu sutradara Iwan Setiawan memintanya menjadi salah satu narasumber, sebab Nong cukup dipercaya mendedahkan perihal sunat perempuan yang kala itu diangkat sang sutradara. <br /><br />Saat proses editing, Iwan memberitahukan bahwa di bagian ceritanya, perempuan berambut cokelat itu akan dijadikan pemeran yang dominan. “Aku awalnya seperti ngobrol biasa saja kan, karena berpikir cuma diambil secuplik,” kata Nong lalu tertawa.<br /><br />Dea kembali. Merasa sedikit bosan menunggui ibunya yang masih berbincang, beberapa menit kemudian Nong meminta seorang temannya mengajak Dea bermain trik sulap. <br /><br />Usia gadis kecil itu akan memasuki tahun kelima. Semakin lincah, juga semakin penasaran dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang tidak tertebak. “Dia pernah nanya, aku keluar dari mana sih dulu (maksudnya ketika lahir?,” kata Nong yang membuatnya harus belajar menjelaskan dengan gaya berpikir anak-anak. <br /><br />Dea juga pernah bertanya siapa Tuhan itu. “Aku menjawab, Tuhan itu yang menciptakan mama, Dea, dunia ini dan memeliharanya,” kata Nong yang pergelangan tangan kirinya dihiasai arloji. <br /><br />Bersama Dea, Nong menghabiskan waktunya di rumah, bareng-bareng memeluk bantal. Nong juga rutin membacakan puterinya sebuha cerita sebelum tidur. Terkadang menonton film ke bioskop bersama. Mengenai perawatan tubuh, Nong mengaku melakukannya saat ada kemauan saja. Biasanya, ia hanya ingin creambath dan facial treatment. “Kalau seperti lulur yang memakan waktu lama, kayaknya labih bagus buat diskusi,” lagi dia tertawa. <br /><br />Melewati hari-hari, Nong sering melakukan kegiatan berdua dengan anaknya. Sejak 2008, Nong memilih menjadi orang tua tunggal setelah berpisah dengan suaminya. “Tapi hubungan kita tetap baik, nggak sampai bermasalah seperti artis-artis di teve,” katanya sambil tertawa. <br /><br />Ini terkiat soal feminis yang kerap dikabarkan kandas membina rumah tangga? “Yah mungkin tapi sebenarnya sejak awal aku berusaha memilih pasangan bukan dari dunia aktivis, biar seimbang,” katanya. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">Membela Perempuan</span> <br /><br />Gemar berdiskusi, itu mengharuskan Nong sering membaca sebagai kenikmatan dan hobi. Baik karya fiksi dan nonfiksi dikonsumsinya. Utamanya terkait dengan teori-teori sosial dan isu-isu perempuan. Beberapa novel karya perempuan yang difavoritkannya antara lain Saman dan Perempuan Berkalung Sorban. <br /><br />Nong juga menyukai tokoh perempuan di dunia muslim, seperti Rifaat Hasan dari Pakistan, Fetima Mernissi dari Maroko, Nawal El Saadawi dari Mesir. “Aku juga mengidolakan seorang muslimah lesbian, Irshad Manji,” tambahnya yang juga menyukai pemikir muslim seperti Hasan Hanafi dan Fazlur Rahman. <br /><br />Mengenai Kartini, menurut Nong, tokoh perempuan itu memunyai keistimewaan masing-masing pada zamannya. Kartini, kata dia, sekalipun isteri utama tapi dia mau dipoligami, mungkin karena rasa cintanya terhadap ayahnya. Itu kenapa pemikiran-pemikiran Kartini lebih mengena dalam diri Nong ketimbang kesetujuannya tunduk pada feodalisme keluarga. <br /><br />Tak hanya menyukai buku, Nong juga menyempatkan waktu menonton film. Terakhir ia menikmati <span style="font-style:italic;">The Reader</span> dan <span style="font-style:italic;">The Courious Case of Benjamin Button</span>, dua film nominasi Oscar tahun ini. <br /><br />Meskipun sering bertemu dan mengobrol dengan teman-teman aktivis, kalau untuk sahabat, Nong menyebut kurang dari sepuluh. Bagi dia, sahabat adalah orang yang paling rahasia dirinya. Hingga sekitar pukul 9 malam, Nong difoto dan lalu segera berangkat ke Labuan bersama Dea. (N jacques umam/ezra sihite)<br /><br />** Koran Jakarta, Minggu 12 April 2009nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-33644149884708523792009-04-06T11:25:00.000-07:002009-04-06T11:29:32.685-07:00Dinginmasa yang panjang<br />menjauh<br />lelah, resah<br /><br />berkali-kali mencari pelabuhan<br />bersama perahu<br />untuk menetap dan berlabuh<br /><br />tetap tak ada arah<br />rasa aman menjauh<br />gelisah<br /><br />biduk hilang<br />kelelahan<br />ada banyak kesan<br />yang terlihat, tersamar<br />tak tergeser<br /><br />terus melaju<br />dengan ombak bergolak<br />pasrah oleh desiran angin<br />meski sudah dingin<br />hilang, tak tersisa<br /><br /><br />menteng, januari 2009nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-22250089133876173512009-03-31T23:01:00.000-07:002009-03-31T23:14:17.069-07:00My Birthday<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmHju8lqpnQjz0ldkaKWYneuCOcUOMfyng5JqMKdQLdg66-0YifFMf_V9aFemz_CQmLZz1m31JpseXcCa7RQ5DibMRblUHoZPsbBEz0yxuc_wPkIpDjZq_tjm_ddf3Uzqb_umNxYEGfYw/s1600-h/IMG_3760edit2.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmHju8lqpnQjz0ldkaKWYneuCOcUOMfyng5JqMKdQLdg66-0YifFMf_V9aFemz_CQmLZz1m31JpseXcCa7RQ5DibMRblUHoZPsbBEz0yxuc_wPkIpDjZq_tjm_ddf3Uzqb_umNxYEGfYw/s200/IMG_3760edit2.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5319600485841360626" /></a><br />tanggal 23 maret kemarin, usiaku bertambah lagi. Alhamdulillah ya Allah atas nikmat dan karunia yang KAU limpahkan padaku. <br /><br />setiap tahun ketika bertambah usiaku, satu hal yang selalu aku rasakan: betapa luar biasanya yang namanya persaudaraan, persahabatan dan pertemanan. di malam itu sepulang dari salihara, aku bersujud, bersyukur dan berharap bahwa suasana seperti ini akan seterusnya, malah makin bertambah dan makin erat.<br /><br />tak ada rencana sama sekali kalau ultahku kemudian disyukuri bersama2 di salihara. ini karena kebaikan hati mas goen yang tak pernah kuduga ternyata telah mempersiapkan kue tart yang ia pesan. terima kasih banget mas goen.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2OXIN-yYS3kuqFqSEGiYQdGuRBkvSkMIxE2wPpn1Fz5l_C51jNftRhRgXB9pm1AC9U5TMakZaS119-J6LXkHeaPO_7h1rz_KRksPdDwf_ug4tM9VjdlFnbxc-kT1cSSHpyRjrSyoaw3g/s1600-h/kue+tart.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2OXIN-yYS3kuqFqSEGiYQdGuRBkvSkMIxE2wPpn1Fz5l_C51jNftRhRgXB9pm1AC9U5TMakZaS119-J6LXkHeaPO_7h1rz_KRksPdDwf_ug4tM9VjdlFnbxc-kT1cSSHpyRjrSyoaw3g/s200/kue+tart.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5319600490892976930" /></a>karena ada kue itu maka datanglah sahabat2ku. untuk mbak rury dan mas tony yang meski sibuk mempersiapkan makalah untuk konferensi di Korea tapi masih nyempetin datang, mayang & andy yang membawa dodol "berkah" yang membuat orang2 yang memakannya "terkapar" keenakkan, mas choki yang biasanya jadi penjaga salihara dengan kesibukan chating & fesbuknya jadinya gabung meski harus nunggu dari jam 8 malam, dan yang selalu nemaniku, guntur yang kemudian terkapar keenakkan karena terlalu semangat makan dodol. juga terima kasih buat teman2 kedai salihara & para satpam di salihara. tak lupa mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada saudara2ku, para sahabat, teman2 yang telah mengirim ucapan selamat, doa, dan harapannya baik lewat fesbuk, email atau sms dan telpon.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLYYYJODipf68V8bhN0-7VMYkveFC7zyz54tcU8_6vWcK66OKwtdHoxVBApyj-lPR3E2CJdzPVWLzUi4_xSrV0p2Nib1d-cQEoDvNGx8F3vIa_1jBCW1foWDLSG_RKtt3Ww7cBQBSCWV0/s1600-h/IMG_3765edit.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLYYYJODipf68V8bhN0-7VMYkveFC7zyz54tcU8_6vWcK66OKwtdHoxVBApyj-lPR3E2CJdzPVWLzUi4_xSrV0p2Nib1d-cQEoDvNGx8F3vIa_1jBCW1foWDLSG_RKtt3Ww7cBQBSCWV0/s200/IMG_3765edit.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5319600488637394530" /></a>andrea, my lovely girl, ga mau ketinggalan ingin tiup lilin. maka dipesanlah pizza...sebelum pizza dimakan kita taruhin lilin2 di atasnya dan jadilah tiup lilin bersama-sama.<br /><br />terima kasih kepada semuanya atas segalanya..nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-24700163315519534562009-02-25T00:03:00.000-08:002009-02-26T03:04:45.213-08:00Dinner with Hillary R. Clinton<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsukDYxAKjoT3-lIMwphu-5blQRiyNFWYbXE02Hsio0A4ouFx-wiUtTkFUdH33_suemMsm3Xi0H_q1RNYegcX6kQyQQCpXvDDLUEkr4EWcWfxUR9z8aZEJ9d78tGwE_rwwAVGHyveNi8I/s1600-h/hillary2.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsukDYxAKjoT3-lIMwphu-5blQRiyNFWYbXE02Hsio0A4ouFx-wiUtTkFUdH33_suemMsm3Xi0H_q1RNYegcX6kQyQQCpXvDDLUEkr4EWcWfxUR9z8aZEJ9d78tGwE_rwwAVGHyveNi8I/s200/hillary2.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5307059259928335506" /></a>senin siang (16/2) saya dihubungi mbak ade dari kedutaan AS. dia mengabarkan kalau saya diundang untuk ikut dinner bersama Hillary Clinton di gedung arsip nasional. wah, saya kaget dan waktu itu sempat bilang ke dia pikir-pikir dulu karena rabu malam saya sebenarnya sudah komitmen untuk hadir di acara diskusi pak bill liddle di teater utan kayu.karena kak icang yang meminta saya untuk mengurus diskusi tersebut. mbak ade mendesak agar saya harus jawab secepatnya karena daftar nama yang hadir akan dikirim ke washington. saya minta waktu sampai sore dan saya akan mengabarkan mengenai kepastiannya apakah saya bisa hadir atau tidak itu sore itu. setelah saya pikir panjang, ini adalah kesempatan yang luar biasa dan mungkin tak akan saya dapatkan lagi untuk ketemu, bicara, bersalaman langsung dengan Hillary, tokoh idola saya, perempuan luar biasa, saingan terkuat presiden obama pada pemilihan calon presiden di Partai Demokrat. akhirnya sorenya saya telpon mbak ade dan menegaskan kalau saya bisa hadir di malam dinner tersebut.<br /><br />acara dinner dimulai jam 20.30 tapi undangan harus datang setengah jam sebelumnya. saya tiba di arsip nasional jam delapan kurang sepuluh menit. di depan saya disambut oleh wakil dubes AS dan beberapa staf kedutaan. sejak di depan memasuki gedung arsip, tidak ada kesan penjagaan yang seram dan angker seperti biasanya. malah lebih angker kalau kita memasuki mal-mal besar. saya tidak diperiksa macam-maca,, didetectorlah atau apalah, saya hanya diminta menunjukkan surat undangannya saja. benar-benar jauh dari kesan angker dalam penjagaannya.<br /><br />memasuki ruangan, saya ketemu dengan ibu lily munir, saad bokhari (staf kedubes AS yang humble), ada mbak nursyahbani, mas bara hasibuan, ibu iris, saya juga melihat pak azyumardi azra dan kemudian lama kelamaan undangan mulai berdatangan: mas komaruddin hidayat, bang asmara nababan, mas pramono anung, ibu mooryati soedibyo, kang teten masduki, pak joko susilo, pak fauzi bowo dan lain-lain..<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjao9S2fD291vgtMIxXkUtzWaVwrdorTtCLrZaEiRm8GAqZX4q6cnOvMZQ_iRNCbhF6s-FjiV_WLRS2etApZnvE4L8hC-8MgXhFQ1EE3fiIF7TorNp7TQFDGF9UJ2LqyC6J97qWYIhna-g/s1600-h/hillary1.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjao9S2fD291vgtMIxXkUtzWaVwrdorTtCLrZaEiRm8GAqZX4q6cnOvMZQ_iRNCbhF6s-FjiV_WLRS2etApZnvE4L8hC-8MgXhFQ1EE3fiIF7TorNp7TQFDGF9UJ2LqyC6J97qWYIhna-g/s200/hillary1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5307059261106024418" /></a>sebelum jam 20.30 kami diminta memasuki ruang dinner. saya kebagian meja nomer tujuh bersama mbak suciwati, bang asamara nababan, bapak gde natih yang langsung datang dari bali, teman dari PKS, pak lebay, romo dari kristen anglikan dan mr. sullivan (romobongan Hillary).<br /><br />ketika Hillary masuk ruangan kami yang di dalam (tanpa dikomando) serentak berdiri. beliau menyalami kami satu persatu termasuk aku yang memang cukup dekat letaknya dari pintu masuk (aduh, seneng banget aku bersalaman dengannya. tangannya sengaja kupegang erat dan lama sambil mengatakan "selamat datang di jakarta", dia tersenyum)<br /><br />acara dinner dibuka oleh dubes AS trus kemudian ibu lily munir memberi sambutan selamat datang kepada Hillary dan rombongan. sebelum Hillary beri pidato kami dipersilakan mencicipi makanan dulu, nah pas menu es krim yang keluar, Hillary maju ke podium. ia begitu rileks, penuh senyum, ramah menyapa semua yang berada di dalam ruangan. ketika hillary berpidato yang tadinya pertemuan ini tertutup untuk pers tiba-tiba pintu dibuka, serta merta kamera dan wartawan sudah siap merekam semua isi pidato Hillary. <br /><br />banyak hal yang disampaikan oleh Hillary dalam pidatonya tersebut yang kemudian dikutip media keesokan harinya. tapi yang menjadi poin penting untuk saya adalah bagaimana dia menerima posisinya sebagai menlu ketika ditawari oleh presiden obama, meski ia merupakan rivalitas terkuat dan kemudian kalah dalam memperebutkan posisi calon presiden AS. Buatnya, ia menerima perannya ini karena didasarkan pada komitmennya sebagai warga untuk berbakti pada bangsa dan dunia yang luas dan mengalahkan egonya yang pernah dikalahkan obama. pemilu AS memang banyak memberikan inspirasi dan mengajarkan banyak hal tentang demokrasi, bukan sekedar kalah dan menang. aduh, jadi panjang banget nulisnya..<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWL2QE7Ih1ePPPOyjnF-nX05ErABW3Svp6eRBgKFLsR-rBQJXHbNFz95mpaMw_au5UsCMyTFSkdE4IFGuDmAiuwDld3Dyxe-20LeG6nmWrFiKj8jYUiOlvOAI75BK-KGg9AWPbLeA1-mc/s1600-h/hillary3.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWL2QE7Ih1ePPPOyjnF-nX05ErABW3Svp6eRBgKFLsR-rBQJXHbNFz95mpaMw_au5UsCMyTFSkdE4IFGuDmAiuwDld3Dyxe-20LeG6nmWrFiKj8jYUiOlvOAI75BK-KGg9AWPbLeA1-mc/s200/hillary3.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5307059262308918370" /></a>singkatnya setelah acara selesai, hillary masih menyempatkan diri untuk menyapa dan berbincang-bincang dengan para undangan yang berebut mendekatinya termasuk saya. dengan minta bantuan mas teten masduki, direktur ICW, saya meminta untuk mengambil foto mengabadikan momentum ini. dan inilah hasil bidikan kang teten yang mengambil foto aku dan Hillary Clinton. kang teten ketika mengambil gambar ini deg-degan dan dalam kondisi yang harus berjuang makanya hasilnya ya seperti ini. tapi ngga apa-apa yang penting ada fotonya. aku malah merasa bersalah karena ngga mengambil foto kang teten bersama hillary karena kang tetennya ketika ditawari ngga mau.<br /><br />aduh senengnya..buatku:Hillary begitu luar biasa, tak ada kesan arogan, mengambil jarak bahkan sebaliknya, Hillary sangat keliatan kepemimpinannya, kepintarannya, begitu dekat, akrab dan sangat ramah. bila amerika seperti ini, dunia akan damai..percaya deh!nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-36988623933630384932008-12-22T22:01:00.000-08:002009-01-16T17:07:47.144-08:00Bila Ibu Boleh MemilihAnakku...<br />Bila ibu boleh memilih<br />Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar<br />karena mengandungmu<br /><br />Maka ibu akan memilih mengandungmu !!<br />Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan<br />kebesaran Allah<br /><br />Sembilan bulan nak...<br />Engkau hidup di perut ibu<br />Engkau ikut kemanapun ibu pergi<br />Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak<br />karena kebahagiaan<br /><br />Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman, <br />karena ibu kecewa dan berurai air mata<br /><br />Anakku...<br /><br />Bila ibu boleh memilih untuk ibu berjuang melahirkanmu<br />Maka ibu memilih berjuang melahirkanmu !!<br />Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit<br />kelahiranmu<br /><br />Adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga<br /><br />Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke<br />luar ke dunia sangat ibu rasakan<br />Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua<br />Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit,<br />Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun<br />Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia<br /><br />Saat itulah...<br />saat paling membahagiakan<br />Segala sakit & derita sirna melihat dirimu yang merah,<br />Anakku...<br /><br />Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah, atau<br />harus bangun tengah malam untuk menyusuimu,<br />Maka ibu memilih menyusuimu,!!<br /><br />Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu<br />dengan tetesan-tetesan dan tegukan tegukan yang sangat<br />berharga<br />Merasakan kehangatan bibir dan badanmu didada ibu<br />dalam kantuk ibu,<br />Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak<br />bisa rasakan<br /><br />Anakku...<br />Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat<br />Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle<br />Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu<br /><br />Tetapi anakku...<br />Hidup memang pilihan...<br />Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan merana<br />Maka maafkanlah nak...<br />Maafkan ibu...<br />Maafkan ibu...<br />Percayalah nak, ibu sedang menyempurnakan puzzle<br />kehidupan kita,<br />Agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yang hilang<br />Percayalah nak...<br />Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu<br />Percayalah nak...<br />Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu...<br /><br />http://groups.google.co.id/group/si-unair2003/browse_thread/thread/c5347b469701d2efnong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-75190369094624010342008-11-17T22:17:00.000-08:002008-12-21T02:42:52.793-08:00Orang Iseng Lagiteman-teman, untuk kesekian kalinya ada orang yang iseng ngerjain aku lewat dunia internet sehingga susah sekali bagiku yang awam dengan bidang ini untuk melacak siapa pelakunya. bagaimanapun aku terganggu sekali karena nama, email, alamat rumah dan no hpku dicantumin di situ dan orang-orang pada menelponku menanyakan benar dan tidaknya. entah apa niatnya: menghancurkan citraku, menerorku, menakut-nakutiku atau apapun namanya. tapi intinya teman-teman, aku tak takut dan mundur dengan teror-teror seperti ini meski udah menyerang ke pribadiku. <br /><br />teror adalah perbuatan yang maha pengecut, norak dan tidak beradab. gaya seperti ini sama dengan gaya yang dipakai oleh orde baru dulu. aku tahu, teror seperti ini ingin menghentikan dan menyurutkan langkah dan semangatku untuk berkarya, menulis, berpikir positif dan akhirnya kita hanya menerima dan berkubang dengan yang dimaui si peneror. aku merasa ngga pernah melakukan cara-cara seperti ini ke siapapun, kalau aku tak suka atau tidak setuju dengan siapapun maka aku ekspresikan dengan terang benderang, baik lewat sikap, aku sampaikan langsung atau diskusi yang sifatnya argumentatif. tidak dengan cara-cara meneror seperti ini. <br /><br />setelah beredar email gelap yang mengatasnamakan namaku terkait Tragedi Monas yang isinya pengakuan bahwa aku bertobat dan kemudian menguraikan skenario tragedi monas yang melibatkan SBY dan teman-temanku yang mengatakan bahwa tragedi monas adalah peristiwa yang disengaja untuk mengalihakan isu BBM, sekarang ini ada orang yang lagi-lagi iseng mengatasnamakan namaku dengan memasang iklan mencari jodoh. duh, keterlaluan banget. kontan saja, hari-hari ini aku banyak dihubungi oleh orang-orang yang ngga jelas dan tidak aku kenal sama sekali. <br /><br />di blog ini aku ingin sampaikan bahwa aku sama sekali ngga pernah memasang iklan apapun. jadi tolong jangan menghubungiku untuk urusan iklan sampah seperti itu. mari kita fokuskan dan konsentrasikan energi, pikiran dan tenaga kita ke arah yang baik dan positif untuk membangun bangsa yang kita cintai ini. terima kasih.nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-28638268162613530192008-11-13T21:58:00.000-08:002008-11-13T22:06:12.964-08:00Sang Gurudari ujung kabel<br />suara bergetar<br />terbayang wajah teduh<br />mata renta <br />tak berdaya<br />penuh aura<br /><br />suatu siang datang<br />sang guru berpesan<br />menanya kabar<br />tentang kehidupan<br /><br />: hidupmu sulit anakku<br />pilihanmu<br />terus berjuang<br />berteriaklah<br />habiskan nafasmu<br />ragamu<br />tenagamu<br />hidupmu<br />jangan gentar<br />jangan takut<br />karna itu takdirmu<br /><br />sang guru slalu datang <br />tanpa raga<br />seperti malaikat dengan cahya<br />berbicara tentang hidup<br />sulit<br />terjal<br />jadi biasa<br /><br /><br />jakarta, oktober 2008nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-92082657703440123662008-11-08T03:20:00.000-08:002008-11-17T22:51:01.008-08:00Aku Dicubitlelaki itu<br />berjubah di ujung pintu<br />matanya nanar<br />merasa paling benar<br /><br />mata itu jalang<br />sudah tak lajang<br />menatap tajam <br />menghujam<br /><br />kulewati<br />tak perduli<br />ada yang lebih benar<br /><br />lelaki itu<br />makin nanar, menepi<br />tak bisa diam, menyeringai<br /><br />aduh, kepalaku dipukul!<br /><br />lelaki itu <br />tersungging di ujung bibir<br />salahmu, harus dipukul<br />desisnya, melenguh<br /><br />aku marah<br />tak bisa melawan<br />mengganjal perasaan<br /><br />kulewati<br />mata itu siap menerkam<br />bergerak dua tangan<br />diam<br />menggerayang<br />di ujung pinggang<br /><br />sial, aku dicubit<br />lelaki suka nyambit<br />berjubah<br />mengaku paling tinggi<br />membawa ayat-ayat suci<br />yang menginjak harga diri<br /><br />--------<br /><br /><br /><span style="font-weight:bold;">Gelap Diri</span><br /><br />cahaya <br />hilang di ufuk<br />mendera mencipta bentuk<br />yang suntuk<br /><br />masih terasa<br />tangan menggerayang<br />liar<br />penuh kemarahan<br />penuh berahi<br />tak terpuaskan<br /><br />cahaya merayap<br />perlahan lenyap<br />senyap<br /><br />aku limbung<br />karna tersinggung<br />gelap diri<br />jijik dengan diri<br />menepi<br /><br /><span style="font-style:italic;">Pengadilan Jakpus, September 2008</span>nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-36615007358278975952008-10-10T00:43:00.000-07:002008-10-10T00:52:25.965-07:00’In the Wee Small Hours’<em>Teman-teman, saya muat catatan pinggir TEMPO edisi 6-12 Oktober 2008 di sini. Selamat membaca.</em> <br /><br />IZINKAN saya menulis tentang dinihari. Tentang jam-jam para insomniak, ketika malam sudah tak bisa disebut malam tapi pagi belum datang. Tentang orang-orang yang tak tidur, seperti kau dan aku, tak bisa tidur, mereka yang terpekur atau bengong atau bekerja apa saja, berdoa apa saja, mereka yang mencoba melupakan kesendirian, atau justru memasuki kesendirian.<br /> <br />Izinkan saya menulis tentang gelap. Dinihari adalah saat ketika gelap, yang berhimpun sejak senja, akan berakhir. Tapi di dinihari pula gelap seperti tak hendak pergi. Justru (sebuah e-mail datang dan kamu mengingatkan saya, mengutip Paulo Coelho), ”saat paling gelap dalam seluruh hari adalah menjelang terang.” Agaknya pada diniharilah gelap adalah sebuah ajektif bukan tentang kekurangan, melainkan tentang kelebihan: gelap adalah sesuatu yang bersama kita sebelum cahaya; ia juga sesuatu yang akan bersama kita sesudah cahaya.<br /> <br />Kesementaraan, juga kelebihan. Barangkali kedua-duanya yang membuat dinihari mempertautkan manusia dengan yang kekal. Di biara yang jauh dari keramaian, para rahib bangun pukul 03.30 pagi. Masing-masing melakukan doa pribadi di bilik yang sempit. Pada pukul 04.00, misa bersama mulai. <br /><br />Dan selama Ramadan, makan sahur dilakukan di saat itu pula. Orang bisa mengatakan, fisik kita perlu dijaga dengan beberapa suap nasi sebelum puasa 12 jam. Tapi jangan-jangan semua itu bukanlah buat kesehatan—makan di jam seperti itu justru tidak membantu metabolisme tubuh—melainkan buat merasakan hubungan antara yang indrawi, yang badani, dan transisi saat. Ketika kita tahu hidup begitu sejenak, kita pun akan bertanya adakah segalanya juga fana—dan tidakkah pengertian tentang ”fana” hanya bisa dimengerti jika ada yang ”bukan-fana”, jika disandingkan dengan yang abadi? Meskipun yang abadi tak pernah kita alami? <br /><br />Dalam gelap dinihari, jika yang abadi bisa terasa hadir, mungkin karena ada hubungan antara keabadian dan kuasa, dan ada hubungan kuasa dengan misteri. Ia tak pernah bisa ditebak. Ia semacam peringatan akan apa yang kurang pada kita—yang menyebabkan kita selamanya terbelah, antara kini yang rapuh dan kelak yang tak jelas, antara kini yang hadir dan kelak yang kita tak pernah tahu. <br /><br />Justru karena dinihari juga akan berhenti. Ia juga bagian dari keterbatasan dan kesementaraan. Gelap tak bisa mutlak. ”Aku tak takut gelap,” kau bilang. ”Dalam gelap aku bisa menemukan kedamaian.” Tapi mungkin juga karena kita temui gelap tak sendirian: ia sebuah beda, ia sebuah intermezzo di dunia yang diberondong cahaya. Ada cahaya surya yang tua, ada cahaya yang dibikin Thomas Alva Edison, ada cahaya bintang yang sporadis, ada kilau lampu-lampu iklan yang kian agresif. Maka gelap adalah selingan dari terang yang gaduh. Kita tahu terang telah jadi bagian dari proyek manusia menguasai bumi—yang tak membuat kedamaian hal yang lumrah. <br />Tapi tak selamanya gelap sebuah intermezzo. Ia bisa jadi awal putus harapan. Pada 1815, lebih dari separuh abad sebelum Krakatau, sebuah gunung di Nusantara meletus. Sampai setahun berikutnya, debu yang muncrat dari kepundan Tambora itu menutupi langit. Matahari terkurung cadar tebal. Bulan padam. Di Eropa, tahun berikutnya semacam perubahan cuaca terjadi. Tahun itu kemudian diingat sebagai ”tahun tanpa musim panas”. Pada tahun itu pula penyair besar Inggris Lord Byron menulis sebuah sajak yang memukau, Darkness. <br /><br />…dan bintang-bintang <br />menggelandang di ruang kekal <br />tanpa sinar, tanpa jalur, <br />dan Bumi yang dingin <br />bergoyang, buta…<br /><br />Terkurung gelap debu Tambora itu, pagi datang dan pergi, tak membawa siang. ”Morn came and went—and came, and brought no day.” Dan ombak mati, pasang berdiam di kuburnya, sementara Bulan, ”tuan putri mereka, telah padam sebelumnya.” Angin pun lingsut di udara yang tak bergerak, awan musnah. Tapi, tulis Byron, ”Gelap tak perlu bantuan dari mereka. Gelap adalah Alam Semesta itu sendiri. She was the Universe.” <br />Sedikit berlebihan, tentu saja, seperti setiap sajak. Sebab selalu ada jarak antara alam semesta dengan gelap dan terang. Itulah sebabnya dinihari begitu penting: perbatasan; transisi; pertemuan dua hal, momen perbedaan, momen ketidakstabilan, tapi juga keterbukaan. <br /><br />Mungkin itulah kita bisa saling merindukan—kita yang lain, kita yang beda, kita yang mungkin belum pernah bertemu. Di jam-jam awal dari hari, di dinihari, ketika kita dengarkan dengan sedikit tergetar oleh kangen yang tak terelakkan Sting menyanyi, ”In the wee small hours of the morning.” Dan kita dengar trompet Chris Botti meningkah, dan terasa, semua yang akan berakhir sejenak seperti sesuatu yang abadi. <br /><br />Goenawan Mohamadnong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-62061337193893540722008-10-09T08:16:00.000-07:002008-10-09T08:20:46.827-07:00Konstitusionalisme Vs Fundamentalisme<span style="font-style:italic;">Oleh Adnan Buyung Nasution</span><br /><br />Belakangan ini timbul berbagai ancaman terkait fundamentalisme agama.<br /><br />Pertama, kemunculan berbagai peraturan daerah syariat yang diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia. Kedua, desakan untuk mengegolkan RUU tentang Pornografi yang amat antiperempuan (misogynist) dan tidak mampu melindungi anak. Ketiga, tindak kekerasan yang dilakukan kelompok fundamental terhadap pemeluk agama dan kepercayaan minoritas, rakyat kecil marjinal, juga aktivis pejuang kebebasan beragama.<br /><br />Ancaman itu menjadi kian serius saat berbagai kelompok fundamental mulai mengembuskan isu mayoritas vis a vis minoritas ke ruang publik. Simak tuntutan pembubaran Ahmadiyah yang selalu dikaitkan pandangan mainstream kelompok Islam.<br /><br />Demikian pula dengan rencana pengesahan RUU Pornografi yang kabarnya sebagai hadiah Ramadhan bagi mayoritas. Celakanya, aspirasi fundamentalistik yang dikesankan mendapat dukungan mayoritas itu membuat cabang-cabang kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) seolah kehilangan pegangan dan tidak berdaya.<br /><br />Pertanyaannya, jika benar ada dukungan mayoritas terhadap berbagai aspirasi fundamentalistik, apakah hal itu dapat dijadikan argumentasi yang sahih sebagai pembenaran segala tindakan penyelenggara negara? Pertanyaan itu kerap dijawab serampangan atau disederhanakan melalui ungkapan semacam vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan). Jika mayoritas berkehendak, maka jadilah.<br /><br />Pemahaman demikian tentu mengandung kerancuan karena majority rule hanyalah salah satu aturan main dalam demokrasi dan bukan fondasi dari demokrasi itu sendiri. Mekanisme kehendak mayoritas hingga kini dan mungkin sampai kapan pun merupakan prosedur yang jauh lebih baik dibanding sistem monarki atau kekhalifahan yang mengandaikan adanya pribadi pemimpin arif bijaksana yang diangkat secara turun-temurun atau lewat penunjukan segelintir orang.<br /><br />Meskipun demikian, demokrasi tidak melulu terkait prosedur. Demokrasi harus memiliki substansi, yaitu prinsip-prinsip pokok yang harus ditegakkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, demokrasi harus berdasarkan prinsip konstitusionalisme yang bertujuan membatasi kesewenang-wenangan kekuasaan, termasuk mencegah adanya tirani dari kelompok mayoritas (tyranny of the majority).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Konstitusionalisme</span><br /><br />Sejak pendirian Republik, Hatta mengupayakan adanya jaminan bagi perlindungan kebebasan individu sekaligus meletakkan fondasi konstitusionalisme di Indonesia. Ia mewakili pendukung prinsip demokratis yang mengajukan penolakan terhadap faham integralistik Soepomo yang mengabaikan hak-hak minoritas dan mengandung ide-ide penyeragaman yang amat berbahaya. Hatta menginginkan adanya suatu negara pengurus yang tidak kebablasan menjadi negara kekuasaan, negara penindas (Risalah Sidang BPUPKI/PPKI).<br /><br />Upaya mewujudkan konstitusionalisme di Indonesia lalu dilanjutkan dan sempat mendapatkan momentumnya saat Konstituante berhasil dibentuk lewat Pemilu 1955 yang amat demokratis. Anggota konstituante yang berjumlah 544 orang itu telah bersidang selama sekitar 3,5 tahun. Mereka bahkan telah berhasil merumuskan 24 pokok HAM. Namun, sebagaimana kita ketahui, pencapaian itu dimentahkan oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945.<br /><br />Pada masa Orde Baru, pekerjaan besar bangsa ini untuk mewujudkan konstitusionalisme terhambat. Rezim otoriter menutup segala saluran dan menggunakan aparatusnya untuk menyelusup dalam rongga-rongga terdalam kehidupan masyarakat bahkan secara aktif memantau kehidupan orang perseorangan. Pada masa itu kebebasan menjadi kosakata yang telah kehilangan makna.<br /><br />Pers dan media layaknya koor yang senada dalam menyuarakan kebijakan pemerintah. Suara sumbang dibungkam lewat mekanisme sensor yang berujung pada pembreidelan. Kehidupan kepolitikan dimandulkan dan sebagai gantinya dihadirkan demokrasi seolah-olah. Lawan-lawan politik dan ideologis penguasa diberi stigma sebagai musuh negara dan diperlakukan layaknya warga negara kelas dua. Batas-batas ditentukan dengan ketat dan upaya untuk melampauinya akan digolongkan sebagai tindakan subversif. Pendeknya, Orde Baru telah melucuti hak-hak individu warga negara.<br /><br />Memasuki era Reformasi terjadi perkembangan yang cukup baik, terutama setelah amandemen UUD 1945. Kekuasaan negara yang sewenang-wenang dan sentralistik telah dilucuti. Kebebasan warga negara dan otonomi daerah telah mendapatkan jaminan di dalam konstitusi.<br /><br />Persoalan timbul belakangan saat kebebasan dikotori oleh ekstremisme dalam berekspresi. Otonomi daerah pun ditunggangi aneka kepentingan sektarian untuk mengegolkan berbagai perda diskriminatif dan melanggar HAM.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ancaman demokrasi kita</span><br /><br />Insiden Monas 1 Juni 2008 seharusnya dapat menyadarkan banyak kalangan tentang kondisi demokrasi kita yang masih mengidap penyakit kronis. Virus perusak demokrasi itu dibawa oleh berbagai kelompok fundamental yang mengotori keadaban publik dengan menggunakan cara-cara kekerasan pada sesama warga.<br /><br />Tindakan premanisme seharusnya dapat diatasi sebelumnya jika saja negara tidak ragu-ragu dalam menegakkan hukum dan konstitusi, terutama untuk menindak pelaku dan melindungi kelompok-kelompok minoritas, yang marjinal, lemah, dan terancam. Meski pada akhirnya aparat bertindak dan hingga kini upaya hukum telah berjalan, terjadinya insiden itu harus dipahami sebagai ekses dari lambatnya respons negara.<br /><br />Dengan pemahaman demikian, seharusnya saat ini aparat hukum lebih sigap, apalagi dengan menyimak perkembangan serius yang terjadi belakangan dalam proses persidangan.<br /><br />Berbagai kelompok telah melangkah lebih jauh dengan melecehkan wibawa hukum. Mereka tidak segan-segan melakukan intimidasi, ancaman, bahkan kekerasan di ruang sidang pengadilan. Di titik kritis ini, tidak ada pilihan lain, penegakan hukum harus mampu menjadi ultimum remedium guna mencegah agar tidak terjadi kondisi ketiadaan norma (normless) dan memastikan tercapainya summum bonum (greatest good).<br /><br />Akhirnya, saya ingin sungguh-sungguh meyakinkan segenap bangsa ini, ancaman fundamentalisme agama itu nyata dan berbahaya karena bertujuan menciptakan negara berdasarkan agama. Sejauh ini berbagai kelompok fundamental itu telah menyorong penyelenggara negara hingga tersudut di tepian jurang inkonstitusionalitas.<br /><br />Karena itu, kita semua harus senantiasa berpegang teguh pada faham konstitusionalisme agar tidak salah langkah dan mampu menjaga bangsa ini tidak terempas dan pecah berkeping-keping.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Adnan Buyung Nasution Pengacara Senior<br />Kompas hal 4, Kamis, 9 Oktober 2008 </span>nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-84841266450789741502008-08-22T09:35:00.000-07:002008-08-22T09:58:13.745-07:00Menjadi Muslim dengan Perspektif Liberal<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8-F0Fh8vFAaqnglc7LKO82qBCsCzk8glHygM88uLs2AcayKYYhLfiul5Tsbb8plt2luwhVFyjmp5L9dQqMubkPk4oJFgn9EnGktMUWNS8umQwJJan2eQlS5GwuBLDzir9zxS7bruYstc/s1600-h/aku+%26+dea.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8-F0Fh8vFAaqnglc7LKO82qBCsCzk8glHygM88uLs2AcayKYYhLfiul5Tsbb8plt2luwhVFyjmp5L9dQqMubkPk4oJFgn9EnGktMUWNS8umQwJJan2eQlS5GwuBLDzir9zxS7bruYstc/s200/aku+%26+dea.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5237382675290407458" /></a>(teman-teman, tulisan ini adalah tulisan mas ulil. saya harap tulisan ini berguna untuk kita semua)<br /><br />USAI memberikan ceramah di sebuah kantor di kawasan Jakarta Selatan sekitar enam tahun yang lalu, saya bertanya kepada seorang panitia, di mana saya bisa mengambil air wudu dan melaksanakan salat Asar. Saat saya salat, secara lamat-lamat saya mendengar bisik-bisik di balik punggung, "Lho, Mas Ulil kok salat, katanya liberal."<br /><br />Saat di Boston, saya aktif mengikuti kegiatan yang diadakan oleh sebuah kelompok pengajian bernama IQRA. Selain ingin menikmati masakan Indonesia yang dihidangkan oleh ibu-ibu anggota pengajian, saya juga bisa belajar bagaimana teman-teman yang tinggal di Amerika memaknai Islam. Kadang-kadang saya juga memberikan ceramah, tetapi lebih sering menjadi pendengar saja. Kadang saya juga didaulat menjadi imam salat. <br /><br />Saat Ramadan, seluruh kegiatan buka puasa hampir tak pernah saya lewatkan. Selain isteri saya memang gemar sekali memasak dan ingin berbagi masakan itu dengan teman-teman Indonesia yang lain, saya juga menikmati pertemuan-pertemuan seperti itu karena membuat saya bisa merasakan "getaran" bulan puasa. Ibadah puasa tidak terlalu asyik jika dilaksanakan sepenuhnya secara "personal" dan "soliter". Sejak kecil, saya menikmati puasa sebagai "tindakan kolektif". Pengalaman sosial seperti itu tak saya jumpai selama di Amerika, sebab di sini jumlah umat Islam sedikit sekali. <br /><br />Dengan mengikuti momen-momen buka puasa atau melaksanakan salat tarawih secara bareng-bareng, saya merasakan kembali "suasana sosial" dalam ibadah puasa. Pengalaman sosial dalam beragama ini bukan hanya khas Islam; dalam agama apapun, dimensi "bebrayan" atau sosialitas ini sangat penting. Pengalaman yang membekas pada para pemeluk agama biasanya bukan sekedar "kesyahduan individual" saat seseorang melakukan meditasi untuk berkomunikasi dengan Tuhan, misalnya dalam sembahyang. Pengalaman yang paling membekas biasanya adalah pengalaman beragama secara sosial itu. <br /><br />Kelompok paguyuban semacam IQRA atau yang lain memiliki makna yang penting bagi masarakat Muslim yang hidup di luar negeri karena membantu mereka untuk mengalami kembali pengalaman sosial dalam beragama dan beribadah. <br /><br />Itulah sebabnya, dengan suka cita saya mengikuti kegiatan bulan puasa yang diadakan teman-teman Indonesia di kota Boston. Sekali lagi, saya mendengar bisik-bisik di baik punggung, "Kok Mas Ulil puasa, padahal liberal."<br /><br /><br />SEJAK Mei 2001, bersama dengan teman-teman muda di Jakarta, saya mendirikan sebuah kelompok bernama Jaringan Islam Liberal, disingkat JIL. Kata "jil" selain enak diucapkan sebagai akronim, juga merupakan kata Arab yang artinya "generasi". JIL adalah sebuah generasi pemikiran yang muncul di tengah-tengah masyarakat. <br /><br />Tujuan utama kelompok ini secara umum ada dua. Pertama, melakukan kritik atas pemahaman keislaman yang fundamentalistis, radikal dan cenderung pada kekerasan. Paham-paham semacam ini muncul bak cendawan setelah era reformasi di Indonesia sejak 1998. Bagi saya, paham Islam yang radikal, eksklusif, dan pro-kekerasan ini sangat berbahaya bukan saja bagi masyarakat Indonesia yang plural, tetapi juga bagi Islam sendiri. Sebagai seorang Muslim, saya tidak mau agama saya"dibajak" oleh kaum radikal-fundamentalis untuk mengesahkan kekerasan atas nama agama. <br /><br />Kedua, untuk menyebarkan pemahaman Islam yang lebih rasional, kontekstual, humanis, dan pluralis. Di mata saya dan teman-teman yang menggagas JIL, Islam harus terus-menerus dikonfrontasikan dengan realitas sosial yang terus berubah. Jawaban yang diberikan oleh agama atau ulama di masa lampau, belum tentu tepat untuk zaman sekarang. Oleh karena, sikap kritis dalam membaca pemikiran Islam yang kita warisi dari ulama masa lampau sangat penting. <br /><br />Tidak semua hal yang tertera dalam Quran dan hadis harus dimaknai secara harafiah. Quran dan hadis dibentuk oleh konteks yang spesifik, dan karena itu harus terus-menerus dikontekstualisasikan, terutama ajaran-ajaran yang berkenaan dengan kehidupan sosial-politik. Bagi saya dan teman-teman JIL, misalnya, sistem pengelolaan "negara" yang pernah dicontohkan oleh Nabi dan sahabat-sahabat sesudahnya di Madinah tidak mesti kita contoh mentah-mentah untuk dipraktekkan pada zaman sekarang, sebab kita berhadapan dengan konteks sejarah yang berbeda. <br /><br />JIL sama sekali tidak mengungkit-ungkit masalah ibadah. Saya sadar tidak semua hal dalam agama bisa dirasionalkan. Ada dimensi-dimensi tertentu dalam agama yang tak bisa sepenuhnya dipahami secara rasional. Contoh yang baik adalah masalah ibadah. Yang saya maksud di sini adalah ibadah dalam pengertian yang terbatas, yaitu apa yang sering disebut dengan ibadah mahdah alias ibadah murni seperti salat, puasa dan haji. Tata cara ibadah dalam Islam, menurut saya, berlaku sepanjang zaman dan tidak bisa dirasionalkan. <br /><br />Tentu ada sejumlah tata-cara ibadah yang bisa didiskusikan ulang. Tidak semua hal berkenaan dengan tata-cara ibadah bersifat "harga mati". Misalnya, saat saya kecil di kampung dulu, ada diskusi hangat antara kalangan NU dan Muhammadiyah mengenai boleh tidaknya menyampaikan khutbah Jumat dalam bahasa selain Arab. Kiai-kiai NU berkeras bahwa khutbah Jumat harus disampaikan dalam bahasa Arab, sebab Nabi dulu memakai bahasa itu dalam khutbah. <br /><br />Kalangan Muhammadiyah berpandangan lain: khutbah tujuan pokoknya adalah untuk memberi pengertian dan informasi kepada jamaah. Bagaimana pengertian itu bisa sampai kepada mereka jika tak memakai bahasa yang bisa mereka pahami? Dalam hal ini, cara berpikir Muhammadiyah, menurut saya, cenderung liberal, sementara kiai-kiai NU cenderung konservatif.<br /><br />Sekarang, praktek khutbah dengan bahasa non-Arab sudah diterima secara umum baik oleh kiai NU maupun, apalagi, tokoh-tokoh Muhammadiyah. Meskipun di kampung saya, hingga sekarang masih ada beberapa kiai yang tak bisa menerima khutbah dalam bahasa Indonesia atau Jawa. Paman saya di kampung yang mengelola sebuah pesantren, masih tetap memakai bahasa Arab dalam khutbah Jumat. Dia tetap berpandangan bahwa khutbah yang disampaikan dalam bahasa lokal, bukan Arab, tidak sah dan karena itu salat Jumat juga menjadi tidak sah pula.<br /><br />Masalah serupa sekarang muncul dalam konteks salat: apakah kita boleh memakai bahasa non-Arab dalam salat? Sebagaimana kita tahu, salat adalah kata Arab yang secara harafiah artinya doa. Apakah kita harus berdoa hanya dalam bahasa Arab saja, atau bolehkah berdoa dalam salat dengan bahasa lain, misalnya Jawa, Madura, Sunda, atau Batak? Bukankah doa dengan bahasa lokal yang kita pakai sehari-hari lebih baik ketimbang bahasa Arab yang untuk beberapa orang sama sekali tak dipahami? <br /><br />Umumnya umat Islam tidak bisa menerima ide tentang salat memakai bahasa non-Arab. Bahkan kalangan Muhammadiyah yang cukup "liberal" dalam kasus khutbah Jumat, umumnya bersikap konservatif dalam masalah yang satu ini.<br /><br />Itu adalah beberapa contoh tata cara ibadah yang masih terbuka untuk didiskusikan. Tetapi, pada umumnya, tata cara ibadah bersifat "fixed" alias harga mati. Jumlah rakaat salat, misalnya, tidak bisa kita diskusikan lagi. Waktu salat juga sudah ditentukan oleh agama. Kita tak usah terlalu jauh mempersoalkan kenapa salat Magrib berjumlah tiga rakaat, Isya empat rakaat, Subuh dua rakaat, dan seterusnya. Boleh saja kita mereka-reka alasan di balik tata cara itu. Pada akhirnya, hal-hal yang berkaitan dengan ritual itu bersifat ta'abbudi, alias tidak bisa dirasionalkan.<br /><br />Sebagai seorang Muslim liberal, saya tak pernah mempersoalkan masalah-masalah yang masuk dalam wilayah ibadah murni itu. Sebuah hadis terkenal menegaskan, "al-salah mukh-kh al-'ibadah", salat atau berdoa adalah "the crux" atau inti ibadah. Hadis ini dengan tepat sekali memotret fenomena keberagamaan bukan saja dalam Islam, tetapi juga dalam semua agama. Kalau kita telaah agama-agama dunia, berdoa, meditasi, sembahyang atau praktek-praktek serupa adalah unsur pokok di sana yang tak bisa dihindarkan. <br /><br />Oleh karena itu, sembahyang buat saya memiliki kedudukan yang penting dalam keislaman yang saya pahami. Sembahyang di sini saya mengerti dalam dua makna sekaligus, yaitu sembahyang secara teknis yang sering disebut salat dengan tata-cara yang sudah ditetapkan dalam Islam, maupun sembahyang dalam pengertian berdoa dan meditasi secara umum. Saya melakukan dua hal itu sekaligus.<br /><br />Spiritualitas menempati kedudukan penting dalam modus keberagamaan saya. Meminjam istilah William James yang dikenal luas melalui bukunya The Varieties of Religious Experience" itu, beragama yang "genuine" ditandai oleh semacam gejala seperti "flu berat" (acute fever). Beragama yang hanya mengikuti tradisi saja tanpa pengalaman spiritualitas yang mendalam oleh James disebut sebagai pengalaman yang menyerupai "baju bekas", (istilah yang dipakai oleh James adalah second hand religious life).<br /><br />Dengan demikian, salat atau sembahyang menempati kedudukan yang penting dalam pemahaman Islam liberal saya. Entah dari mana sumbernya, ada suatu persepsi di sebagian kalangan masyarakat bahwa Islam liberal sama dengan tidak salat, tidak puasa, dan mengabaikan ibadah sama sekali. Ini jelas persepsi yang keliru sama sekali. <br /><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgANAlZbH5HsT2ayBMD7NVXr3EJUOEvzMC8R9_Fp3aRBM4B4W3K37UuJ6cE-rET_Kr5veJz8JERQRYXOT0UFnH94ed1ipPkcudqvOmRO_CGnIcLcBHWblr4ydurvjTP8-gGHLRwUsJ1TNw/s1600-h/IMG_2234.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgANAlZbH5HsT2ayBMD7NVXr3EJUOEvzMC8R9_Fp3aRBM4B4W3K37UuJ6cE-rET_Kr5veJz8JERQRYXOT0UFnH94ed1ipPkcudqvOmRO_CGnIcLcBHWblr4ydurvjTP8-gGHLRwUsJ1TNw/s200/IMG_2234.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5237384863494281986" /></a>PERBEDAAN mendasar antara saya beserta teman-teman Muslim liberal lain dengan kalangan Islam konservatif pada umumnya adalah pada aspek interpretasi dan perspektif pemahaman. Meskipun saya berpandangan bahwa tidak semua hal dalam agama bisa dirasionalkan, pada saat yang bersamaan saya juga berpandangan bahwa tidak semua hal dalam agama harus melulu dianggap sebagai semata-mata perintah Tuhan yang tidak bisa dicari dasar-dasar rasionalisasinya, tak bisa dinalar. <br /><br />Islam memang berarti ketundukan. Muslim berarti orang yang tunduk. Kalangan Islam konservatif, dengan interpretasi tertentu, hendak mengatakan bahwa sebagai Muslim, kita harus tunduk pada perintah Tuhan tanpa reserve, tanpa ba-bi-bu. Kita tak diperbolehkan untuk mempertanyakan kenapa Tuhan memerintahkan hal ini, melarang itu. Tugas manusia nyaris seperti "budak" yang taat tanpa berpikir pada sebuah perintah. <br /><br />Pemahaman keislaman seperti ini, dalam pandangan saya, jelas sama sekali tak tepat. Dalam Quran sendiri, berkali-kali kita menjumpai ayat-ayat yang disudahi dengan sebuah pertanyaan retoris berbunyi "afala ta'qilun", apakah kalian tak memakai akal, atau "la'allakum tatafakkarun" atau "afala tatafakkarun", apakah kalian tak berpikir. <br /><br />Ayat yang menarik perhatian saya sejak dulu adalah berikut ini, "inna syarra al-dawabbi 'inda al-Lahi al-shumm al-bukm al-lazina la ya'qilun." (QS 8:22). Terjemahan bebas ayat itu: seburuk-buruk binatang melata di muka bumi adalah orang-orang tuli dan bisu yang sama sekali tak memakai akal mereka. <br /><br />Ayat di atas bukan semacam kutukan bagi mereka yang secara fisik menderita cacat tuli dan bisu. Dua kata itu dipakai dalam ayat di atas secara metaforis. Ayat itu sudah menjelaskan dirinya sendiri: tuli dan bisu di sana merujuk kepada orang-orang yang tak memakai akal. Yakni mereka yang hanya tunduk pada tradisi dan pemahaman yang sudah berlaku umum, tanpa memeriksa pemahaman itu secara kritis dengan akal sehat. <br /><br />Memakai akal adalah perintah Tuhan itu sendiri. Jika seseorang mengikuti perintah agama dengan sikap kritis, itu bukan berarti ia tak tunduk pada perintah tersebut, tetapi justru ia melaksanakan perintah itu sendiri. Sebab, dalam banyak ayat Tuhan mengkritik perilaku mereka yang hanya mengikuti apa yang sudah ada tanpa berpikir kritis. Bacalah ayat berikut ini: qalu wajadna aba'ana kazalika yaf'alun (QS 26:74). Terjemahan bebas: mereka berkata, kami hanya mengikuti saja apa yang telah dilakukan oleh bapak-bapak kami sebelumnya.<br /><br />Ayat itu adalah kritik terhadap masyarakat pada masa Nabi Ibrahim yang "ngotot" merawat tradisi keagamaan mereka tanpa berpikir kritis. Mereka menolak dakwah Ibrahim dengan alasan yang sangat "tipikal" pada semua masyarakat manapun: kami hanya mengikuti tradisi yang sudah dijamin teruji; kami tak mau ambil resiko mengikuti anda yang belum jelas reputasinya. Masyarakat manapun memang cenderung konservatif, alias menjaga tradisi dan merawatnya secara membabi-buta, walaupun bukti-bukti rasional menunjukkan bahwa praktek yang ada itu sudah tak tepat sama sekali dan berlawanan dengan semangat zaman.<br /><br />Ayat itu relevan sebagai kritik bukan saja untuk masyarakat pada masa Nabi Ibrahim, tetapi juga keadaan umat Islam sendiri saat ini. Semangat taklid buta tanpa berpikir kritis sangat dikecam dalam banyak ayat di Quran.<br /><br />Itulah "tuli" dan "bisu" yang dikritik oleh Quran: sikap keras kepala, tak rasional, tak mau membuka diri pada perkembangan baru yang ada dalam masyarakat. Orang-orang seperti ini mempunyai prinsip yang khas: pokoknya agama mengatakan A, ya sudah, saya mengikutinya tanpa bertanya apapun. Orang-orang semacam ini merasa tunduk pada perintah Tuhan, padahal mereka mengabaikan perintah Tuhan yang lain untuk berpikir kritis. <br /><br />Oleh Quran, orang-orang semacam ini disebut sebagai "syarr al-dawabb", binantang melata yang paling buruk. Kata "dabbah" (bentuk tunggal dari kata "dawabb") secara harafiah berarti "kullu ma yadibbu 'ala al-ard", segala hewan yang merangkak atau melata di muka bumi. Meskipun kata "dabbah" biasa dipakai untuk menyebut hewan yang biasa dikendarai sebagai alat transportasi (seperti kuda, keledai, atau unta), yang dimaksud dengan kata itu dalam ayat di atas adalah manusia. Dengan kata lain, seburuk-buruk manusia adalah mereka yang tak memakai akal mereka. <br /><br />Dengan bersembunyi di balik alasan "tunduk pada perintah Tuhan", orang-orang yang disebut "syarr al-dawabb" itu menolak untuk memakai pendekatan yang kritis dalam memahami perintah-perintah agama.<br /><br />Pemahaman Islam liberal yang saya kembangkan ingin mengajukan cara pandang yang lain. Berpikir kritis, termasuk dalam memahami perintah-perintah Tuhan, adalah bagian dari keislaman itu sendiri. Berpikir secara rasional dalam masalah agama adalah bagian dari perintah agama itu sendiri. Berpikir kritis dalam agama bukan berarti membangkang terhadap agama. <br /><br /><br />DENGAN mengecualikan aspek ibadah murni, saya cenderung mengembangkan pemamahan keislaman yang rasional, kontekstual, dan humanis. Banyak hal yang selama ini dianggap sebagai perintah agama, sebetulnya, jika kita telaah dengan kritis, hanyalah cerminan dari keadaan sosial pada masa tertentu yang makin tak relevan dengan berlalunya zaman.<br /><br />Sejumlah contoh bisa saya sebutkan di sini. <br /><br />Hingga sekarang, masih banyak negeri-negeri Arab teluk, termasuk Saudi Arabia, yang menolak mengangkat perempuan sebagai anggota parlemen. Berdasarkan "petuah" dan "fatwa" ulama konservatif di negeri-negeri itu, mereka berpandangan bahwa praktek mengangkat perempuan menjadi anggota parlemen berlawanan dengan Islam. Sebuah hadis terkenal sering dijadikan sebagai sandaran argumen, "ma aflaha qawmun wallau amrahum imra'atan." Terjemahan bebasnya: bangsa yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang perempuan tak akan beruntung, alias akan gagal.<br /><br />Beragama secara rasional dan kritis seperti saya pahami dalam kerangka Islam liberal akan mencoba mengajukan sejumlah pertanyaan berikut ini. <br /><br />Benarkah perempuan tak mampu menjadi pemimpin? Apakah secara empiris itu dibuktikan dalam realitas empiris? Bukankah banyak perempuan yang sukses menjadi pemimpin? Kalau perempuan dalam masyarakat tertentu tak mampu menjadi pemimpin, apakah hal itu karena faktor intrinsik dalam diri mereka, atau karena masyarakat tak memberikan kesempatan pada mereka untuk memperoleh ketrampilan sebagai pemimpin? Taruhlah hadis itu benar diucapkan oleh Nabi, apakah ia tetap relevan diberlakukan hingga sekarang, ataukah itu terkait dengan keadaan spesifik pada zaman Nabi saja? Apakah masuk akal ajaran agama yang konon berasal dari Tuhan menghalangi hak perempuan untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat, padahal jumlah mereka adalah separoh dari penduduk bumi? Tuhan macam apa yang memberikan ajaran semacam ini? Ataukah kita sendiri yang tak tepat memahami ajaran Tuhan itu?<br /><br />Bertanya secara kritis semacam ini bukan melawan esensi Islam sebagai agama ketundukan. Sebagaimana sudah saya tunjukkan di muka, bertanya secara kritis adalah bagian dari perintah agama itu sendiri. Sekali lagi, kita tunduk pada perintah Tuhan bukan seperti "budak bego" yang sama sekali tak berpikir. Kita tunduk tetapi harus dengan cara-cara yang rasional. Tunduk secara membabi-buta tanpa berpikir disebut oleh Quran sebagai tindakan orang-orang yang masuk kategori "syarr al-dawabb", "the ugliest animal", binatang yang teramat buruk.<br /><br />Contoh lain yang relevan untuk keadaan yang kita saksikan di sejumlah negeri-negeri Islam saat ini adalah masalah hukum hudud yaitu hukum pidana Islam seperti potong tangan, cambuk, dan lontar batu. Sebagaimana kita tahu, hukuman bagi pidana pencurian yang memenuhi syarat-syarat tertentu menurut Quran adalah potong tangan (QS 5:38). Saat ini, muncul sejumlah gerakan Islam yang ingin menerapkan syariat Islam sebagai hukum negara. Hukum potong tangan adalah salah satu ajaran yang hendak mereka perjuangkan untuk menjadi hukum negara yang tentu bisa di-enforce melalui aparat pemerintah. <br /><br />Membaca ayat di atas, kita bisa mengajukan sejumlah pertanyaan: apakah teknik menghukum pidana pencurian bersifat statis? Bukankah teknik pemidanaan dan penghukuman berkembang terus sesuai dengan perkembangan peradaban dan kematangan mental manusia? Bukankah hukum potong tangan itu warisan dari praktek-prektek penghukuman pada masyarakat kuno yang sangat kejam? Bukankah Islam hanya meminjam saja praktek-praktek penghukuman yang sudah ada? Jika perkembangan teknik penghukuman berkembang terus, apakah kita tak perlu meninjau "hukum Tuhan" itu? Bukankah yang penting adalah esensi penghukuman, bukan cara menghukum?<br /><br />Sekali lagi, bertanya seperti itu adalah bagian dari perintah agama, bukan melawan perintah agama seperti dikesankan oleh kaum Islam fundamentalis di mana-mana. <br /><br />Sikap kritis semacam ini perlu kita kembangkan untuk memahami sejumlah ajaran dalam Islam. Sekali lagi, saya menganjurkan sikap ini di luar masalah ibadah murni. Dalam masalah ritual murni, saya menjalankan saja perintah agama dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Meskipun detil-detil ketentuan itu masih bisa tetap diperdebatkan.<br /><br />Kenapa sikap kritis saya berhenti pada saat berhadapan dengan masalah ibadah murni? Ini pertanyaan yang diajukan oleh beberapa teman kepada saya. Tidak mudah menjawab pertanyaan ini, dan saya tak memiliki pretensi untuk bisa menjawabnya secara memuaskan. Secara umum, jawaban saya adalah sebagai berikut. Masalah-masalah ibadah murni cenderung bersifat arbitrer, alias acak dan tanpa alasan yang jelas.<br /><br />Sebagai perbandingan, kita bisa mengambil sejumlah contoh tindakan arbitrer dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh adalah praktek berlalu-lintas di sebelah kiri seperti kita jumpai di Indonesia. Kita bisa bertanya, kenapa kita tak memakai sistem lain, yaitu lalu-lintas dari sebelah kanan seperti berlaku di banyak negeri Eropa atau Amerika. Tentu kita bisa memberikan alasan pembenar untuk masing-masing praktek itu. Tetapi, pada akhirnya, jawaban yang paling masuk akal adalah: itu semua adalah pilihan suka-suka saja, alias arbitrer. Baik kanan atau kiri tidak mengandung alasan yang subtansial. Yang penting, lalu-lintas aman dan tertib.<br /><br />Masalah ibadah murni kurang-lebih sama dengan hal itu, meskipun tidak persis. Kita bisa bertanya, kenapa salat Magrib berjumlah tiga rakaat, kenapa tidak empat, kenapa tidak lima; kita juga bisa mencoba memberikan alasan-alasan pembenar. Tetapi, pada akhirnya, tak ada alasan yang masuk akal kecuali bahwa hal itu bersifat arbitrer. Tuhan sudah menentukan demikian, kita tinggal menjalankannya saja. Bagi saya, semua jenis ibadah yang dipraktekkan oleh agama apapun, sama statusnya: yaitu arbitrer. Yang penting di mata saya adalah bukan bagaimana cara beribadah, tetapi apakah anda bisa menghayati spiritualitas yang "genuine" dengan cara ibadah yang anda ikuti itu atau tidak. <br /><br />Semua orang beribadah dengan tujuan yang sama: membangun komunikasi dengan Tuhan sebagai Sumber, Pemberi, dan Pemelihara Kehidupan. Masing-masing agama memiliki cara ibadah yang "arbitrer". Tak ada alasan yang substansial di balik tata-cara ibadah itu.<br /><br />Inilah pemahaman Islam liberal yang ingin saya kembangkan; yakni beragama yang secara individual menekankan spirtualitas yang mendalam, dan secara sosial memakai pendekatan yang rasional dan kontekstual. Inilah corak agama yang memenuhi definisi Islam sebagaimana saya pernah pelajari waktu duduk di madrasah ibtida'iyah (setara dengan SD) puluhan tahun yang lalu. <br /><br />Waktu kecil dulu, Islam, menurut buku pelajaran tauhid yang saya pakai saat itu, adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk membawa kebahagiaan di dunia sekarang dan akhirat kelak. Hingga sekarang saya masih ingat teks Arab definisi itu: al-Islam huwa al-din al-lazi ja'a bihi Muhammadun SAW li sa'adat al-insani fi al-'ajili wa al-ajili.<br /><br />Kebahagiaan ukhrawi, dalam pandangan saya, dicapai melalui pengembangan spiritualitas yang mendalam. Sementara itu, kebahagiaan duniawi dicapai melalui usaha membangun kehidupan sosial-politik yang masuk akal. Definisi Islam seperti saya pelajari waktu kecil itu menarik sekali karena relevan untuk kita terapkan pada hampir semua agama. Inti definisi itu menggambarkan dengan baik sekali fungsi agama: yaitu mencapai kebahagiaan, entah di dunia sekarang, atau dalam kehidupan kelak. Tekanan ingin saya letakkan pada kata "kebahagiaan". <br /><br />Mereka yang belajar filsafat Islam, akan dengan mudah menemukan relevansi konsep kebahagiaan ini dalam tradisi filsafat Islam yang sangat kuat dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Kalau kita telaah karya-karya Al-Farabi (w. 950 M), Ibn Sina (w. 1037 M) atau Ibn Miskawayh (w. 1030 M), kita akan menjumpai pembahasan yang menarik tentang konsep kebahagiaan. Dalam pandangan mereka, ada dua jenis kebahagiaan, yaitu kebahagiaan teoretis (al-sa'adah al-nazariyyah) yang diajarkan oleh filsafat, dan kebahagiaan praktis (al-sa'adah al-'amaliyyah) yang diajarkan oleh para nabi. Dua-duanya sangat vital dalam mencapai hidup yang bahagia. <br /><br />Dalam filsafat Yunani, terutama dalam tradisi Plato, kita kenal konsep eudaimonia, yaitu kombinasi antara "kebajikan" (arete) dan "pengetahuan" (episteme). Dalam konsepsi ini, kebahagiaan sudah mengandung dua elemen sekaligus, yaitu pengetahuan (antara lain mengenai yang baik dan buruk) dan kebajiikan atau "virtue". Istilah "virtue" ini diterjemahkan dalam tradisi filsafat etika Islam sebagai "akhlaq". Sementara itu, istilah akhlak sendiri sering didefinisikan dalam filsafat Islam klasik sebagai "malakah" atau "habitus", yakni kebiasaan yang terbentuk dalam fakultas mental kita dan kemudian diterjemahkan menjadi suatu tindakan praktis. Akhlak atau "virtue" dalam pengertian "malakah" adalah semacam "etika yang tertubuhkan" (embodied ethics).<br /><br />Dengan kata lain, agama adalah jalan menuju kepada kebahagiaan itu. Kebahagiaan akan dicapai jika seluruh fakultas mental kita diberi keleluasaan untuk bekerja, bukan dikekang atas nama tradisi atau pemahaman tertentu. Oleh karena itu, etika kebebasan menjadi sangat vital dalam usaha mencapai kebahagiaan itu. Mereka yang tak bebas secara mental jelas mengalami depressi, dan itu sama sekali tidak bahagia.<br /><br />Tetapi kebahagiaan juga tidak cukup hanya dengan mengembangkan fakultas mental belaka. Kita harus bertindak secara benar dalam kehidupan sehari-hari. Saat berbuat sesuatu yang benar dan baik, seseorang akan mengalami perasaan bahagia dan bebas. Sebaliknya, seseorang yang bertindak salah akan merasa resah, tertekan, dan tidak bahagia. <br /><br />Agama adalah jalan mencapai kebahagiaan "teoretis" dan "praktis" semacam itu. <br /><br />Oleh karena itu, mereka yang mengajarkan keislaman dengan cara merepresi kebebasan akal dan berpikir secara kritis, sama saja mengajarkan kebahagiaan yang tak seimbang, seperti burung dengan satu sayap saja. Tak ada gunanya kita tunduk pada perintah harafiah Tuhan jika kita tak bisa mempertanyakan perintah itu. Bertanya secara kritis adalah bagian integral dalam proses menuju kebahagiaan atau sa'adah.<br /><br />Inilah perpsepektif Islam liberal yang ingin saya kembangkan. Inilah cara saya memahami Islam. Saya merasa tenteram dan bahagia dengan pemahaman semacam itu. Sebetulnya, pandangan semacam ini sudah ada pada banyak kalangan dalam masyarakat. Hanya saja, jarang orang yang berani mengatakannya dengan terus terang, entah khawatir "diteror" oleh kalangan Islam radikal-fundamentalis, takut di-cap sesat, atau khawatir kehilangan "posisi sosial" tertentu.<br /><br />Kita tak boleh tunduk atau takut pada ancaman kaum radikal-fundamentalis.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Ulil Abshar Abdalla</span>nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-38190791992926493642008-08-20T01:50:00.000-07:002008-08-20T02:05:46.118-07:00Kesadaran dan Kemerdekaan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7Trwx5qGSi6vCByYgvXveS9HZMACmT6F68A7Ilb1u3miJnYOowWarC_9skg62WsGNF-hQgZ7yMNPjci1uwiJvs2fvJB5BN2A3LIPC4gND9jo1tSTrB2tFhXTvuzLuEh5ai3J5jHhjlrM/s1600-h/dea+buka+baju.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7Trwx5qGSi6vCByYgvXveS9HZMACmT6F68A7Ilb1u3miJnYOowWarC_9skg62WsGNF-hQgZ7yMNPjci1uwiJvs2fvJB5BN2A3LIPC4gND9jo1tSTrB2tFhXTvuzLuEh5ai3J5jHhjlrM/s200/dea+buka+baju.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5236523315943758162" /></a>Bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan. Apakah kita sudah merdeka secara individu? Siapakah kita? Apa yang harus kita capai dalam hidup ini? Dari mana kita berasal dan kemana kita akan berakhir? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mungkin kadang-kadang muncul dalam pikiran kita. Bila kita manusia pragmatis, kita tak akan bertanya-tanya seperti ini. Ya udah jalani aja hidup ini, ngapain berat-berat mikir. Kalau jawabannya pake perspektif agama, pertanyaan-pertanyaan di atas sudah terang benderang ada dalam Kitab Suci, tinggal kita mengimaninya. Tapi apakah penjelasan itu cukup? <br /><br />Terkadang kita resah dengan diri kita sendiri. Apalagi kalau lagi suntuk. Maka untuk mencari jawabannya, saya memilih untuk membuka kembali pernyataan-pernyatan filosof untuk membantu menemukan jawaban dari keresahan kita. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah pernyataan eksistensi kita semua, tentang diri kita. Saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan memakai uraian Jean Paul Sartre, seorang filosof eksistensi yang sangat terkenal. Menurut Sartre, di dunia ini ada dua macam bentuk eksistensi. Yang pertama disebutnya dengan istilah <span style="font-style:italic;">etre-en-soi </span>dan yang kedua dinamakan <span style="font-style:italic;">etre-pour-soi.<br /><br /></span><span style="font-style:italic;">Etre-en-soi </span>adalah suatu cara bereksistensi secara tertutup, utuh menutup dirinya seperti kita lihat pada benda-benda mati. Dia seperti tertutup rapat, tidak ada celah untuk melihat keluar. Karena dia menyatu dengan dirinya secara massif, dia seakan-akan selesai dengan dirinya. Dia tidak memiliki kesadaran sedikitpun.<br /><br />Sebaliknya dengan eksistensi yang kedua, <span style="font-style:italic;">etre-pour-soi. </span>Dia terbuka, tidak massif, melainkan retak. Karena itu dia dapat melihat keluar dan ini artinya dia memiliki kesadaran, kesadaran bukan saja tentang dunia luar tapi juga kesadaran tentang dirinya sendiri. Bentuk eksistensi semacam ini adalah bentuk eksistensi manusia.<br /><br />Namun kesadaran akan diri sebenarnya adalah pengingkaran akan diri sendiri juga. Dia meretakkan keadaannya yang sekarang, yang tadinya bersifat massif, rapat tertutup, karena dengan menyadari dirinya, dia mempertentangkan adanya kemungkinan yang lain. Dia lalu memproyeksikan dirinya kepada kemungkinan yang lain itu. Pada saat dia menyadari dirinya, maka dia tidak lagi menjadi dirinya, dia menjadi retak dua atau lebih karena dia menjadi dirinya dan juga kemungkinan atau kemungkinan-kemungkinannya.<br /><br />Di sini kita melihat bahwa manusia adalah sebuah kemungkinan yang terbuka, dalam arti lain, manusia memiliki kemerdekaan (kebebasan). Dia punya pilihan kemungkinan mana yang akan dia ambil, dialah yang mempertimbangkan kemungkinan mana yang lebih baik dan seterusnya. Ini berarti, kalau pilihannya baik, maka dia akan merasa betapa manisnya kemerdekaan yang dia miliki. Sebaliknya, bila salah maka dia harus mempertanggungjawabkannya sendirian. <br /><br />Adanya kemungkinan kedua ini membuat manusia ragu-ragu untuk memiliki kemerdekaan. Takut dengan hal yang buruk adalah wajar. Karena itulah banyak orang yang menyerahkan dirinya dengan pilihan orang lain yang memilihkan untuk kita. Karena kalau pilihan itu salah, kita tak terganggu oleh perasaan bahwa itu adalah tanggung jawab kita dan karena kita mengikuti pilihan orang lain, maka kita bukanlah satu-satunya orang yang melakukan kesalahan itu. Tidakkah lebih baik kalau kita mengikuti orang lain saja, dalam menentukan pilihan-pilihan yang datang setiap saat di dalam hidup ini. Adanya kenyataan ini membuat Kierkegaard berkata: “setiap saat manusia ada dalam keadaan memilih, atau tetap mempertahankan kemerdekaannya atau menjadi budak”. Dalam kenyataannya, kebanyakan manusia memilih untuk menjadi budak. Takut menanggung sendiri dengan konsekuensi dari pilihannya itu.<br /><br />Dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan dari kita takut untuk hidup sebagai dirinya, Dia hidup mengikuti cara-cara hidup yang sudah ditentukan oleh masyarakat sekelilingnya:kantor, keluarga, teman dan lainnya. Masyarakat sudah mengatur apa yang boleh dia lakukan dan apa yang tidak boleh dia lakukan. Kata Heidegger: “Kita gembira dan menjadi bahagia seperti juga mereka; kita membaca dan menilai apapun seperti cara mereka membaca dan menilainya; kita menjadi terkejut tentang hal-hal yang mereka anggap mengejutkan. Mereka, yang dalam kenyataannya kita tidak tahu siapa, adalah salah satu bentuk dari cara bereksistensi.”<br /><br />Ini adalah cara bereksistensi dari kebanyakan orang yang oleh Heidegger disebut dengan istilah <span style="font-style:italic;">Das Man</span>. Hidupnya hanya mengikuti “seperti yang dilakukan semua orang” dan kalau kita tanyakan kepada tiap orang yang ada, ternyata tiap orang ini mengikuti si “semua orang” ini. sehingga “semua orang” ini sama dengan “tidak seorang pun”, dia hanyalah alasan untuk membenarkan cara bereksistensi kita, yang menolak kemerdekaan.<br /><br />Keadaan seperti itu disebut oleh Heidegger sebagai keadaan manusia dalam keadaan kejatuhan atau <span style="font-style:italic;">Varfallenheit. </span>Manusia ada di bawah taraf eksistensinya yang hakiki, yang memungkinkan dia bangkit sebagai individu. Dalam keadaan seperti ini, dia menjadi takut dan tidak menjadi bangga untuk bangkit menjadi seorang individu.<br /><br />Tapi keadaan seperti ini tidak bisa dipertahankan terus menerus karena pada dasarnya dengan adanya kesadaran pada manusia, dia adalah seorang individu. Ada keadaan-keadaan yang memaksa dia untuk keluar dari persembunyiannya di dalam kehidupan bersama masyarakat. <br /><br />Saya tidak tahu, mungkin saya termasuk dalam kategori manusia kebanyakan, yang takut dengan pilihan-pilihan sendiri dan konsekuensinya, yang belum merdeka, yang belum bisa memaksimalkan kesadaran diri sebagai individu. Meski saya terus menerus berusaha untuk menjadi individu yang merdeka.<br /><br />Aduh, kok serius banget ya? :)nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-16763083526437943772008-08-19T07:42:00.000-07:002008-08-19T07:46:11.524-07:00Tentang Buku "Pergulatan Iman"<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvDZtwxbrNC8rLFwJHTq04hABKUnHegTfYAy6_xCOW6MuMnGIqkJr0jCPZWg0io_nkQUsxLlMMMgP16j1su3hXzoPX5tXGkkXIR6kpMm5JrSvjzlYtgJSyiF1o1jUwM24PEPQPCLaCq40/s1600-h/pergulatan-iman-107x150.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvDZtwxbrNC8rLFwJHTq04hABKUnHegTfYAy6_xCOW6MuMnGIqkJr0jCPZWg0io_nkQUsxLlMMMgP16j1su3hXzoPX5tXGkkXIR6kpMm5JrSvjzlYtgJSyiF1o1jUwM24PEPQPCLaCq40/s200/pergulatan-iman-107x150.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5236239635860101154" /></a>Mungkin kita sudah biasa membaca atau mendengar persoalan agama dibicarakan dan ditulis oleh orang-orang yang menamakan dirinya tokoh-tokoh agama baik itu kyai, ulama, ustadz, pendeta, romo, bikhu dan sebagainya. Seakan-akan soal agama dan keyakinan hanyalah milik tokoh agama tersebut. Dalam buku ini kita akan membaca sesuatu yang “lain” soal agama. Yaitu bagaimana orang-orang dari latar belakang yang bukan ahli agama mendedahkan pemahaman dan pengalamannya dalam beragama. Mereka berbicara secara blak-blakan soal imannya yang sangat pribadi dan merupakan bagian dari pergulatan hidupnya. <br /><br />Wawancara yang terangkum dalam buku ini merupakan wawancara yang dilakukan sepanjang tahun 2002 sampai 2005, dimana pembaca bisa menikmati pengalaman keagamaan seorang Munir, pahlawan HAM kita yang kemudian “dibungkam”selamanya. Atau pengalaman Dee Lestari yang saat itu masih beragama Protestan, sekarang menjadi Budhis. Semua wawancara di buku ini merupakan transkrip talk show yang menjadi salah satu program kegiatan Jaringan Islam Liberal (JIL). Acara ini bekerja sama dengan Kantor Berita Radio 68H yang mengudara sejak bulan Juni 2001 dan disiarkan di 30 radio seluruh Indonesia sampai sekarang.<br /><br />Selain di radio, wawancara ini juga dimuat di Jawa Pos dan jaringannya seluruh Indonesia yang juga merupakan program sindikasi media JIL dan website www.islamlib.com. Tujuan program talk show radio ini adalah ingin berinteraksi langsung dengan publik pendengar, berdiskusi dan memperbincangkan secara bebas soal-soal keagamaan dan keislaman yang ramah, toleran, tanpa saling menyalahkan dan merasa diri paling benar. <br /><br />Dalam acara talk show radio ini, di setiap awal bulan, kami mengundang anak muda dari pelbagai latar belakang disiplin selain disiplin agama, untuk berbicara tentang persoalan dan pengalaman keagamaannya. Ada aktivis LSM, aktivis perempuan, ekonom, politisi dan lain-lain. Kami sengaja membuat acara ini untuk mengetahui sejauhmana agama bagi teman-teman muda ini yang memang “tidak sengaja” belajar agama menjadi inspirasi hidup dan aktivitas sosialnya. <br /><br />Program-program JIL baik di radio, sindikasi media maupun di website bertujuan dalam rangka mencipta ruang publik bagi siapa saja untuk mengungkapkan dan mengekspresikan pergulatan dan perbincangan keagamaannya. Mengutip istilah Irshad Manji, feminis muslim dari Kanada, kita mencoba mengungkap, menjalani dan melakoni “beriman tanpa rasa Takut” dari siapapun dan apapun karena persoalan Iman adalah persoalan dan tanggung jawab pribadi langsung kita dengan sang Pencipta.<br /><br />Buku ini diterbitkan bekerja sama dengan Penerbit Nalar dan sekarang sudah tersedia di toko-toko buku. Sebenarnya, rencana penerbitan ini sudah lama dibicarakan tapi baru sekarang terlaksana. Semoga penerbitan buku kumpulan wawancara ini berguna dan menjadi inspirasi untuk semua. Selamat membaca.nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-3167590035480492970.post-10599733489029125512008-08-01T00:56:00.000-07:002008-07-31T05:20:49.451-07:00Tentang Cinta<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPxx-oPdVqU84QFPRokWClg_xHzTsjWylK84q6ekxtBp45KLgEBf94SAcwsgRb1ILl7vPv7dTqcD38XSyrzj5elIjYIqPPZGZ39dpLIOQfFbWJXYc7yX3_HvOP7-eoafFoQsuDxuI_Ul4/s1600-h/IMGA0001.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPxx-oPdVqU84QFPRokWClg_xHzTsjWylK84q6ekxtBp45KLgEBf94SAcwsgRb1ILl7vPv7dTqcD38XSyrzj5elIjYIqPPZGZ39dpLIOQfFbWJXYc7yX3_HvOP7-eoafFoQsuDxuI_Ul4/s200/IMGA0001.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5062494819185523842" /></a>Saat ini, hidupku seperti dalam mimpi, karena berbeda dengan dunia nyata yang selama ini kulalui. Tapi bisa juga, aku hidup di dunia nyata dan baru saja keluar dari alam mimpi. Hasrat-hasrat yang selama ini hanya bisa hadir dalam mimpi, kini menjelma dalam dunia nyata. <br /><br />Aku hidup dalam dunia nyata tapi berbeda dengan sebelumnya, karena ada beberapa mimpi yang menjelma nyata. Tentu saja, aku saat ini tidak bermimpi tapi memimpikan. Namun jika ditanyakan esok, aku tidak tahu, apakah kenyataan saat ini akan tetap menjadi kenyataan esok hari, atau aku sedang terseret menuju alam impian yang merupakan ‘mimpi masa depan’. Saat ini, ia hadir di dunia nyata setelah sebelumnya berasal dari alam mimpi. Dan bagiku, menyanyangimu adalah mimpi sekaligus impian. Mimpi kemaren, dan impian mendatang. <br /><br />Idealnya, mimpi menjadi nyata, baik saat ini, ataupun nanti dalam impian. Mimpiku selama ini adalah Cinta sedangkan impiannya adalah Kita. Saat ini yang nyata adalah Cinta namun belum membentuk Kita. Cinta adalah gagasan yang berasal dari mimpi, sedangkan Kita adalah bentuk impian dan harapan mendatang. Cinta telah mempertemukan ‘aku’ dan ‘Kamu’. Cinta ibarat simpul, menautkan dua utas tali. Seperti bejana dia akan mengumpulkan dua jiwa. Ibarat delta, ia adalah muara dari dua alur sungai perasaan. Dan Kita adalah sepasang dari dua raga, dan sekeping dari dua wajah. <br /><br />Kita selalu memimpikan menjadi pasangan yang ideal. Saling memberi dan menerima, laksana langit dan bumi, seperti sebait yang diliris oleh Mawlana Jalaluddin Rumi dalam puisinya,<span style="font-style:italic;">Menurut akal, langit adalah pria dan bumi adalah wanita, apa saja yang diberikan oleh satunya, yang lainnya menerima</span>. <br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZV0BQ89pa6-CeTa5Uc7ZwJ17TmjCYdB0C4Y1it4lsnTfl5HrrAK1XVHAJ70idyDk6AxOcwCLQGsT-Vm3f3zjdYgpdV2hL5cTJhK0xl48NRBpa0k3MYhRmkM59RQBZvxkCSnRt4-w_GY4/s1600-h/IMG_0463.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZV0BQ89pa6-CeTa5Uc7ZwJ17TmjCYdB0C4Y1it4lsnTfl5HrrAK1XVHAJ70idyDk6AxOcwCLQGsT-Vm3f3zjdYgpdV2hL5cTJhK0xl48NRBpa0k3MYhRmkM59RQBZvxkCSnRt4-w_GY4/s200/IMG_0463.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5062472524010290290" /></a>Puisi di atas menggambarkan sebuah siklus kehidupan. Langit menurunkan hujan, bumi menerimanya untuk menyuburkan tanah, dari rahimnya tumbuh beraneka ragam tanaman, memberi kehidupan bagi seluruh makhluk. Pada saat lain, air hujan yang melimpah-ruah, ditampung, diuapkan dan kembali menuju langit, menjadi gumpalan-gumpalan awan, berubah mendung, dan menurunkan hujan. Demikian seterusnya.<br /><br />Pasangan bak ruh dan jasad, tidak bisa dipisahkan antara keduanya. Jalaluddin Rumi melanjutkan puisinya, <span style="font-style:italic;">Ruh tidak bisa berfungsi tanpa badan, dan tanpa ruh, badan layu dan dingin badanmu tampak dan ruhmu tersembunyi keduanya inilah yang mengatur urusan dunia.</span><br /><br />Dalam mimpi masyarakat Yunani klasik, cinta diklasifikasikan menjadi tiga. Yaitu, cinta Eros, Philos dan Agape. Tiga perasaan kasih sayang ini sering dikutip orang-orang yang berbicara tentang cinta. Mari kita bahas untuk mengingatnya lagi.<br /><br />Cinta <span style="font-weight:bold;">Eros</span> adalah cinta sensual, cinta ini bersumber dari keinginan untuk memiliki, dorongan menuntut, mendesak, mengambil, bukan memberi. Cinta ini murupakan perwujudan dari ego seseorang yang ingin menunjukkah eksistensinya.<br /><br />Menaklukkan dan memperbudak adalah tujuan dari cinta ini. Orang Yunani kuno melambangkan cinta ini dengan Cupid yang melepaskan anak panah beracun ke jantung manusia. Iqbal melukiskan cinta ini dengan kata-katanya, cinta adalah anak kecil yang bermain membentuk individualitas kita kemudia berkata lirih lepaskan!<br /><br />Cinta <span style="font-weight:bold;">Philos</span> adalah cinta yang tumbuh dari persahabatan dan kebersamaan yang mendalam, orang jawa menuturkan <span style="font-style:italic;">witing tresna jalaran soko kulina</span> (cinta bersemi, karena kebiasaan). Ia bergerak, mendesak jauh masuk ke dalam. Ia tidak hanya menuntut, tapi, berusaha membagi, berempati, memahami dan menaklukkan ego masing-masing. Keindahan bukan pada dataran material, tapi imaterial, yang menarik "kita" bukan bersumber dari hubungan individu tapi hubungan sosial, bukan senyuman, namun keakraban, bukan pemberian namun kebersamaan, tidak hanya sekedar simpati namun berempati.<br /><br />Perbedaan bukan untuk dihilangkan namun dibentuk menjadi ritme-ritme musik kehidupan. Bukankah lagu yang indah berasal dari perbedaan tujuh tangga nada, do, re, mi, fa, so, la, dan si... Perbedaan untuk dipahami, dan dipertemukan. Jarak di sini dilambangkan dengan ruang dan waktu, tempat dan zaman yang memisahkan jasad-jasad. Namun, jarak terpenting yang harus diruntuhkan adalah jarak ruh, yang bersumber dari ego masing-masing pasangan. Pertemuan di sini adalah titik akhir dari proses pengertian dan pemahaman terhadap orang lain, dan diri sendiri, sehingga bisa memahami orang lain dan mampu meruntuhkan ego.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiEwK1NpwZaJ904scevSj6HRODKgWV0EQJUlr32euiOhr0-WZVcXG0nkS2RyQ-WyeBrO2uw-bG0J5ORopaLuUL1ON8GQMp_Cskyvl5C4N1AUZBBh8UnPZNBPJT-9_0vBDajdvHk-kWxlg/s1600-h/IMG_0055.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiEwK1NpwZaJ904scevSj6HRODKgWV0EQJUlr32euiOhr0-WZVcXG0nkS2RyQ-WyeBrO2uw-bG0J5ORopaLuUL1ON8GQMp_Cskyvl5C4N1AUZBBh8UnPZNBPJT-9_0vBDajdvHk-kWxlg/s200/IMG_0055.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5062496206459960466" /></a>Cinta <span style="font-weight:bold;">Agape</span> adalah cinta yang paling tertinggi. Cinta ini ditandai dengan perhatian aktif pada orang yang kita cintai, keinginan untuk diterima di sisinya. Ada kedambaan yang membara untuk memberikan segalanya pada sang kekasih tanpa syarat dan pamrih. Agape adalah cinta spiritual yang jauh menyelam dari dataran badani ke dalam nurani. Jalaludin Rumi mengatakan mencari hati dan meninggalkan tulang. Cinta Agape adalah muara jiwa dari dua jenis cinta di atas, "semangat"nya mewakili cinta Eros dan "empati"nya mewakili cinta Philos. Namun kelebihannya, Agape berusa mencari dimensi-dimensi (sudut-sudut) yang belum diungkap oleh cinta Eros dan Philos. Cinta inilah yang akan memberikan<br />keabadian.<br /><br />Tiga cinta ini bisa dilihat sebagai sebuah proses. Dari cinta Eros, mendaki menuju Philos: dan Agape sebagai puncak. Namun bisa juga dipahami sebagai satu-kesatuan karakter manusiawi yang harus ada dalam jiwa masing-masing pasangan. Kalau dalam bahasa Al-Quran—Surat al-Rum ayat 31—disebut istilah <span style="font-style:italic;">mawaddah</span> dan <span style="font-style:italic;">rahmah</span>. <span style="font-style:italic;">Mawaddah</span> identik dengan cinta kasih (birahi?). Cinta ini menautkan perasaan antara laki-laki dan perempuan, dan bersumber dari masing-masing ego pasangan untuk memiliki dan dimiliki. <br /><br />Sedangkan <span style="font-style:italic;">rahmah</span> (kasih sayang) adalah perasaan sayang, yang bersumber dari empati. Cinta model ini melahirkan perasaan untuk mengayomi, melindungi, dan menyantuni. Seperti perasaan kasih sayang orang tua pada anak, kakak pada adik, saudara terhadap saudara yang lain, dan lain sebagainya.<br /><br />Kedua dari perasaan ini mutlak diperlukan dalam pasangan yang mendambakan ketentraman. Ego dan empati sama-sama penting, dengan ego kita mempunyai kekuatan untuk saling memiliki, dengan empati kita mempunyai kekuatan untuk bersama, saling mengisi, dan menerima.<br /><br />Akhirnya, semoga Tuhan menyemai cinta kasih-Nya dalam ego dan empati yang terhampar di hati Kita. (dun2!)nong darol mahmadahttp://www.blogger.com/profile/14799214221858608604noreply@blogger.com8